Pengarang :
Nunuk Y. Kusmiana
Penerbit :
Gramedia Pustaka Utama
Tebal : 321 halaman
Tahun : 2019, Januari
Gadis Pesisir adalah kisah tentang kehidupan seorang gadis remaja anak seorang nelayan miskin yang menjadi pendatang di wilayah Jayapura, Irian Jaya (Papua) untuk mencari kehidupan yang lebih baik pada awal tahun 1970-an. Kampung nelayan ini berdekatan dengan tempat pendidikan dan pelatihan calon polisi, yang instrukturnya tertarik untuk menikahi salah satu gadis nelayan, serta jatuh cinta kepada Halijah, gadis paling tidak menarik dan tidak diperhitungkan di kampung tersebut. Berhasilkah keluarganya mendapatkan kehidupan lebih baik? Apakah ia sama seperti gadis-gadis lain, yang mencoba melepaskan diri dari kemiskinan dengan menikahi laki-laki yang bisa memberi makan cukup dan mengangkat derajat keluarga?
Kisah dari novel ini sebenarnya sederhana, namun pengarang berhasil
membuatnya nyata. Kehidupan masyarakat nelayan, yang merupakan pendatang dari
berbagai daerah di Maluku dan Sulawesi digambarkan oleh pengarang dengan sangat
baik melalui dialog yang meyakinkan dan konflik yang muncul dari perbedaan kekayaan,
kecantikan, kenalan yang dimiliki, persaingan antar keluarga, dan upaya
masing-masing untuk diperhitungkan dalam masyarakat atau keluar dari jeratan
kemiskinan. Digambarkan pula bagaimana sistem patriarki, dengan dukungan
konservatisme agama, membuat perempuan miskin semakin menderita karena laki-laki
yang menjadi suaminya tidak memiliki belas kasihan.
Sebagai novel yang berlatar belakang masa awal Orde Baru, terdapat
sedikit kisah mengenai peran tentara dan kondisi Papua di masa tersebut.
Tentara diwakili oleh tokoh Bapak dan Ibu Jawa, yang masih memegang teguh adat
Jawa, termasuk cara berpakaian adat Jawa, yang kini sudah nyaris punah
dikalahkan budaya Timur Tengah.
Hal yang agak mengecewakan mungkin adalah cara pengarang mengakhiri
novelnya, yang terasa tiba-tiba, serta tampak tidak konsisten dengan pendirian
Halijah yang menyatakan akan mengambil kesempatan apapun untuk membalas
penghinaan kepada keluarganya. Hal ini membuat karakter tokoh utama yang telah
dibangun cukup baik di bagian sebelumnya menjadi tidak jelas. Pembaca mengira
ia memikirkan harga diri keluarga, namun ternyata ia mencari kebebasan pribadi
dan bagi keluarga cukup ketersediaan makanan saja. Jika penulisnya ingin
tokohnya menjadi contoh tentang perempuan yang dapat membebaskan diri dari tekanan lingkungan
yang mengitarinya, maka hal itu kurang tergambar dengan baik dalam karakter
tokohnya.
1 comment:
Wah, kukira salah satu serialnya Gadis Pantai karya Pram, heheh, ternyata bukan.
Post a Comment