Sunday, November 01, 2020

Islamisme Ala Kaum Muda Kampus


Judul        :  Islamisme Ala Kaum Muda Kampus -
                    Dinamika Aktivisme Mahasiswa Islam di UGM dan UI   Pengarang:  Mohammad Zaki Arrobi
Penerbit    :  Gadjah Mada Univ Press
Tebal        :  166 hal
Tahun       :  2020






Judul         :  Strategi Marketing Ideologi Islam Transnasional - 
                    Melacak Akar Pergerakan Mahasiswa Generasi Y 
                    dan Z di Yogya                           
Pengarang:  Muhammad Ridho Agung
Penerbit    :  UIN Sunan Kalijaga
Tebal        :  254 hal
Tahun       :  2019, April

Sebuah survey oleh Varkey Foundation pada tahun 2017 terhadap generasi Z global menyebutkan, bahwa generasi Z Indonesia menduduki peringkat teratas (98%) dalam komitmen terhadap agama sebagai salah satu faktor penting kebahagiaan. Sementara itu tempat berikut diduduki oleh Nigeria (86%) dan Turki (71%), sedangkan Jepang (9%) menduduki tempat terendah disusul oleh Prancis (18%), Jerman (21%), dan Inggris serta Korsel (25%), dan AS menduduki peringkat ke delapan (54%).
Generasi Y atau millenial (kelahiran 1980-1994) dan Z (kelahiran 1995-2015) merupakan generasi yang menjadi mahasiswa setelah masa reformasi, dimana pengaruh Islam radikal semakin kuat mencengkeram kampus-kampus Indonesia setelah runtuhnya rezim Orde Baru.

Kedua buku yang ditulis oleh Zaki dan Ridho ini merupakan hasil penelitian atas penyebaran Islam garis keras yaitu aliran Wahabi (Salafi), Tarbiyah (Ikhwanul Muslimin), dan HTI (dilarang tahun 2017) di kampus-kampus, khususnya UGM, UI dan UIN sejak awal tahun 1980-an sampai dengan 2017, yang selama ini tampaknya diabaikan oleh Pemerintah, sehingga kampus-kampus sekuler tersebut dibiarkan  menjadi tempat persemaian Islam garis keras tanpa terkendali bahkan hingga ke para pengajarnya.  
Ketiga aliran Islam di atas berbeda-beda caranya, namun semuanya memiliki tujuan tunggal, yaitu mendirikan Daulah Islamiyah atau negara Islam di Indonesia, dan anti Pancasila.Salafi Wahabi berkiblat pada penerapan Islam seperti di Saudi dan anti Pancasila secara diam-diam, Tarbiyah menyusun kekuatan melalui partai PKS, dan HTI secara terang-terangan menyatakan anti Pancasila dan berniat mendirikan khilafah.

Sebagai pengantar, Islamisme ala Kaum Muda Kampus membahas sejarah gerakan mahasiswa sejak tahun 1920, yang dibagi dalam empat periode, yaitu antara 1920-1965, 1966-1973, 1974-1980, 1980-1990, dan setelah 1990, yaitu masa gerakan keagamaan mulai mengarah ke politik.
Menurut Zaki, meningkatnya gerakan keagamaan pada tahun 1980-an merupakan kompensasi dari ditindasnya gerakan mahasiswa oleh rezim Orde Baru melalui normalisasi kehidupan kampus (NKK BKK) dan dikooptasinya beragam organisasi kemahasiswaan Islam seperti HMI, GMNI, GMII dan sejenisnya oleh KNPI. Selanjutnya pada tahun 1980-an, gerakan Islamisme mendapat kesempatan karena Orde Baru tidak menghabisi semua kekuatan politik Islam dan melakukan sekularisasi umat Islam, tetapi mendukung Islam yang bersifat spiritualistik dan moralistis (hal 33). Hal ini dimanfaatkan oleh gerakan dakwah kaum Islamis untuk menyusupi kampus dengan bertamengkan dakwah untuk kesalehan individu melalui gerakan Tarbiyah ala Ikhwanul Muslimin. Setelah reformasi, mereka mendirikan Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) pada Maret 1998 dan PKS pada Agustus 1998. Selanjutnya setelah runtuhnya Orde Baru gerakan mahasiswa Islam lama ditinggalkan karena kurang mampu merumuskan arah gerakan yang baru sehinggal posisi mereka segera diambilaih oleh gerakan mahasiswa Islam radikal.
 
Zaki menguraikan secara rinci kegiatan dan politik yang dilakukan oleh organisasi mahasiswa Islamis (Tarbiyah, Wahabi Salafi dan HTI) terhadap organisasi mahasiswa Islam lainnya. dalam merebut pengikut dan menanamkan pengaruh pada para mahasiswa UGM dan UI. Mereka menanamkan pengaruh melalui organisasi intra kampus (Lembaga Dakwah Kampus/LDK dan Tarbiyah) yang berada di bawah KAMMI dan melalui organisasi ekstra kampus, antara lain melalui kegiatan kajian agama secara intensif dalam kelompok-kelompok kecil untuk menanamkan doktrin, perekrutan kader, serta kajian-kajian umum. KAMMI merupakan organisasi untuk menyiapkan kader PKS di masa depan. Selanjutnya terdapat Forum Silahturami Mahasiswa Muslim (Foramil) yang didirikan Tarbiyah untuk menandingi KAMMI. Sementara itu di UI aktivis Tarbiyah menangani isu Palestina, hijab, dan RUU produk halal, HTI membahas politik Islam, hijab, anti Barat dan pembentukan khilafah, sedang Wahabi Salafi di UGM maupun UI mengajukan pemurnian Islam, akidah, anti Syiah dan Ahmadiyah. Organisasi yang mereka dirikan diarahkan sedemikan rupa untuk merebut kursi ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), sehingga sejak tahun 1998 sampai dengan 2013 semua ketua BEM di UGM berasal dari mereka. Dengan menguasai kampus mereka lebih mudah menyusupkan ideologi Islami dalam kegiatan-kegiatan kampus seperti penerimaan mahasiswa baru, yang digunakan untuk merekrut kader, memaksakan kegiatan agama yang bersifat wajib kepada semua mahasiswa, dan seterusnya. 
Berbeda dari organisasi Islam lama, sIfat dari organisasi mahasiswa Islamis ialah kecenderungan untuk berdakwah secara aktif mendesakkan keislaman mereka kepada kelompok muslim yang lain, dengan Tarbiyah sebagai Islamis yang dominan di UGM maupun UI.   

Kesuksesan gerakan Islamisme menguasai kampus menurut Ridho dapat dijelaskan melalui teori pemasaran, yang menyatakan bahwa strategi pemasaran dapat dilakukan melalui marketing mix, yang terdiri dari product, price, place, promotion, people, physical evidence, dan process.  Hal ini juga menjelaskan mengapa organisasi mahasiswa lokal lama seperti HMI, GMNI, bahkan NU dan Muhammadiyah maupun organisasi lokal lainnya sulit bersaing dengan mereka, karena tidak didukung sumber daya yang cukup untuk pemasaran. 
Namun demikian Islamisme tidak begitu menarik bagi mahasiswa yang pernah belajar di pesantren atau dari universitas Islam seperti UIN, karena mereka telah memahami Islam yang berbeda, yang lebih toleran dan sesuai dengan budaya lokal, sedangkan mahasiswa yang berasal dari sekolah umum dan belajar teknis di UGM atau UI sangat tertarik belajar agama namun tidak memiliki cukup pemahaman sebelumnya sehingga mudah diindoktrinasi oleh kaum Islamis.

Produk
Produk yang ditawarkan kaum Islamis ialah Islam aliran Wahabi Salafi, Tarbiyah, dan HTI. Aliran ini mudah dipahami khususnya oleh mahasiswa jurusan Teknik, karena cenderung bersifat hitam putih dan tegas. Gambetta dan Hertog dalam buku Para Perancang Jihad menjelaskan, bahwa mahasiswa teknik memiliki karakter terentu yang mebuat mereka mudah menerima aliran radikal, sehingga banyak teroris Islam berlatar belakang teknik.
Price
Arab Saudi sebagai sponsor gerakan ini memiliki banyak dana untuk menduung kegiatan penyebaran Wahabi Salafi. Mereka menyediakan secara gratis makanan untuk kegiatan kajian, buku-buku, bahkan kos-kosan atau asrama di sekitar kampus, hingga biaya tes bahasa Arab dan bea siswa ke Arab Saudi.
Place
Kaum Islamis dengan bantuan biaya dari Saudi membangun belasan mesjid di sekitar kampus untuk kegiatan kajian-kajian Islamisme dan ceramah, serta mendirikan beberapa pesantren di sekitar kampus yang tidak saja mempengaruhi pandangan keagamaan para mahasiswa namun juga masyarakat di sekitarnya.Mereka juga menggunakan asrama dan kontrakan para mahasiswa sebagai tempat untuk menyebarkan ajaran serta menerapkan gaya hidup Islamis.
Promotion
Ideologi Islamis disebarkan melalui radio, sembilan situs web yang menjangkau ratusan ribu pembaca, media sosial, pamflet, mesjid-mesjid dan para agen/kader yang menyusup melalui pelajaran agama Islam yang wajib diikuti semua mahasiswa baru, yaitu Asistensi Agama Islam (AAI) selama tahun 2012-2017. Pelajaran agama Islam melalui AAI oleh agen Islamis digunakan untuk menyusupkan pemikiran radikal dari Sayd Qutb dan sejenisnya. AAI dihentikan oleh UGM sejak 2017, namun khusus fakultas teknik tetap dilanjutkan karena mereka mengajukan banding dan Islamisme paling sukses di fakultas teknik. 

People
Kaum Islamis memiliki kader-kader yang berada di kampus maupun di luar kampus yang menjadi contoh sebagai warga teladan yang berceramah di mesjid-mesjid dan bekerja di pemerintahan.Mereka bertugas mempengaruhi mahasiwa dan masyarakat untuk mengikuti ajaran Islamisme.
Physical Evidence
Mereka memiliki kantor dan yayasan untuk mendukung gerakan mereka.
Proses
Mereka menawarkan beasiswa untuk para mahasiswa melanjutkan studi di universitas-universitas Arab Saudi dan Timur Tengah, sebagai kader-kader yang kelak akan disusupkan di pemerintahan, kampus-kampus, dan masyarakat untuk menanamkan ideologi mereka dan mengubah ideologi negara menjadi ideologi berlandaskan syariat Islam.

Masifnya stratagi pemasaran yang mereka lakukan tidak dapat dilepaskan dari dukungan dana yang sangat besar dari Arab Saudi demi menjadikan umat Islam Indonesia menjadi muslim seperti bangsa Arab, namun masyarakat tidak menyadarinya, termasuk para pejabat pemerintah yang membiarkan saja perilaku tersebut. Sementara itu Islam nasional tidak didukung dengan pendanaan maupun pengkaderan yang memadai sehingga kalah bersaing dari Islamis global.

Kedua buku ini hanya membahas penanaman ideologi Islam radikal di UGM, UI dan UIN terutama di Fakultas Teknik. Namun melihat kondisi masyarakat yang semakin konservatif khususnya pada kaum muda, tampaknya kondisi yang terdapat pada UGM dan UI dialami kampus-kampus lainnya di seluruh Indonesia, apalagi IPB yang dikenal sebagai tempat awal tumbuhnya HTI dan ITB dengan mesjid Salmannya. Apabila hal ini dibiarkan, entah apa yang akan terjadi pada 10 atau 20 tahun mendatang, Indonesia akan menjadi tiruan Arab Saudi atau Timur Tengah, dijajah secara ideologis karena begitu takutnya rakyat Indonesia untuk berpikir bebas, dan Pancasila hanya akan menjadi ideologi tanpa makna.

Penelitian yang dilakukan Zaki dan Ridho relatif baru, yaitu antara tahun 2014 sampai dengan 2017, sehingga pembaca dapat membayangkan bahwa penyebaran dan penanaman ideologi Islamisme di kampus-kampus dan masyarakt masih berlangsung sampai sekarang tanpa ada tindakan berarti dari Pemerintah untuk mengcounter atau mengatasinya. Masyarakat Indonesia demikian religius dan naifnya, sehingga tidak menyadari bahwa pemahaman agamanya yang semula toleran dan liberal serta budaya aslinya sedang dikikis habis oleh Arab Saudi dkk. Mereka bahkan berlomba-lomba menunjukkan ketaatan dan keterjajahan dengan berebut pergi umroh dan haji ke Arab Saudi, bangsa yang berusaha mengubah bangsa Indonesia menjadi bangsa yang serupa dengan Saudi/Arab: bangsa yang mendiskriminasi gender, intoleran, dan menafsirkan Quran secara tekstual, dengan mencampakkan budaya leluhurnya sendiri. 

Buku Zaki dan Ridho memberi banyak informasi mutakhir secara cukup rinci mengenai gerakan Islamisme di kampus-kampus ternama Indonesia, meskipun tulisan Ridho dapat diedit lebih baik lagi, khususnya pada bagian tentang profil UGM dan UIN. Buku ini melengkapi literatur tentang penyebarab Islam radikal (lihar review buku Arus Baru Islam Radikal) pada mahasiswa. Entah apakah pemerintah cukup menyadari bahaya Islamisme? Sampai sekarang belum terdengar adanya upaya yang serius untuk mengcounter gerakan ini dengan memberi dukungan cukup kepada organisasi Islam lokal/ tradisional maupun nasionalis pembela Pancasila dan budaya lokal. Sementara kaum Islamis dengan bantuan Timur Tengah terus bekerja dengan kader-kader militan mereka berusaha mengubah rakyat Indonesia yang begitu memuja agama, sehingga begitu mudah ditaklukkan kaum Islamis.

Meskipun terlambat, masih ada yang bisa dilakukan pemerintah untuk memperbaiki keadaan. Misalnya mengubah pelajaran agama di universitas menjadi pelajaran yang bersifat filosofis, agar tidak disalahgunakan untk penyusupan ideologi Islam radikal (selain mengawasi pengajaran agama tingkat SD hingga SMA yang juga telah disusupi Islamis melalui kegiatan rohis dan sekolah Islam terpadu), karena bukankah sejak TK sampai SMA  sudah diberikan pelajaran agama yang dianut? Pada tingkat universitas ada dua pilihan: menghapuskan pelajaran agama, atau memberikanpelajaran filsafat agama, yang membahas agama secara umum dengan kritis, dengan membandingkan agama satu sama lain, mempelajari sejarah munculnya agama secara rasional/ ilmiah, mengkritisi ajarannya, dan seterusnya. Selain itu juga membatasi kegiatan organisasi agama di kampus, khususnya dari pihak luar universitas. Kampus seharusnya menjadi tempat yang sekuler dan rasional, bukan sebaliknya, menjadi tempat pembibitan agama yang bersifat irasional dan dogmatis.Tapi siapa yang peduli bahaya yang terdapat pada kampus-kampus tersebut terhadap negara ini?
Kedua penulis buku ini lebih cinta tanah air daripada para pemimpin bangsa sekarang ini, sampai-sampai RIdho menulis,"Buku ini kupersembahkan untuk seluruh muslimin dan muslimat, yang masih sangat mencintai negeri ini."  
   




Thursday, June 04, 2020

Alpha God - The Psychology of Religious Violence and Oppresion



Judul                     :   Alpha God – The Psychology of Religious Violence and Oppression
Pengarang             :   Hector A. Gracia
Penerbit                 :   Prometheus Books, NY
Tebal                     :   287 halaman
Tahun                    :   2015


Gambaran mengenai Tuhan – terutama dalam agama Yudaisme, Kristen dan Islam – memunculkan dua sisi. Di satu sisi Tuhan digambarkan sebagai penuh kasih, pemaaf, sumber segala kebaikan, keindahan, dan tujuan utama hidup manusia. Di sisi lain, sebagaimana tertulis dalam kitab-kitab suci, Tuhan digambarkan memiliki sifat laki-laki agresif, tercermin dari kisah-kisah hukuman dan perintah untuk memerangi orang-orang yang tidak percaya atau tidak mematuhi perintahnya, peraturan yang ketat terhadap kehidupan seksual penganut agama tersebut, dan obsesi berlebihan atas kesetiaan dan kepatuhan pihak yang dianggap subordinat yaitu perempuan. Dalam prakteknya, sejarah menunjukkan bahwa kekerasan berdasarkan agama mendominasi sebagian besar sejarah manusia, bahkan hingga saat ini. Penjajahan bangsa Eropa ke benua Asia, Afrika dan Amerika selain dimotivasi oleh kekayaan dan teritori juga oleh semangat untuk menyebarkan agama Kristen, demikian pula invasi agresif bangsa Arab untuk menyebarkan agama Islam ke wilayah sekitarnya setelah kematian Nabi, dan tindakan perang, perebutan wilayah, perampasan sumber daya serta penaklukan rakyat di wilayah-wilayah tersebut dianggap sejalan dengan ajaran agama atau teks dalam kitab-kitab suci yang berisi kisah-kisah tentang keutamaan berperang untuk membela agama, janji akan wilayah baru, dan hukuman yang keras dari Tuhan apabila manusia tidak patuh total atau meragukan doktrin yang dibawa oleh nabi-nabinya, dari hukuman berupa pemusnahan kota, banjir, hingga pembakaran selama-lamanya di neraka. Ajaran agama juga menganjurkan perempuan patuh kepada laki-laki, yang diberi kelebihan dari perempuan dan memperoleh hak untuk menghukum perempuan yang tidak patuh.
Penafsiran literal terhadap isi kitab-kitab suci ini, sebagaimana dilakukan oleh para fundamentalis, radikalis dan ekstrimis, menghasilkan perang agama, penaklukan agama lain, pembunuhan perempuan penyihir, penindasan perempuan dalam bentuk antara lain mutilasi genital, pembunuhan atas nama kehormatan, dan akhirnya terorisme. Fanatisme dengan kontrol ideologi yang ketat juga melarang pemeluknya untuk mempertanyakan keberadaan Tuhan maupun doktrin terkait, yang pada  akhirnya melahirkan takhayul dan kebodohan.

Apabila banyak aspek dalam agama yang mengandung kekerasan, seperti perang, penindasan terhadap perempuan, dan pembodohan serta prasangka, maka perlu dilakukan penelitian mengenai penyebab hal tersebut, yaitu: mengapa demikian banyak unsur kekerasan di dalamnya?

Untuk menelusuri akar kekerasan yang terdapat dalam ajaran agama, Hector Gracia memulainya dari fakta bahwa pada umumnya pelaku kekerasan tersebut adalah pria, dan Tuhan yang digambarkan dalam ketiga agama di atas adalah Tuhan laki-laki (male God). Jadi Tuhan diciptakan dengan gambaran seorang laki-laki termasuk sifat-sifatnya.

Selanjutnya apabila kita meneliti sejarah peradaban manusia, penguasa atau raja selalu mengaitkan dirinya dengan Tuhan – misalnya sebagai keturunan Dewa atau wakil Tuhan di bumi – untuk meneguhkan kekuasaan dan penindasannya. Oleh karena itu cara untuk memahami sifat Tuhan yang bersifat opresif tersebut adalah dengan memahami jiwa laki-laki. Dan mengingat manusia berkembang melalui proses evolusi, maka pemahaman mengenai hal tersebut dapat diperoleh dari sains evolusi, yang berarti bahwa sifat-sifat tersebut tidak dapat dilepaskan dari asal mula manusia yang berasal dari primata non manusia, dan bisa kita lihat jejaknya pada primata yang masih ada sekarang dimana manusia berbagi 99% DNA.

Mengapa kita dapat memahami kekerasan dan penindasan agama dari pemahaman mengenai leluhur primata non manusia? Penulis menjelaskan bahwa terdapat kejanggalan dari sifat yang dilekatkan pada Tuhan, yaitu meskipun Tuhan digambarkan sebagai maha kuasa, maha mengetahui, berada dimana saja, tanpa wujud fisik (immaterial) dan abadi, namun masih mementingkan hal-hal yang bersifat fisik berupa kebutuhan mendasar dari  manusia bahkan primata, yaitu makanan, seks dan teritori. Mengapa dalam kitab suci Tuhan meminta persembahan makanan dan memerintahkan penaklukan wilayah? Hal tersebut adalah kebutuhan dasar manusia bahkan ape sebagai makhluk organik.
Penulis menjelaskan, bahwa terdapat beberapa sifat yang dilekatkan pada Tuhan yang nyatanya merupakan pantulan dari sifat laki-laki, yang pada dasarnya dapat ditelusuri ke leluhur manusia pada awal evolusinya, yaitu:
1.    Dominasi seksual atau penindasan dan kekerasan terhadap perempuan
2.    Pembunuhan yang dilakukan bersama dan identitas in-goup
3.    Berlutut sebagai simbol pengakuan terhadap alpha male
4.    Penyerahan maladaptive kepada dewa
5.    Pentingnya reputasi
6.    Wilayah Tuhan
7.    Membenarkan diri sendiri

