Sunday, October 06, 2019

Lentera Batukaru





Judul                   :   Lentera Batukaru
Pengarang          :   Putu Setia
Penerbit              :   KPG
Tebal                   :   255 halaman
Tahun                  :   2019




Banyak sudah yang menulis tentang peristiwa 30 September. Namun sebagian besar adalah tentang kejadian di Jawa, di penjara maupun di pengasingan. Kali ini Putu Setia, wartawan yang lama bekerja di Tempo, menulis tentang peristiwa tersebut berdasarkan pengalaman pribadinya di Bali.

Cukup menarik membaca kisahnya. Buku ini lebih merupakan autobiografi seorang anak Bali yang meskipun hidup berkekurangan namun senantiasa gigih bekerja, bersyukur, dan memiliki prinsip yang kuat. Mungkin itu pula sebabnya ia menulis buku ini, agar dapat menjadi contoh bagi para pembaca yang lebih muda dan hidup prihatin, bahwa apabila kita selalu berusaha dan bersyukur akan selalu ada jalan untuk hidup lebih baik.

Sewaktu remaja Putu telah menjadi kader partai PNI, dan ketika terjadi peristiwa 30 September dengan posisinya sebagai Ketua Pemuda GSNI ia melindungi teman-teman sekolahnya yang rentan dituduh simpatisan PKI dan akan diculik atau dibunuh tentara. Selain itu ia menjadi penulis drama Gong untuk partainya dan sukses. Namun setelah peristiwa G 30 S,  mereka dipaksa membubarkan PNI dan menjadi anggota Golkar serta dilarang berkesenian lagi. Sebagai aktivis partai, ia tidak bersedia, sehingga pergi ke Denpasar sebelum menyelesaikan pendidikan STM dan kemudian bekerja menjadi loper koran, instalatur listrik, dan akhirnya wartawan surat kabar. Bakat menulisnya kemudian akhirnya menuntunnya menjadi wartawan majalah. Selama masa remaja tersebut, ia menyaksikan penyiksaan dan pembunuhan yang dilakukan oleh tentara bahkan terhadap mereka yang tidak tahu apa-apa tentang komunis, termasuk penculikan terhadap salah satu keluarga besarnya, yang hilang begitu saja, serta akibatnya bagi keluarga mereka.

Buku autobiografi ini memberi gambaran jelas bagaimana proses penghancuran komunis dan PNI oleh tentara sebagaimana diulas oleh sejarawan Rickfles dalam Mengislamkan Jawa, misalnya. PNI yang bersifat sekuler dan kegiatan kesenian dihancurkan oleh tentara rezim Orba secara brutal. Proses ini kemudian diikuti dengan pemilu yang penuh kecurangan serta pembangunan masjid-mesjid dan pemaksaan untuk menganut salah satu agama serta menjalankan ritualnya. Selanjutnya kita ketahui sendiri – fanatisme dan radikalisme agama menjadi masalah baru.

Sampai saat ini tidak banyak yang diketahui kaum muda tentang kekejaman ini, sehingga penerbitan buku-buku yang menjelaskan peristiwa tersebut masih terus diperlukan. Oleh karena itu otobiografi Putu Setia ini merupakan tambahan yang baik untuk  memperkaya informasi tentang sejarah gelap bangsa kita.


No comments: