Showing posts with label sains. Show all posts
Showing posts with label sains. Show all posts

Thursday, June 04, 2020

Alpha God - The Psychology of Religious Violence and Oppresion



Judul                     :   Alpha God – The Psychology of Religious Violence and Oppression
Pengarang             :   Hector A. Gracia
Penerbit                 :   Prometheus Books, NY
Tebal                     :   287 halaman
Tahun                    :   2015


Gambaran mengenai Tuhan – terutama dalam agama Yudaisme, Kristen dan Islam – memunculkan dua sisi. Di satu sisi Tuhan digambarkan sebagai penuh kasih, pemaaf, sumber segala kebaikan, keindahan, dan tujuan utama hidup manusia. Di sisi lain, sebagaimana tertulis dalam kitab-kitab suci, Tuhan digambarkan memiliki sifat laki-laki agresif, tercermin dari kisah-kisah hukuman dan perintah untuk memerangi orang-orang yang tidak percaya atau tidak mematuhi perintahnya, peraturan yang ketat terhadap kehidupan seksual penganut agama tersebut, dan obsesi berlebihan atas kesetiaan dan kepatuhan pihak yang dianggap subordinat yaitu perempuan. Dalam prakteknya, sejarah menunjukkan bahwa kekerasan berdasarkan agama mendominasi sebagian besar sejarah manusia, bahkan hingga saat ini. Penjajahan bangsa Eropa ke benua Asia, Afrika dan Amerika selain dimotivasi oleh kekayaan dan teritori juga oleh semangat untuk menyebarkan agama Kristen, demikian pula invasi agresif bangsa Arab untuk menyebarkan agama Islam ke wilayah sekitarnya setelah kematian Nabi, dan tindakan perang, perebutan wilayah, perampasan sumber daya serta penaklukan rakyat di wilayah-wilayah tersebut dianggap sejalan dengan ajaran agama atau teks dalam kitab-kitab suci yang berisi kisah-kisah tentang keutamaan berperang untuk membela agama, janji akan wilayah baru, dan hukuman yang keras dari Tuhan apabila manusia tidak patuh total atau meragukan doktrin yang dibawa oleh nabi-nabinya, dari hukuman berupa pemusnahan kota, banjir, hingga pembakaran selama-lamanya di neraka. Ajaran agama juga menganjurkan perempuan patuh kepada laki-laki, yang diberi kelebihan dari perempuan dan memperoleh hak untuk menghukum perempuan yang tidak patuh.
Penafsiran literal terhadap isi kitab-kitab suci ini, sebagaimana dilakukan oleh para fundamentalis, radikalis dan ekstrimis, menghasilkan perang agama, penaklukan agama lain, pembunuhan perempuan penyihir, penindasan perempuan dalam bentuk antara lain mutilasi genital, pembunuhan atas nama kehormatan, dan akhirnya terorisme. Fanatisme dengan kontrol ideologi yang ketat juga melarang pemeluknya untuk mempertanyakan keberadaan Tuhan maupun doktrin terkait, yang pada  akhirnya melahirkan takhayul dan kebodohan.

Apabila banyak aspek dalam agama yang mengandung kekerasan, seperti perang, penindasan terhadap perempuan, dan pembodohan serta prasangka, maka perlu dilakukan penelitian mengenai penyebab hal tersebut, yaitu: mengapa demikian banyak unsur kekerasan di dalamnya?

Untuk menelusuri akar kekerasan yang terdapat dalam ajaran agama, Hector Gracia memulainya dari fakta bahwa pada umumnya pelaku kekerasan tersebut adalah pria, dan Tuhan yang digambarkan dalam ketiga agama di atas adalah Tuhan laki-laki (male God). Jadi Tuhan diciptakan dengan gambaran seorang laki-laki termasuk sifat-sifatnya.

Selanjutnya apabila kita meneliti sejarah peradaban manusia, penguasa atau raja selalu mengaitkan dirinya dengan Tuhan – misalnya sebagai keturunan Dewa atau wakil Tuhan di bumi – untuk meneguhkan kekuasaan dan penindasannya. Oleh karena itu cara untuk memahami sifat Tuhan yang bersifat opresif tersebut adalah dengan memahami jiwa laki-laki. Dan mengingat manusia berkembang melalui proses evolusi, maka pemahaman mengenai hal tersebut dapat diperoleh dari sains evolusi, yang berarti bahwa sifat-sifat tersebut tidak dapat dilepaskan dari asal mula manusia yang berasal dari primata non manusia, dan bisa kita lihat jejaknya pada primata yang masih ada sekarang dimana manusia berbagi 99% DNA.

Mengapa kita dapat memahami kekerasan dan penindasan agama dari pemahaman mengenai leluhur primata non manusia? Penulis menjelaskan bahwa terdapat kejanggalan dari sifat yang dilekatkan pada Tuhan, yaitu meskipun Tuhan digambarkan sebagai maha kuasa, maha mengetahui, berada dimana saja, tanpa wujud fisik (immaterial) dan abadi, namun masih mementingkan hal-hal yang bersifat fisik berupa kebutuhan mendasar dari  manusia bahkan primata, yaitu makanan, seks dan teritori. Mengapa dalam kitab suci Tuhan meminta persembahan makanan dan memerintahkan penaklukan wilayah? Hal tersebut adalah kebutuhan dasar manusia bahkan ape sebagai makhluk organik.
Penulis menjelaskan, bahwa terdapat beberapa sifat yang dilekatkan pada Tuhan yang nyatanya merupakan pantulan dari sifat laki-laki, yang pada dasarnya dapat ditelusuri ke leluhur manusia pada awal evolusinya, yaitu:
1.    Dominasi seksual atau penindasan dan kekerasan terhadap perempuan
2.    Pembunuhan yang dilakukan bersama dan identitas in-goup
3.    Berlutut sebagai simbol pengakuan terhadap alpha male
4.    Penyerahan maladaptive kepada dewa
5.    Pentingnya reputasi
6.    Wilayah Tuhan
7.    Membenarkan diri sendiri

Bagi pembaca yang pernah membaca atau mempelajari  psikologi  evolusioner, ketujuh hal di atas bukanlah hal baru. Desmond Morris dalam The Naked Ape, Robert Wright dalam The Moral Animal, Frans de Waal, dan banyak evolusionis lainnya telah menulis buku-buku yang menjelaskan sifat-sifat primata yang jejaknya masih melekat pada manusia modern. Gracia menambahkan bahwa sifat-sifat tersebut melekat pula pada Tuhan yang disembah oleh mayoritas manusia, pada Tuhan dari tiga agama yang paling sukses memperoleh pengikut.
Perebutan sumber daya yang terbatas, perang terkait perebutan teritori, dan persaingan ketat antar jantan untuk menjadi alpha male, yang mendapat keistimewaan memperoleh akses lebih besar terhadap sumber daya baik makanan maupun betina, merupakan perilaku yang telah terdapat pada primata non manusia. Oleh karena itu berdasarkan sejarah evolusi, maka sifat dan perilaku manusia yang penuh kekerasan tersebut dapat ditelusuri asalnya dari leluhurnya jutaan tahun lalu, yang kini dapat dilihat pada sepupu manusia yaitu primata,  dan tercermin dalam agama yang diciptakannya. Tidak mengherankan apabila Tuhan dalam agama-agama tersebut memiliki sifat tidak jauh berbeda dengan manusia yang menciptakannya, dalam hal ini adalah kaum laki-laki.

Tesis Gracia bersandar pada keyakinan bahwa agama adalah hasil dari akal budi manusia untuk bertahan hidup. Agama bukanlah sesuatu yang suci yang benar-benar diturunkan Tuhan dari langit, sebagaimana dianut oleh orang-orang beriman penganut ketiga agama yang dibahas dalam buku ini.
Teori evolusi bisa menerangkan banyak hal dengan baik sekali, hingga ada yang mengatakan bahwa saking banyak dan luasnya hal  yang dapat diterangkan berdasarkan teori tersebut maka jadinya sampai seperti buku Just So Stories Rudyard Kipling: apa saja bisa dijelaskan asal mula atau sebabnya.

Buku ini menarik karena pembaca yang terbuka dan pernah membaca atau mempelajari psikologi evolusioner akan melihat banyak kebenaran dari hal-hal yang diuraikan oleh penulis. Namun demikian pembahasan masih terbatas pada Tuhan tiga agama, yang mungkin dianggap telah mewakili agama atau kepercayaan lain yang dominan dianut manusia sepanjang sejarah. Mungkin ada Tuhan atau agama yang sifat dominannya tidak mencerminkan kekerasan, namun hal tersebut tidak dibahas dalam buku ini. Fakta bahwa yang mendominasi kepercayaan mayoritas manusia di dunia adalah Tuhan dan agama yang bersifat agresif dan penuh kekerasan mungkin telah cukup untuk membuktikan bahwa sifat seperti itulah yang disukai oleh manusia, karena mencerminkan dirinya sendiri.   


Sunday, May 10, 2020

Bumi Yang Tak Dapat Dihuni


Judul                     :   Bumi Yang Tak Dapat Dihuni
Pengarang            :   David Walace-Wells
Penerjemah          :   Zia Anshori
Penerbit                :   GPU
Tebal                     :   330  halaman
Tahun                    :   2019

Masalah pemanasan global telah menjadi headline yang sering kita baca sehari-hari. Berita yang muncul pada umumnya berupa melelehnya es di Antartika, hilangnya beberapa pulau kecil karena kenaikan air laut, dan ramalan akan tenggelamnya beberapa negara kepulauan dan kota besar yang terletak di pesisir dalam beberapa puluh tahun mendatang. 
Berita singkat yang terpencar-terpencar demikian membuat kita kurang menyadari betapa berbahayanya membiarkan pemanasan global terus berlangsung. Buku ini mencoba menyadarkan pembaca, bahwa pemanasan global bukan hanya  akan membuat kehidupan lebih sulit untuk generasi yang akan datang, namun telah mempengaruhi hidup kita pada hari ini, dengan bencana yang semakin dahsyat dan sering, dengan tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya sepanjang sejarah bumi. Oleh karena itu sepanjang buku ini Wells menyajikan bukti-bukti kerusakan bumi akibat pemanasan global beserta prediksinya untuk tahun 2050 dan 2100. Selain itu dikemukakan pula upaya yang dapat mengurangi kerusakan tersebut.    

 Saat ini suhu di bumi telah meningkat 1 derajat. Para ilmuwan memperkirakan bahwa bila tidak terdapat tindakan untuk mengurangi emisi karbon, maka pada tahun 2100 suhu di bumi akan meningkat 4,5 derajat. Itu sebabnya dilakukan berbagai upaya untuk mengurangi pemanasan global, antara lain melalui perjanjian kerjasama antar negara dalam Protokol Kyoto, yang berusaha menekan kenaikan suhu menjadi 2 derajat.  Namun demkian berdasarkan model yang dibuat, diperkirakan suhu dapat meningkat 6 sampai dengan 8 derajat apabila kondisi seperti saat ini tetap dibiarkan.

Berdasarkan model yang ada, maka pemanasan 2 derajat pada tahun 2100 akan menyebabkan lapisan es mulai hancur, tambahan 400 juta orang kekurangan air, kota-kota besar di khatulistiwa tidak layak huni, dan di utara gelombang panas akan menewaskan ribuan orang. 
Pemanasan 3 derajat akan mengakibatkan kekeringan permanen di Eropa Selatan dan  kekeringan lebih lama sembilan belas bulan di Amerika Tengah serta lima tahun di Afrika, dan kebakaran hutan enam kali lipat di AS.  Sementara itu pemanasan 4 derajat akan mengakibatkan delapan juta kasus demam berdarah di Amerika Latin dan krisis pangan global serta kerusakan akibat banjir dari sungai meningkat puluhan kali lipat di seluruh dunia. Terdapat peluang 11 persen untuk kenaikan di atas 4 derajat, sedangkan perkiraan terburuk adalah kenaikan 8 derajat, dimana permukaan laut akan naik enam puluh meter dan pantai dihancurkan badai dahsyat, hutan musnah dilalap api, dan sepertiga planet tak bisa dihuni karena terlalu panas (halaman 13).

Bukti-bukti kehancuran yang disajikan penulis memang cukup mengerikan, dibagi dalam beberapa bab, yaitu bencana berupa:
-       Panas Maut
Suhu udara di bumi akan semakin tinggi, terlihat dari data bahwa sejak tahun 2000-an terdapat lima musim panas terpanas di Eropa sejak tahun 1500 dan di Timur Tengah suhu tertinggi pernah mencapai 72 derajat celcius. Hal ini akan lebih buruk lagi jika perubahan iklim terus berlanjut. Pesatnya peningkatan penggunaan AC di seluruh dunia, pengoperasian pembangkit listrik di Cina, dan meluasnya beton serta aspal di masa mendatang yang disebabkan dua pertiga penduduk bumi akan tinggal di kota-kota pada 2050 akan menambah pemanasan global.
-       Kelaparan
Kenaikan suhu 1 persen akan menurunkan hasil panen 10 persen sedangkan pada 2050 akan diperlukan makanan dua kali lipat dari hari ini. Selain itu meningkatnya suhu telah menggeser sabuk gandum alami dunia 250 km ke utara setiap sepuluh tahun dan meningkatkan jumlah serangga, yang dapat mengurangi produktivitas hingga 4 persen, selain mengurangi gizi yang terkandung dalam tanaman. Masalah lain adalah berkurangnya tanah subur karena erosi, kekeringan ekstrim, dan banjir, yang akan semakin sering terjadi.
-       Tenggelam
Berdasarkan penelitian, laju pelelehan es di Antartika berlipat tiga selama sepuluh tahun terakhir atau 33 ribu kilometer persegi sejak 1950. Sementara itu banjir telah mengakibatkan terendamnya dua pertiga Bangladesh pada tahun 2017 dengan 41 juta korban. Es di kutub merupakan penyerap panas; jika es di Artika turut meleleh, selain kehilangan penyerap panas bumi juga akan mendapat tambahan metana, yang dilepas dari lelehnya es. Metana memiliki kekuatan beberapa lusin kali lipat dari karbon. Kehilangan total es akan sama dengan pemanasan yang dihasilkan emisi karbon selama 25 tahun terakhir. Sementara itu, pada 2100 bumi akan kehilangan sejuta km daratan, setara tempat hidup 375 juta orang hari ini, sedangkan dua pertiga kota-kota besar di dunia terletak di pantai.   
-       Kebakaran
Pemanasan global mengakibatkan kebakaran hutan semakin sering terjadi dan tidak terkendali, sehingga bahkan mengancam kota-kota. Kebakaran besar yang belum pernah terjadi di masa lalu antara lain terjadi di California pada 2017, menghanguskan 500 ribu hektar, di Greenland pada 2017 dengan luas sepuluh kali lipat dari tahun 2014, dan di lingkaran hutan Artika, Swedia. Abu kebakaran di utara dapat menghitamkan es, menyerap karbon dan mempercepat pelelehan. Penggundulan hutan Amazon - yang menyerap 25 persen karbon yang diserap oleh seluruh hutan di bumi – akibat dibukanya hutan untuk pembangunan meningkatkan penggundulan hutan dan menambah pelepasan karbon yang selama ini tersimpan pada pohon-pohon. 
-       Bencana Tak Lagi Alami
Rusaknya alam mengakibatkan percepatan bencana, yaitu terjadinya serangkaian bencana besar – yang dahulu hanya terjadi setiap beberapa ratus tahun sekali – hanya dalam dua puluh tahun terakhir. Sebagai contoh, pada musim panas 2018 terjadi sekaligus bencana gelombang panas global, enam badai, dan kebakaran hutan di Eropa dan Amerika. Dahulu hal-hal tersebut langka, namun kini menjadi suatu keadaan normal baru, karena sering terjadi. Di masa depan, bencana akan semakin sering terjadi.
-       Kekurangan Air
Kebutuhan air penduduk dunia separuhnya bergantung pada pelelehan musiman es dan salju di ketinggian, sehingga jika karena pemanasan global gletser di pegunungan meleleh dan kering, maka akan terjadi kekurangan air sangat besar. Sementara itu banyak danau besar di dunia telah mengering dan air tanah yang pembentukannya memerlukan jutaan tahun telah disedot sehingga sumur-sumur harus menggali lebih dalam, sedangkan di masa depan diperkirakan akan terdapat peningkatan kebutuhan air hingga 70 persen.
-       Laut Sekarat
Berdasarkan penelitian, laut yang belum mengalami kerusakan tinggal 13 persen. Laut menyerap 25 persen dari karbon yang dihasilkan manusia dan 90 persen panas berlebih akibat pemanasan global, separuhnya diserap sejak 1997. Namun hal itu menyebabkan pengasaman laut, yang akan menambah seperempat hingga setengah pemanasan. Akibat lain dari pemanasan laut ialah pemutihan karang, yaitu matinya protozoa zooxanthellae yang menghasilkan makanan bagi terumbu karang, yang mendukung seperempat seluruh kehidupan laut dan setengah miliar orang, serta melindungi dari banjir dan badai. Dampak lainnya adalah meningkatnya air laut tanpa oksigen karena meningkatnya suhu air dan pencemaran akibat pertanian dan industri, mengakibatkan kepunahan masal makhluk laut dan berkurangnya populasi ikan hingga lebih 30 persen. Selain hal tersebut, perubahan suhu mempengaruhi siklus arus laut, yang akan mempengaruhi keseimbangan iklim.
-       Wabah
Pemanasan serta penggundulan hutan mengakibatkan penyakit tropis seperti malaria dan demam berdarah menyebar ke Eropa dan demam kuning yang semula terbatas di lembah Amazon menyebar ke kota-kota besar di Amerika Latin. Melelehnya es di kutub dapat menyebarkan penyakit atau wabah pada puluhan hingga ratusan tahun lalu yang selama ini tertutup oleh es yang membeku.
-       Ambruknya ekonomi
Meningkatnya pemanasan sebesar 1 derajat celcius menurunkan pertumbuhan ekonomi sebesar 1 persen. Negara-negara yang akan paling terkena dari pemanasan global terutama adalah negera-negara Asia Selatan.
-       Konflik akibat iklim
Berdasarkan penelitian, terdapat kenaikan kemungkinan konflik bersenjata 10-20 persen untuk setiap setengah derajat kenaikan suhu. Kekeringan dan gagal panen meningkatkan radikalisasi, perang, dan migrasi besar-besaran ke negara tetangga, dimana saat ini terdapat tujuh puluh juta pengungsi di seluruh dunia. Dalam tiga puluh tahun ke depan, terdapat tiga puluh dua negara - yang bergantung pada pertanian -  menghadapi risiko konflik akibat perubahan iklim.
-       Sistem 
Di masa depan, kenaikan permukaan laut akan mengakibatkan jutaan orang kehilangan tempat tinggal dan menjadi pengungsi, misalnya di AS diperkirakan sebanyak 13 juta orang akan kehilangan tempat tinggal, dan 140 juta orang di Afrika, Asia Selatan dan Amerika Latin pada 2050 akan menjadi pengungsi. Bahkan PBB memperkirakan angka hingga satu miliar orang. Berdasarkan penelitian, meningkatnya suhu dan bencana juga berpengaruh pada meningkatnya stress, trauma dan bunuh diri.

Meskipun sebagian besar buku ini berisi data bukti-bukti kerusakan alam berupa berbagai bencana dahsyat akibat pemanasan global, namun penulis masih optimis bahwa hal tersebut dapat diatasi dengan tindakan politik, yaitu pengurangan emisi karbon secara kolektif melalui kebijakan negara, bukan hanya oleh kesadaran individu seperti sekarang. Khususnya pengurangan konsumsi oleh seluruh penduduk negara maju yang pemboros seperti Amerika. Sesuatu yang tampaknya sulit dilakukan. Anehnya, Wells merasa optimis bahwa kemauan politik negara-negara utama akan berhasil membatasi kenaikan pemanasan global menjadi hanya 2 derajat pada 2100, meskipun pengalaman selama ini menunjukkan tidak ada hasil berarti.

Buku ini cukup baik untuk menggugah kesadaran pembaca akan dahsyatnya akibat dari perubahan iklim baik pada masa kini maupun masa depan, dengan mengajukan banyak fakta berupa angka-angka dan prediksi hasil modeling para ilmuwan yang cukup mengerikan. Pembaca sendiri mungkin telah mengalami bahwa kini musim tidak lagi dapat diprediksi, bahwa banjir semakin sering dan tinggi, kebakaran semakin besar dan sulit dikendalikan, angin puting beliung yang dulu tidak pernah terjadi kini kerap terjadi, dan seterusnya. Padahal, itu baru peningkatan suhu sebesar satu derajat, sedangkan di tahun 2100 diperkirakan mencapai 3,5 hingga 4 derajat jika manusia tidak melakukan perubahan dalam mengkonsumsi bahan bakar fosil. Suramnya masa depan mengakibatkan timbulnya sekelompok orang yang menganut nihilisme lingkungan, yang dibahas juga dalam buku ini, yaitu orang-orang yang mengambil sikap ekstrim dengan mundur dari kehidupan modern atau menolak bereproduksi.
Namun sebagian besar orang di dunia adalah mereka yang tidak peduli dan berpikir bahwa dunia akan baik-baik saja, bahwa Tuhan akan selalu melindungi mereka, atau menghancurkannya sekaligus dalam satu kiamat besar, sehingga mereka tetap bereproduksi dengan kecepatan tinggi dan tidak peduli kerusakan lingkungan hidup yang ditimbulkannya. Itulah sebabnya buku semacam ini sangat penting untuk dibaca seluas mungkin. 

Wednesday, May 29, 2019

A Crack in Creation



Judul                     :   A Crack in Creation: Gene Editing and  
                                 the  Unthinkable  Power  to  Control 
                                 Evolution
Pengarang          :    Jennifer A. Doudna & Samuel Sternberg
Penerbit              :    Mariner Books, NY
Tebal                     :  280 halaman
Tahun                   :   2018

Buku ini memberi informasi tentang perkembangan terakhir dalam biologi, yang tidak saja telah dapat melakukan sekuensing  DNA, namun juga telah mampu mengubah ataupun memperbaiki susunan DNA yang terdapat pada makhluk hidup dengan cara yang relatif mudah, sehingga dengan teknik baru ini tidak saja penyakit yang berkaitan dengan kelainan gen dapat disembuhkan, namun juga dapat digunakan untuk menciptakan bentuk fisik serta karakteristik tertentu sesuai yang diinginkan, bahkan perubahan tersebut dapat dilakukan sejak masih berupa embrio, sehingga dapat diturunkan kepada generasi berikutnya. Perubahan melalui penyuntingan atau editing gen ini dapat dilakukan pada semua makhluk hidup, sehingga memiliki potensi dapat memusnahkan sifat  yang berbahaya dari suatu spesies, misalnya virus malaria atau virus Zikka pada nyamuk, jika perlu bahkan memusnahkan spesies itu sendiri. Meskipun demikian sampai saat ini penggunaan teknik tersebut pada manusia masih dalam penelitian untuk menguji keamanannya.

Di masa depan, jika teknik ini telah teruji keamanannya untuk dilakukan pada manusia, maka manusia dapat mengubah susunan gen-nya sendiri, sehingga  ia dapat  mengarahkan sendiri jalannya evolusi, yang selama jutaan tahun sebelumnya dilakukan melalui proses evolusi yang berjalan lambat. Hal ini menimbulkan masalah etis: kapan editing gen diperlukan? Seberapa jauh hal tersebut layak dilakukan? Apabila teknik ini telah menjadi umum, bolehkah menghapus gen tertentu yang berpotensi menyebabkan penyakit – pada saat masih menjadi embrio, agar anak yang lahir kelak selalu sehat? Apakah kelak hal ini bahkan menjadi suatu kepatutan, sehingga apabila tidak dilakukan akan menjadi suatu tindakan tidak bermoral? Masalah etis inilah yang mendorong Jennifer Doudna, sebagai penemu utamanya, untuk menulis buku ini, agar menjadi perhatian semua pihak, mumpung teknik ini masih dalam tahap awal perkembangan.    

Sebelum menyatakan concern-nya akan masalah etis, pada bab pertama sampai dengan ke empat  Doudna menguraikan tentang pengetahuan dasar terkait gen, cara bekerjanya, teknik mengubah gen yang selama ini digunakan, serta kisah penemuan CRISPR sebagai teknik editing gen yang efisien, yaitu dapat dilakukan dengan murah, mudah, dan akurat.

Sebagaimana diketahui, genome terdiri dari molekul yang disebut deoxyribonucleic acid atau DNA, yang tersusun dari empat blok pembangun yaitu A, G, T dan C yaitu adenine, guanine, cytosine, dan thymine, yang berpasangan membentuk double helix. A selalu berpasangan dengan T, dan G dengan C, yang disebut pasangan dasar (base pair). Setiap sekuens huruf ini merupakan instruksi untuk menghasilkan protein tertentu dalam sel, yang prosesnya dibantu oleh RNA sebagai penghantar, membawa informasi dari inti sel (nucleus), dimana DNA disimpan,  ke bagian luar sel, dimana protein diproduksi. Setiap tiga huruf RNA sama dengan satu asam amino, yang menjadi blok pembangun protein. Gen dan protein yang dihasilkan berbeda satu sama lain berdasarkan sekuens nukleutida dan asam amino-nya. Virus hanya memiliki beberapa ribu huruf DNA dan beberapa genome, bakteri memiliki ribuan genom  dan jutaan huruf, nyamuk  terdiri dari 14 ribu gen dan ratusan juta base pair, sedang genom manusia memiliki 3,2 miliar huruf DNA serta 21 ribu gen kode protein. Genom manusia tersusun dari 23 kromosom, yang terdiri dari 50 sd 250 juta huruf, masing-masing dari ayah dan ibu, total 46 kromosom. Setiap sel memiliki satu set kromosom. Mutasi pada satu dari 23 pasang kromosom dapat menyebabkan penyakit genetik. Mutasi paling sederhana adalah substitusi, yaitu penggantian satu nukelotida oleh lainnya, misalnya dari A menjadi T, sebagaimana penyakit sel sabit, yang mengubah bentuk sel darah, sehingga korban mengalami anemia, meningkatnya risiko stroke dan infeksi.

Sejak selesainya Human Genome Project, dketahui terdapat lebih dari empat ribu mutasi DNA yang dapat menyebabkan penyakit genetik. Namun demikian belum terdapat teknik yang memadai untuk mengubah mutasi tersebut.
Beberapa teknik yang dilakukan yaitu menggunakan rekombinan DNA, yaitu kode genetik yang diciptakan di lab. Selanjutnya pada tahun 1970 dan 80-an ilmuwan dapat memotong dan memindahkan segmen DNA ke genome dan mengisolasi sekuens gen tertentu, yang memungkinkan mereka menyisipkan gen terapi ke virus dan memusnahkan gen berbahaya sehingga virus tidak lagi merusak sel yang terinfeksi. Namun teknik terapi gen ini tidak efektif untuk kondisi genetik yang tidak disebabkan oleh adanya gen yang hilang atau defisien, karena dalam kondisi demikian gen harus diperbaiki.
Teknik berikutnya yaitu  Zinc Finger Proteins (ZFN). Teknik ini menggunakan protein alami ZPN untuk memotong DNA dan telah diterapkan antara lain untuk mengedit gen pada genome manusia dan memperbaiki sifat tanaman maupun hewan. Namun demikian teknik ini sulit dan mahal, sehingga hanya segelintir lab yang dapat melakukannya Selanjutnya pada 2009 ditemukan teknik transcription. activator-like effectors atau TALEs. Protein yang terdapat pada Xanthomonas, yaitu bakteri penginfeksi tanaman yang bersifat pathogen dapat memotong DNA lebih akurat dari ZFN.

Selanjutnya penulis menguraikan tentang riset yang membawanya pada penemuan CRISPR.  Semula ia meneliti RNA, untuk mempelajari struktur ribozymes guna mengetahui cara bekerjanya, yaitu bagaimana RNA dapat berfungsi sebagai gudang instruksi genetik dan molekul kimiawi yang dapat mengubah bentuk dan perilaku biologisnya. Penelitian ini diilhami oleh penemuan pemenang Nobel Tom Cech, yang menemukan bahwa ribozymes yang membelah sendiri menunjukkan bahwa kehidupan di bumi muncul dari molekul RNA yang dapat mengkode informasi genetik dan mereplikasi informasi tersebut pada sel-sel primitif. 
Dalam perjalanan, Jill, seorang peneliti CRISPR mengajak Duudna bekerja sama. CRISPR adalah singkatan dari clustered regularly interspaced short palindromic repeats. CRISPR terdapat dalam sel bakteri. Keunggulan dari CRISPR adalah efektivitasnya dalam memotong DNA dengan akurat, sehingga gen mudah diubah dan diperbaiki, misalnya diganti dengan DNA yang seharusnya.
RNA adalah partisipan kunci dalam sistem imun mikro organisme satu sel seperti bakteria, sedangkan CRISPR adalah bagian dari sistem imun archaea dan bakteri, adaptasi yang memungkinkan mikroba melawan virus. Sejak tahun 1970-an ilmuwan telah menemukan enzim yang disebut restriction endonucleases, yang dapat direkayasa untuk memotong fragmen DNA sintetis dalam  eksperimen sederhana pada tabung, Dengan mengkombinasikan enzim ini dengan enzim lain yang diisolasi dari sel (bakteri) phage yang terinfeksi, ilmuwan dapat merancang dan mengklon molekul DNA artifisial di lab.  
Bacteriophage (virus bakteri) merupakan entitas yang tersebar dimana-mana di bumi, terdapat di udara, tanah, pada kotoran, air, intestine, air panas, es, dan dimana saja yang mendukung kehidupan. Ada lebih banyak phage (virus) daripada bakteri yang akan mereka infeksi, virus bakteri lebih banyak sepuluh kali lipat dari bakteri. Pada saat Doudna melakukan penelitian terdapat empat sistem pertahanan bakteri (dari virus). Apakah CRISPR merupakan sistem pertahanan yang lain lagi?

Berdasarkan penelitiannya bersama Jill, Doudna menemukan bahwa pada saat phage atau virus menyerang, CRISPR merekam sekuens DNA phage. Selanjutnya dengan molekul RNA dari CRISPR, dimana (rekaman) potongan phage telah disimpan, enzim protein Cas9 memotong sekuens DNA (phage) yang dituju dengan akurat. Cas9 bertindak sebagai pengarah tujuan.
Hasil dari penemuan di atas kemudian disempurnakan kembali sehingga Doudna dapat menggunakan CRISPR untuk memotong, menghilangkan dan memindahkan sekuens DNA makhluk hidup lainnya sesuai yang diinginkan secara akurat dengan prosedur yang jauh lebih sederhana dari teknik-teknik sebelumnya dan lebih murah.

Kini teknik editing DNA dengan CRISPR dilakukan oleh ribuan ilmuwan di seluruh dunia untuk memperbaiki kualitas tanaman dan hewan. Penggunaan pada manusia masih dalam tahap uji coba, meskipun seorang ilmuwan Cina telah melakukan percobaan mengubah gen pada embrio manusia, yaitu memiliki anti HIV, yang menjadi berita besar di kalangan akademik berkaitan dengan masalah etika yang ditimbulkan.

Selama ini kemajuan ilmu pengetahuan selalu lebih cepat dari kesiapan masyarakat atau regulator dalam menetapkan ketentuan, bahkan apabila ketentuan telah dibuat, selalu ada pihak yang diam-diam tetap melakukan penelitian atau percobaan untuk memuaskan keingintahuannya, sehingga kemungkinan besar dalam sepuluh atau dua puluh tahun mendatang teknik ini benar-benar dapat diaplikasikan pada manusia untuk menyembuhkan penyakit-penyakit genetik, mencegah penyakit genetik pada bayi yang akan dilahirkan serta keturunannya, bahkan memperbaiki performance fisik,  misalnya meningkatkan kemampuan atlit dengan mengubah gen yang berkaitan, atau bahkan menentukan bentuk fisik yang diinginkan, misalnya warna mata, dan lain-lain.  
                                                                                                                                                 
Buku ini terdiri dari delapan bab, dan empat bab di awal uraiannya cukup teknis sehingga bagi pembaca biasa harus dibaca dengan perlahan-lahan untuk dapat mengerti uraian yang dijelaskan penulis, namun cukup berguna untuk sedikit menambah pengetahuan tentang biologi.

Bagian kedua mengenai masalah etis merupakan ajakan penulis untuk dipikirkan bersama, cukup menarik. Ada beberapa hal dapat disimpulkan dari sini:
·   Penemuan-penemuan penting seringkali bersifat tidak sengaja dan murni berasal hanya dari rasa ingin tahu yang besar dari seorang ilmuwan yang kemudian melakukan riset. Oleh karena itu penting untuk mendukung riset dasar yang tidak didasari oleh tujuan praktis.
·   Apabila editing gen telah dapat digunakan secara aman bagi manusia untuk mencegah atau mengobati penyakit karena mutasi gen atau serangan virus, maka penggunaan CRISPR untuk tujuan tersebut merupakan suatu tanggung jawab moral untuk mengurangi penderitaan sesama manusia. Hal-hal ini belum pernah terjadi sepanjang sejarah, sehingga membawa tanggung jawab besar: apa yang akan terjadi pada ekosistem jika manusia menggunakan CRISPR untuk mengubah atau memusnahkan nyamuk pembawa virus malaria dan Zikka?
·  Apa yang terjadi pada keturunannya kelak jika manusia dapat menentukan sendiri genomnya? Di sisi lain, bagaimana pengaruh hal ini pada keyakinan teologis yang berpendapat bahwa penyakit, bentuk fisik, dan kecerdasan merupakan takdir Sang Pencipta? Pertanyaan sebaliknya: jika manusia saja dapat melenyapkan penderitaan-penderitaan tidak perlu itu, yang terasa kejam, mengapa Tuhan membiarkannya selama ribuan tahun? Hal ini membawa pertanyaan kepada moralitas dan kekuasaan Tuhan: jika manusia dapat mengubah gen dan melenyapkan penyakit baik penyakit genetik maupun yang dibawa virus (antara lain malaria, yang membunuh satu juta orang per tahun), dapatkah kita bertanya secara teologis: mengapa sang pencipta membiarkan kesengsaraan tersebut selama ribuan tahun jika sebenarnya hal tersebut dapat diatasi? Moralitas apa yang mendasari? Dapatkah kita mengatakan hal tersebut tidak bermoral?  
·  Seberapa jauh manusia dapat bertahan untuk tidak melakukan penyempurnaan terus menerus atas dirinya? Apa akibatnya jika manusia menentukan sendiri arah evolusinya?
·  Apa yang akan terjadi jika terdapat kesenjangan yang semakin lebar antar manusia, karena mereka yang memiliki kekayaan dapat membeli teknologi yang membuat mereka selalu sehat, lebih cerdas, dan menarik secara fisik?  Terdapat kesenjangan tidak hanya secara kekayaan tapi juga gen.

Dalam buku ini Doudna mengajak pembaca untuk turut memikirkan konsekuensi dari meluasnya penerapan editing gen dan potensinya dalam membuat manusia menjadi Tuhan bagi dirinya sendiri, namun ia tidak sampai pada renungan teologis. Sam Harrislah  yang menyinggung kejamnya virus Zikka dalam The Four Horsemen sebagai contoh untuk mempertanyakan moralitas Tuhan.  Sementara itu dalam tulisannya Doudna tidak dapat menyembunyikan kegembiraan dan kebanggaannya sebagai penemu utama teknik CRISPR untuk editing gen, serta agak mengulang-ulang concernnya tentang konsekuensi dari penerapan CRISPR bagi manusia.
Penjelasan dan perkembangan mengenai CRISPR dapat ditemukan di internet secara singkat - namun saya belum menemukan penerapannya di Indonesia, yang tampaknya masih jauh ketinggalan dalam sains – meski demikian buku ini menceritakan riwayat penemuan teknik tersebut serta renungan atas potensi dan konsekuensi dari penemuan tersebut lebih dalam, menyadarkan pembaca betapa pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan saat ini tanpa diketahui oleh sebagian besar masyarakat.



Sunday, March 17, 2019

The Future of the Mind



Judul                   :   The Future of the Mind
Pengarang          :   Michio Kaku
Penerbit              :   Anchor Books
Tebal                   :   376 halaman
Tahun                  :   2017


Sampai saat ini, pengetahuan manusia akan dirinya sendiri, khususnya pikiran (the mind) masih sangat terbatas dibandingkan pengetahuan tentang hal lainnya. Perkembangan cukup pesat baru terjadi setelah ditemukannya Magnetic Resonance Imaging (MRI) pada pertengahan 1990-an dan 2000, yang memungkinkan kita dapat melihat aktivitas otak saat seseorang sedang berpikir secara real time. Selanjutnya sinergi pengetahuan mengenai cara bekerja otak dan ilmu komputer diprediksi akan memungkinkan manusia di masa depan dapat melakukan hal-hal yang di masa lalu hanya merupakan khayalan, seperti telepati, telekinesis, pembuatan pikiran dan memori sesuai pesanan, peningkatan kecerdasan, mengubah mimpi, mengendalikan pikiran orang lain, pikiran artifisial, dan pikiran sebagai energi murni.  Untuk melihat seberapa jauh perkembangan hal-hal tersebut, Michio Kaku mewawancarai ratusan ilmuwan serta mengunjungi laboratorium mereka dan menetapkan syarat sebagai berikut untuk prediksi dalam buku ini: (1) Prediksi harus mematuhi hukum fisika secara ketat, (2) Telah terdapat prototipe untuk menunjukkan secara prinsip  terbukti dan dapat direalisasikan.

Buku ini terbagi dalam 15 bab, terdiri dari 3 bagian.

Bagian pertama menjelaskan tentang sejarah singkat neuroscience, susunan otak (yang terdiri dari reptilian brain, mammalian brain dan human brain atau prefrontal cortex) dan fungsi masing-masing, jenis-jenis peralatan untuk meneliti aktivitas otak saat bekerja (MRI, EEG, PET Scans, TES, MEG, NIRS, Deep Brain Simulation, Optogenetics), serta model terakhir tentang cara bekerja otak, yang dapat dianalogikan seperti bekerjanya sebuah perusahaan, dengan prefrontal cortex sebagai CEO yang membuat keputusan-keputusan penting secara sadar, dan reptilian serta mammalian brain sebagai organisasi di bawahnya yang bekerja sendiri secara otomatis di bawah sadar (unconscious),  serta uraian mengenai teori kesadaran, yang membagi kesadaran dalam empat tingkat, terdiri dari tingkat tanaman, reptil, mamalia, dan manusia.

Bagian kedua  mengenai hubungan antara pikiran dan benda material, yaitu telepati, telekinesis, pikiran dan memori pesanan, dan peningkatan kecerdasan atau kemampuan otak manusia.

Telepati
Otak adalah listrik. Setiap kali electron dipercepat, ia menghasilkan radiasi elektromagnetik, demikian pula elektron yang melakukan pergerakan di otak, yang memancarkan gelombang radio. Sinyal ini tidak dapat ditangkap oleh manusia, namun komputer dapat menangkapnya. Ilmuwan dapat mengetahui apa yang dipikirkan seseorang melalui EEG scans. Dalam penelitian, subyek mengenakan helm dengan EEG sensor dan diminta berkonsentrasi memikirkan suatu gambar, misalnya mobil.  Sinyal EEG kemudian direkam untuk setiap gambar hingga tercipta kamus dasar pikiran, dengan hubungan one-to-one antara sinyal atau pikiran seseorang dan gambar EEG. Kelak, apabila seseorang ditunjukkan gambar mobil lain, komputer akan mengenali pola EEG sebagai mobil. Namun kekuatan gelombang elektromagnetik jauh menurun apabila melewati tulang tengkorak, sehingga meskipun komputer dapat mengenali bahwa seseorang memikirkan mobil, namun tidak dapat memunculkan gambar mobil.

Penelitian lain yang lebih maju dilakukan di Universitas California yaitu memindahkan pikiran seseorang ke dalam sebuah video. Untuk itu subyek direbahkan di atas tandu yang kemudian dimasukkan dalam mesin MRI, lalu ditunjukkan klip film selama beberapa jam. Ketika subyek menonton film, mesin MRI membuat gambar 3 dimensi aliran darah dalam otak. Gambar tersebut menyerupai tiga puluh ribu titik atau voxel, setiap voxel mewakili pinpoint energy neural, dan warna titik berhubungan dengan intensitas sinyal dan aliran darah. Setelah beberapa tahun penelitian, tim peneliti dapat mengembangkan formula matematis yang menemukan hubungan antara bentuk tertentu dari gambar dengan voxel MRI. Saat penelitian berlangsung, Kaku dapat melihat apa yang sedang dilihat oleh subyek maupun gambar yang sedang dipikirkan subyek, yang ditampilkan dalam bentuk video. Namun demikian tampilan video untuk benda atau gambar yang hanya dipikirkan tidak sejelas benda yang dilihat dalam bentuk film. Mungkin karena pikiran kita tidak pernah mengingat bentuk suatu benda sampai rinci, hanya garis besarnya saja.

Penelitian lain menggunakan ECOG (electrocorticogram) scan membuahkan hasil yang lebih akurat, karena alat dipasang langsung di atas otak melalui pembedahan, sehingga sinyal langsung direkam dari otak dan tidak melalui tengkorak, berupa 64 elektroda 8x8 grid. Ketika pasien mendengar kata-kata,  sinyal dari otak melewati  elektroda dan dicatat, hingga terbentuk kamus yang mencocokkan antara kata dengan sinyal yang terpancar dari otak. Nanti, jika suatu kata diucapkan, seseorang dapat melihat pola sinyal yang sama. Hubungan ini  berarti apabila seseorang memikirkan suatu kata, komputer dapat menangkap karakteristik sinyal dan mengidentifikasinya. Hal ini berarti adalah mungkin untuk melakukan percakapan secara telepati. Penemuan ini juga dapat membantu pasien stroke yang lumpuh total untuk berbicara melalui synthesizer suara yang dapat mengenali pola otak dari kata-kata individu dengan menggunakan teknik otak-ke-komputer.

Tuesday, February 12, 2019

Jawaban Singkat atas Pertanyaan Besar



Judul               :   Jawaban Singkat atas Pertanyaan Besar
Pengarang      :   Stephen Hawking
Penerjemah    :   Haz Algebra
Penerbit           :   Global Indo Kreatif
Tebal               :   161 halaman
Tahun              :   2018, Desember


Pertanyaan-pertanyaan besar selalu menarik dan selama ribuan tahun menjadi ranah agama, karena merupakan misteri bagi manusia, namun bersifat eksistensial. Kini, satu demi satu misteri tersebut disingkapkan oleh ilmu pengetahuan, meskipun masih sulit untuk diterima oleh masyarakat, yang pada umumnya terus menerus terpapar doktrin agama seumur hidupnya.

Salah satu ilmuwan yang tertarik untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan besar tersebut adalah Stephen Hawking. Sampai menjelang akhir hidupnya, Hawking selalu mendapat pertanyaan-pertanyaan tersebut dari berbagai pihak dan ia berusaha menjawab pertanyaan tersebut dengan berdasarkan ilmu yang dimilikinya, sehingga buku ini sangat menarik karena mencoba menjawab pertanyaan antara lain: Apakah Tuhan ada? Bagaimana segalanya bermula?  Apakah ada kehidupan cerdas lain di alam semesta? Ada apa di dalam lubang hitam? Haruskah kita mengkonolisasi ruang angkasa? Akankah intelejensia artifisial mengungguli kita?

Terdapat 11 pertanyaan dalam buku ini, yang dijawab dengan uraian singkat dan sederhana. Misalnya menjawab pertanyaan tentang keberadaan Tuhan – apakah penciptaan alam semesta memerlukan Tuhan, yang menurut Hawking dapat muncul dari ketiadaan. Mula-mula penulis menjelaskan bahwa hukum fisika menuntut keberadaan sesuatu yang bersifat negatif. Hal itu diuraikan dengan memberikan analogi tentang seseorang yang membangun sebuah bukit dengan mengeruk tanah di dekatnya sehingga tanah tersebut berlubang, yang disini merupakan versi negatifnya, sehingga semuanya berimbang. Hukum alam menyatakan bahwa energi positif dan negatif harus selalu sama sehingga menuju nol. Saat ini, ruang merupakan energi negatif yang sangat besar, sedangkan massa dan energi merupakan energi positif. Selanjutnya menjelaskan mengenai munculnya Big Bang, penulis menguraikan bahwa berdasarkan hukum mekanika kuantum, partikel seperti proton dapat muncul secara acak, bertahan sebentar, menghilang, kemudian muncul lagi di tempat lain. Sementara itu diketahui bahwa alam semesta pernah sangat kecil sebelum terjadi Big Bang. Hukum-hukum alam dalam sains menjelaskan bahwa Big Bang dapat terjadi dengan sendirinya tanpa bantuan apapun. Setelah terjadi Big Bang, barulah muncul yang namanya waktu dan ruang. Sebelum Big Bang tidak ada yang namanya waktu, sehingga tidak ada waktu bagi Tuhan untuk membuat alam semesta.

Pertanyaan mengenai asal mula alam semesta dijelaskan dengan uraian mengenai penelitian-penelitian yang telah dilakukan sampai saat ini untuk mengetahui apa yang terjadi pada saat permulaan terciptanya alam semesta. Catatan mengenai alam semesta ketika masih sangat muda tercermin pada latar belakang gelombang mikro yang ditemukan oleh Arno Penzias dan Robert Wilson. Pada awal sejarahnya alam semesta (setelah terjadi Big Bang)mengalami periode ekspansi yang sangat cepat- yang disebut inflasi – dengan perbedaan antara arah yang berbeda 1 berbanding 100.000. Seharusnya tidak terdapat perbedaan pada setiap arah, namun perbedaan itu berasal dari fluktuasi kuantum selama periode inflasi, sebagai konsekuensi dari Prinsip Ketidakpastian. Fluktuasi ini merupakan benih untuk struktur alam semesta yaitu galaksi, bintang, dan kita. Teori ini, yang dinyatakan Hawking pada tahun 1982, terbukti pada tahun 1993 dengan ditemukannya gelombang mikro (the microwave sky) oleh satelit COBE. Hal ini ditegaskan pada tahun 2003 oleh satelit WMAP yang menampilkan peta suhu langit gelombang mikro kosmik, gambar alam semesta pada seperseratus dari usianya sekarang. Ketidakberaturan menunjukkan bahwa beberapa wilayah memiliki kepadatan lebih tinggi, dan gravitasi ekstra memperlambat perluasan wilayah itu dan akhirnya runtuh untuk membentuk galaksi dan bintang. Kita adalah produk dari fluktuasi kuantum di alam semesta awal. Selanjutnya satelit Planck yang menggantikan WMAP dapat mendeteksi jejak gelombang gravitasi yang diprediksi inflasi dengan lebih presisi. Alam semesta tercipta dari ketidakpastian.

Mengenai masa depan manusia di bumi, Hawking menegaskan bahwa manusia harus mulai dari sekarang membuat rencana untuk membuat koloni di planet-planet lain, misalnya Bulan dan Mars, karena dalam beberapa ratus tahun mendatang bumi akan terlalu kecil dan tidak stabil untuk semua umat manusia. Ia mengingatkan bahwa kehidupan di alam semesta adalah keras; bintang-bintang yang mati meledak dan mematikan planet di sekelilingnya, asteroid menabrak planet dan mematikan kehidupan di dalamnya, sebagaimana bumi pada 66 juta tahun yang lalu, sehingga jika tidak ingin punah maka manusia harus meninggalkan bumi, membuat koloni di tempat lain, dan dalam jangka panjang melakukan perjalanan antar bintang, misalnya ke galaksi terdekat. Perkembangan teknologi dalam biologi diprediksi akan memungkinkan manusia memiliki keunggulan fisik dan mental serta kecerdasan untuk melakukan hal-hal tersebut, karena manusia tidak lagi harus menunggu perubahan secara evolusi yang memerlukan waktu ratusan ribu tahun. Hawking bahkan membuat rencana: membuat pangkalan di Bulan dalam 30 tahun mendatang, Mars dalam 50 tahun, dan planet terluar dalam 200 tahun. Manfaat lain dari adanya rencana ke luar angkasa adalah mempercepat kemajuan teknologi.

Masih banyak hal menarik yang diuraikan Hawking dalam buku ini, termasuk sedikit riwayat hidupnya yang luar biasa, meskipun sebenarnya jawaban rinci dari pertanyaan besar yang diuraikan dalam buku ini pernah ditulis Hawking dalam buku-bukunya yang lain maupun oleh ilmuwan lainnya. Namun uraian yang relatif singkat dan sederhana terhadap banyak hal dalam satu buku baru terdapat disini. Selain itu, pembaca dapat pula mengetahui sedikit kehidupan Hawking, yang meskipun menyandang penyakit cukup parah dan divonis berumur pendek namun tetap bekerja dengan penuh semangat sampai akhir hidupnya pada usia 76 tahun.  Rasa ingin tahunya yang besar, yang mendorongnya untuk mempelajari fisika guna menjawab pertanyaan-pertanyaan fundamental berdasarkan ilmu pengetahuan, serta kepercayaan diri dan optimisme-nya akan kemampuan manusia dalam mengatasi masalah serta menghadapi masa depan, membuat buku ini seharusnya dibaca banyak orang disini, yang sebagian besar tidak punya cukup rasa ingin tahu.


Tuesday, August 28, 2018

Homo Deus





Judul                     :   Homo Deus – A Brief History of Tomorrow
Pengarang          :    Yuval Noah Harari
Penerbit              :    Vintage, UK
Tebal                     :   513 halaman
Tahun                   :   2017






Sebagaimana sedang kita alami saat ini, dunia mengalami perubahan yang  sangat cepat  karena  pesatnya   kemajuan sains dan teknologi, sehingga banyak orang tidak mampu lagi mengikuti perkembangannya. Bahkan  sejumlah   ilmuwan   mengungkapkan  kekhawatiran   akan ketidakmampuan manusia melawan kekuasaan artificial intelligence di masa depan.

Melalui Homodeus, Harari mencoba untuk melihat arah yang akan dituju manusia di masa depan, dengan berdasarkan pada sejarah di masa lalu dan perkembangan ilmu pengetahuan di saat ini. Pokok yang hendak disampaikan oleh penulis adalah, tujuan manusia atau homo sapiens di masa mendatang ialah untuk meraih imortalitas dan kesempurnaan.. Hal tersebut dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu secara organik, misalnya dengan modifikasi DNA sehingga sangat cerdas dan selalu muda; menggabungkan mesin dengan tubuh, misalnya pemasangan implan yang meningkatkan kemampuan penglihatan, dan penggunaan mesin sebagai kepanjangan dari fungsi tubuh, misalnya melakukan operasi dari jarak jauh. Hal-hal tersebut, ditambah penggunaan robot dan artificial  intelligence yang menggantikan jutaan pekerja, akan memperlebar kesenjangan antara elit dengan massa lebih daripada masa-masa sebelumnya, sehingga muncul superhuman dan useless society.   Perubahan yang dibawa oleh teknologi ini merupakan tantangan bagi aliran humanisme, yang selama ini mendasari tercapainya peningkatan kesejahteraan manusia di seluruh dunia.

Pembahasan dibagi dalam tiga bagian.
Bagian pertama mencoba menjawab pertanyaan mengapa homo sapiens (manusia) dapat menguasai dan mengubah dunia dan apakah hal tersebut karena homo sapiens mempunyai keistimewaan yaitu memiliki jiwa. Berdasarkan sejarah, homo sapiens ketika masih menjadi pemburu peramu memandang dan memperlakukan hewan hampir sebagai makhluk yang setara, karena kehidupan mereka tergantung pada kemurahan alam. Namun munculnya kemampuan bertani atau revolusi pertanian mengubah hubungan tersebut, karena homo sapiens telah mampu mengendalikan pertumbuhan tanaman dan menjinakkan binatang untuk kepentingannya. Seiring dengan itu animisme digantikan oleh agama yang bersifat vertikal: homo sapiens memuja dewa-dewa atau Tuhan agar hasil pertanian melimpah dan  agama digunakan untuk mensahkan eksploitasi hewan guna kepentingan homo sapiens. Namun ketika perkembangan ilmu pengetahuan memungkinkan homo sapiens memproduksi hasil pertanian dan peternakan secara lebih efisien, pemujaan kepada dewa dewa atau Tuhan tidak lagi diperlukan. Homo sapiens menjadi tuhan bagi dirinya sendiri.  
Mengapa homo sapiens dapat menguasai dan mengubah dunia? Apa yang membedakannya dari hewan? Apakah jiwa, sebagaimana masih dipercaya sebagian besar manusia? Ilmu pengetahuan tidak dapat membuktikan adanya jiwa, tulis Harari. Homo sapiens dapat menaklukkan dunia karena ia memiliki kemampuan untuk bekerja sama dalam jumlah besar secara fleksibel, tidak seperti semut yang kemampuan kerjasamanya terbatas oleh instink. Hal yang mendasari kerjasama itu adalah imajinasi atau fiksi yang dipercaya bersama (inter subjective level) sebagai sesuatu yang nyata, yaitu agama, dewa atau tuhan, uang, korporasi, bangsa atau negara. Namun disini tampaknya penulis tidak membedakan fiksi murni dan fiksi, imajinasi atau kepercayaan yang harus didasari fakta tertentu. Agama atau dewa dapat diciptakan atau diimajinasikan sesuai kehendak pengikutnya tanpa berdasarkan fakta apapun, namun uang, korporasi dan bangsa harus didasari oleh fakta atau realitas tertentu untuk dapat dipercaya sebagai alat pembayaran, entitas usaha, dan bangsa, yaitu kekayaan yang dimiliki penerbit uang, aktivitas dan kemampuan ekonomi, sekelompok orang yang memiliki kepentingan atau tujuan bersama.

Bagian kedua menguraikan ideologi yang memungkinkan homo sapiens mencapai kemajuan sebagaimana saat ini. Menurut Harari, fiksi, yaitu agama, uang, korporasi dan negara, memiliki kemampuan untuk memaksa mayoritas tunduk, sehingga semua aktivitas dapat berjalan secara efisien. Efisiensi dicapai melalui algoritma, yaitu serangkaian tahapan tertentu yang harus dilakukan untuk setiap kegiatan.
Dalam perkembangannya, muncul konflik antara agama - yang berkepentingan dengan terpeliharanya keteraturan sosial melalui pengaturan moralitasnya - dengan ilmu pengetahuan, yang mementingkan kekuatan, yaitu kemampuan untuk memperbaiki kondisi manusia dan menaklukkan alam. Kekuatan ilmu pengetahuan membawa modernitas, yang memaksa seluruh homo sapiens tunduk pada system jika ingin hidup layak, antara lain dengan mengikuti pendidikan, tunduk pada hukum, dan seterusnya. Modernisme dibangun oleh kapitalisme, yang berjalan berdasarkan invisible hand and tidak peduli. Namun kapitalisme murni menuntut pertumbuhan terus menerus dan cenderung mendorong keserakahan, sementara dunia memerlukan kerjasama, sehingga muncul Humanisme.

Uraian tentang Humanisme cukup mendalam. Humanisme didasari oleh prinsip pengakuan atas individualisme,  kebebasan berekspresi, kepercayaan bahwa manusia memiliki kemampuan untuk menentukan yang baik bagi dirinya maupun masyarakat tanpa bersandar pada perintah Tuhan atau agama, dan bahwa kemajuan dan kesejahteraan manusia dapat diperoleh dengan kerja sama, ilmu pengetahuan, dan partisipasi aktif setiap orang untuk kebaikan. Pandangan humanisme mendasari draft konvensi hak asasi manusia yang diratifikasi 130 negara anggota PBB tahun 1947.
Dominasi humanisme terutama sejak berakhirnya Perang Dunia II membuat negara-negara di dunia memperbaiki kondisi rakyatnya dengan program-program pertanian, kesehatan, dan pendidikan, sehingga taraf hidup jauh meningkat. 
Humanisme tidak selalu sejalan dengan agama, yang meminta ketundukan total, namun meningkatnya radikalisme serta jumlah pemeluk agama tersebut tidak dianggap penting oleh penulis, dengan pertimbangan bahwa mereka tidak mengerti sains dan teknologi, miskin dan terbelakang, sementara dunia masa depan akan dibentuk dan diubah oleh segelintir elit yang menguasai teknologi tersebut. Mungkin benar, tetapi jika segelintir militant dari mereka dapat merampas sistem teknologi tinggi, maka kerusakan yang ditimbulkan akan lebih berbahaya. Sebagai liberal Harari juga tidak memperhitungkan bahaya dari meningkatnya jumlah imigran atau penduduk beraliran radikal pada negara-negara sekuler, yang dapat mengubah ideologi Humanisme menjadi teokrasi, apakah kemajuan teknologi dapat membuat mereka tidak berdaya, atau sebaliknya dapat menguasai negara-negara yang mereka tumpangi.

