Friday, November 16, 2018

Kelana



Judul                   :   Kelana – Perjalanan Darat dari Indonesia ke Afrika
Pengarang           :  Famega
Penerbit              :   KPG
Tebal                   :   250 halaman
Tahun                  :   2018, Juli


 Saat ini sudah banyak buku perjalanan ditulis oleh traveler Indonesia yang bepergian ke berbagai belahan dunia, namun sebagian besar perjalanan tersebut dilakukan melalui udara, atau jika pun melalui darat, masih dalam satu benua, seperti Trinity dan Jasmine yang mengelilingi Amerika Latin.  Famega, yang menulis buku ini melakukan perjalanan sendirian hanya melalui darat dan laut, dengan moda transportasi kapal, kereta api dan bus umum.


Penulis memulai perjalanannya dari pelabuhan Dumai, Riau dengan menyeberang ke Malaka menggunakan kapal ferry. Saya baru tahu bahwa kita dapat menyeberang ke Malaysia melalui Riau. Sebagian besar dari kita mungkin juga hanya mengetahui bahwa penyeberangan ke negara lain hanya dari Batam ke Singapore.  Selanjutnya dari Malaka Famega meneruskan perjalanan dengan bus dan kereta ke Bangkok, Hanoi, Vientine, dan Beijing. Dari Beijing ia ke Mongolia menggunakan kereta trans Mongolia, selanjutnya ke Rusia dengan kereta trans Siberia menuju Eropa Timur, mengunjungi Praha, Bulgaria, dan selanjutnya ke Spanyol dan Maroko.


Banyak hal menarik yang diuraikan Famega dalam buku ini. Misalnya kebaikan penumpang kereta ekonomi Cina yang bergantian memberinya tempat duduk dan makanan selama 24 jam - meskipun ia tidak paham Bahasa Cina dan mereka tidak bisa Bahasa Inggris - karena ia penumpang kereta berdiri. Mega kehabisan karcis kereta lainnya sehingga ia terpaksa membeli karcis kereta berdiri karena  mengejar waktu agar tiba di Rusia sesuai dengan tanggal visa yang diperolehnya.


Bagian pertama buku tidak banyak menceritakan tentang interaksinya dengan penduduk lokal, karena perjalanan dari Malaka ke China dilakukan non-stop, sedangkan dari Cina ke Mongolia dan Rusia terkendala oleh keterbatasan bahasa, sehingga tidak banyak terdapat percakapan dengan penduduk lokal atau orang lain yang ditemuinya, meskipun di Mongolia ia sempat mengikuti tour beberapa hari dengan beberapa turis Barat.  Baru setelah di Eropa Timur dan seterusnya terdapat kisah tentang penduduk lokal.
Selain menginap di hostel, Famega tinggal di rumah-rumah penduduk lokal dengan bantuan couchsurfing, aplikasi yang memungkinkan seorang pelancong menghubungi penduduk kota yang akan dikunjungi sebelum ia tiba dan menginap gratis di rumahnya. Melalui cara ini ia mendapatkan teman-teman baru yang mengajaknya berkeliling kota-kota yang dikunjungi. Disamping couchsurfing, penulis mengenal penduduk lokal melalui hitchhiking, atau menumpang mobil secara gratis, yang merupakan hal baru baginya.


Perjalanan sendirian melalui darat dengan kendaraan umum kereta api dan bus mengingatkan saya pada Paul Therox, yang selalu melakukan perjalanan melalui darat sendirian. Namun Famega telah mendapat banyak kemudahan dengan adanya internet beserta segala aplikasi di dalamnya. Disamping itu Famega tidak mencatat setiap dialog atau keadaan alam dengan rinci maupun bertemu orang-orang berpengaruh di daerah yang dikunjunginya sebagaimana Theroux, yang memiliki pengamatan sangat tajam terhadap hal-hal yang ditemuinya. Mungkin karena tujuan Theroux bepergian adalah memang untuk menulis buku, sedangkan tujuan Famega tidak sejauh itu, sehingga bukunya lebih merupakan catatan harian selama perjalanan. Meskipun demikian, buku ini cukup menarik, karena memberikan informasi bahwa sebagai bangsa Indonesia yang kemana-mana harus mengurus visa terlebih dulu dengan banyak persyaratan, seseorang tetap dapat bepergian ke tiga benua dalam waktu lama – asalkan bersedia mempersiapkan empat visa terlebih dulu dengan segala urusannya. Selain itu, buku ini juga memberi pengetahuan kepada perempuan muda lainnya, bahwa adalah cukup aman bagi seorang perempuan untuk pergi kemana pun sendirian pada zaman ini melalui jalan darat. 


Pelajaran yang didapat oleh penulis – dan  pembaca – adalah bahwa selama kita cukup berhati-hati dan berani, banyak orang baik yang akan bersedia membantu, dan di balik perbedaan ras dan iklim, pada dasarnya masih banyak orang baik di bumi ini.

Sayangnya ukuran buku ini sangat kecil, covernya kurang menarik, dan gambar peta yang menunjukkan rute perjalanan Famega berwarna, sehingga membuatnya tidak jelas dibaca, demikian pula beberapa foto yang terdapat di dalamnya kurang tajam, padahal harga buku ini cukup mahal. Mungkin karena biaya percetakan sekarang semakin tinggi?