Bagian ketiga menguraikan efek dari kemajuan teknologi yang demikian pesat pada mayoritas homo sapiens.
Revolusi humanisme mendorong munculnya sifat-sifat baik homo sapiens, yaitu kebebasan individu, kerja sama, perhatian pada perasaan. Humanisme mendorong negara menyelenggarakan pendidikan massal, vaksinasi, pemeliharaan kesehatan, karena negara memerlukan pekerja dan tentara untuk memajukan negara. Hal ini mendorong meningkatnya kesejahteraan rakyat miskin pada abad 20.  Namun hal ini belum tentu terjadi pada abad 21, karena pada masa mendatang robot dan mesin-mesin dapat melakukan jauh lebih baik dan murah hal-hal yang selama ini dilakukan oleh manusia, misalnya mobil tanpa pengemudi akan menghilangkan kebutuhan akan jutaan pekerja transportasi, drone dan pesawat tanpa awak akan mengurangi jumlah tentara secara signifikan. Hilangnya pekerjaan-pekerjaan tersebut tidak akan dapat diimbangi dengan kemampuan pekerja untuk selalu belajar hal-hal baru, sehingga akan muncul segolongan pekerja yang tidak dapat dipekerjakan atau useless society. Sementara itu segolongan kecil elit menguasai mayoritas alat produksi, kekuasaan, dan kecerdasan serta fisik yang lebih baik. Perubahan ini dapat mengubah ideologi yang dianut homo sapiens. Humanisme memandang semua manusia sama dan memberi penghargaan terhadap hidup dan kontribusi yang diberikan setiap warga. Jika artificial intelligence telah demikian cerdas sehingga kontribusi manusia tidak diperlukan lagi karena kualitasnya di bawah AI, apakah humanisme akan tetap dianut? Apakah kaum elit tidak akan lebih mementingkan peningkatan performa kaumnya sendiri dan tidak mempedulikan lagi massa yang miskin atau tidak beruntung karena mereka tidak lagi diperlukan oleh negara? Hal ini terutama untuk negara-negara miskin berpenduduk ratusan juta atau miliar yang harus berkompetisi dengan negara-negara maju, mengingat biaya pendidikan dan kesehatan ratusan juta penduduk sangat besar.

Konsekuensi dari uraian mengenai perkembangan teknologi di masa depan terhadap homo sapiens mengingatkan pada novel Brave New World, dimana manusia direproduksi oleh mesin, dan segolongan elit superior merencanakan jumlah dan tingkat kecerdasan serta kondisi fisik untuk masing-masing kelas yang akan mengisi pekerjaan-pekerjaan yang diperlukan. Manusia kembali dikuasai oleh segelintir elit yang kini merupakan superhuman hasil rekayasa biologi.

Alternatif lainnya adalah manusia terserap dalam Internet of All Things dan kehilangan arti. Humanisme yang mengutamakan perasaan, kebebasan, privacy, dan individualisme, di era Internet dan digitalisasi berubah menjadi Dataisme seiring dengan melimpahnya data dan informasi. Sebagaimana ekonomi liberal yang menekankan pentingnya informasi dan pergerakan barang secara bebas untuk kemajuan ekonomi, Dataisme berpendapat bahwa kemajuan akan berjalan secara optimal jika terdapat kemudahan akses terhadap informasi. Semakin banyak data yang terhubung dalam internet yang dapat diakses secara bebas, semakin bermanfaat bagi manusia. Sebagai contoh, adanya informasi mengenai kendaraan yang tidak dipakai seseorang pada jam-jam tertentu dapat meningkatkan efisiensi karena di luar jam tersebut kendaraannya dapat digunakan oleh orang lain. Semakin pentingnya data dalam internet mendorong orang untuk berpartisipasi dengan membagikan informasi dan pengalaman pribadinya, sehingga berlawanan dengan humanisme yang menekankan privacy, penganut Dataisme merasa tidak berarti jika tidak membagikan informasi dan pengalamannya dalam internet.

Tujuan dari Dataisme adalah menggabungkan seluruh data dan informasi di dunia untuk diolah dalam internet guna memaksimalkan penggunaannya. Saat ini sistem tersebut masih memerlukan data dari manusia. Namun terdapat kemungkinan bahwa suatu hari nanti sistem tersebut menjadi demikian maju sehingga tidak lagi memerlukan data dari manusia dan berjalan sendiri. Pada saat itu maka manusia hanya akan menjadi chip atau komponen tak berarti dari Internet of All Things. 
Kesimpulan ini diperoleh Harari setelah melihat cara bekerja sistem informasi di internet. Sistem algoritma Google dibuat oleh sebuah tim besar yang masing-masing mengerjakan bagiannya sendiri. Setelah itu sistem berjalan sendiri namun masing-masing tim tidak tahu persis keterkaitan maupun hasil akhirnya karena sistem tersebut akhirnya demikian kompleks. Kecanggihan sistem dalam menghasilkan informasi juga dapat terlihat dari lengkapnya informasi yang dimiliki perusahaan-perusahaan financial technology yang menggabungkan semua data (data supplier, buyer, penjualan, dll), yang mampu menghasilkan informasi sangat rinci hingga jam terjadinya penjualan tertinggi, wilayah penjualan terbanyak, dan lain-lain secara otomatis.

Telah banyak buku yang mencoba menguraikan kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi di masa depan berdasarkan perkembangan teknologi saat ini.  Michiio Kaku menulis beberapa buku berdasarkan wawancara dengan puluhan ilmuwan yang sedang melakukan riset. Dalam The Future of the Mind, ia menceritakan bahwa para ilmuwan sedang melakukan penelitian untuk mencatat mimpi, memindahkan pikiran ke dalam komputer, komunikasi melalui sejenis telepati, dan sebagainya.
Homodeus melangkah lebih jauh, yaitu mencoba membayangkan perubahan ideologi atau struktur masyarakat yang akan terjadi di masa depan sejalan dengan adanya perubahan teknologi.
Sebagian berpendapat, bahwa setiap terjadi revolusi teknologi manusia selalu merasa khawatir akan  hilangnya banyak pekerjaan dan meningkatnya pengangguran, namun kekhawatiran tersebut tidak pernah menjadi kenyataan, karena selalu ada pekerjaan-pekerjaan baru. Apakah perubahan yang terjadi saat ini tidak sama saja sehingga tidak perlu dikhawatirkan?  Namun banyak contoh dalam buku ini yang menunjukkan bahwa AI dapat bekerja jauh lebih baik dari manusia dalam banyak bidang, sehingga pada akhirnya kelebihan yang dimiliki manusia hanyalah perasaan. Kita juga dapat melihat hal-hal yang sedang terjadi pada saat ini: penutupan cabang-cabang bank dan pengurangan karyawan karena digitalisasi, toko-toko tanpa kasir, mobil tanpa pengemudi, diagnosa oleh AI yang lebih akurat dari dokter berpengalaman, drone yang sukses membunuhi para teroris. Apabila prediksi kemajuan teknologi terasa berlebihan, masa lalu mungkin perlu diingat. Dua puluh lima tahun yang lalu ponsel berukuran sebesar handy talky dan harganya seperlima sedan mahal, sedang kemampuannya hanya untuk menelpon. Saat ini seorang tukang kebun pun memiliki ponsel saku yang bisa digunakan untuk internet, foto, video, dan lain-lain. Siapa yang bisa meramalkan masa depan?

Homodeus jauh lebih menarik dari Sapiens, buku Harari sebelumnya. Namun untuk menyimpulkan apa yang hendak disampaikannya pembaca harus membaca dengan teliti, karena cara pembahasan yang meluas sehingga pokok yang hendak disampaikan tidak tertulis secara tegas.  Secara keseluruhan buku ini dapat meningkatkan kesadaran pembaca bahwa perubahan semakin cepat, sehingga kita tidak dapat mengabaikannya begitu saja jika tidak ingin menjadi korban perubahan.

Buku ini telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, begitu pula Sapiens, buku pertama Harari.