Bagi pembaca yang pernah membaca atau mempelajari  psikologi  evolusioner, ketujuh hal di atas bukanlah hal baru. Desmond Morris dalam The Naked Ape, Robert Wright dalam The Moral Animal, Frans de Waal, dan banyak evolusionis lainnya telah menulis buku-buku yang menjelaskan sifat-sifat primata yang jejaknya masih melekat pada manusia modern. Gracia menambahkan bahwa sifat-sifat tersebut melekat pula pada Tuhan yang disembah oleh mayoritas manusia, pada Tuhan dari tiga agama yang paling sukses memperoleh pengikut.
Perebutan sumber daya yang terbatas, perang terkait perebutan teritori, dan persaingan ketat antar jantan untuk menjadi alpha male, yang mendapat keistimewaan memperoleh akses lebih besar terhadap sumber daya baik makanan maupun betina, merupakan perilaku yang telah terdapat pada primata non manusia. Oleh karena itu berdasarkan sejarah evolusi, maka sifat dan perilaku manusia yang penuh kekerasan tersebut dapat ditelusuri asalnya dari leluhurnya jutaan tahun lalu, yang kini dapat dilihat pada sepupu manusia yaitu primata,  dan tercermin dalam agama yang diciptakannya. Tidak mengherankan apabila Tuhan dalam agama-agama tersebut memiliki sifat tidak jauh berbeda dengan manusia yang menciptakannya, dalam hal ini adalah kaum laki-laki.

Tesis Gracia bersandar pada keyakinan bahwa agama adalah hasil dari akal budi manusia untuk bertahan hidup. Agama bukanlah sesuatu yang suci yang benar-benar diturunkan Tuhan dari langit, sebagaimana dianut oleh orang-orang beriman penganut ketiga agama yang dibahas dalam buku ini.
Teori evolusi bisa menerangkan banyak hal dengan baik sekali, hingga ada yang mengatakan bahwa saking banyak dan luasnya hal  yang dapat diterangkan berdasarkan teori tersebut maka jadinya sampai seperti buku Just So Stories Rudyard Kipling: apa saja bisa dijelaskan asal mula atau sebabnya.

Buku ini menarik karena pembaca yang terbuka dan pernah membaca atau mempelajari psikologi evolusioner akan melihat banyak kebenaran dari hal-hal yang diuraikan oleh penulis. Namun demikian pembahasan masih terbatas pada Tuhan tiga agama, yang mungkin dianggap telah mewakili agama atau kepercayaan lain yang dominan dianut manusia sepanjang sejarah. Mungkin ada Tuhan atau agama yang sifat dominannya tidak mencerminkan kekerasan, namun hal tersebut tidak dibahas dalam buku ini. Fakta bahwa yang mendominasi kepercayaan mayoritas manusia di dunia adalah Tuhan dan agama yang bersifat agresif dan penuh kekerasan mungkin telah cukup untuk membuktikan bahwa sifat seperti itulah yang disukai oleh manusia, karena mencerminkan dirinya sendiri.   


Sunday, May 10, 2020

Bumi Yang Tak Dapat Dihuni


Judul                     :   Bumi Yang Tak Dapat Dihuni
Pengarang            :   David Walace-Wells
Penerjemah          :   Zia Anshori
Penerbit                :   GPU
Tebal                     :   330  halaman
Tahun                    :   2019

Masalah pemanasan global telah menjadi headline yang sering kita baca sehari-hari. Berita yang muncul pada umumnya berupa melelehnya es di Antartika, hilangnya beberapa pulau kecil karena kenaikan air laut, dan ramalan akan tenggelamnya beberapa negara kepulauan dan kota besar yang terletak di pesisir dalam beberapa puluh tahun mendatang. 
Berita singkat yang terpencar-terpencar demikian membuat kita kurang menyadari betapa berbahayanya membiarkan pemanasan global terus berlangsung. Buku ini mencoba menyadarkan pembaca, bahwa pemanasan global bukan hanya  akan membuat kehidupan lebih sulit untuk generasi yang akan datang, namun telah mempengaruhi hidup kita pada hari ini, dengan bencana yang semakin dahsyat dan sering, dengan tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya sepanjang sejarah bumi. Oleh karena itu sepanjang buku ini Wells menyajikan bukti-bukti kerusakan bumi akibat pemanasan global beserta prediksinya untuk tahun 2050 dan 2100. Selain itu dikemukakan pula upaya yang dapat mengurangi kerusakan tersebut.    

 Saat ini suhu di bumi telah meningkat 1 derajat. Para ilmuwan memperkirakan bahwa bila tidak terdapat tindakan untuk mengurangi emisi karbon, maka pada tahun 2100 suhu di bumi akan meningkat 4,5 derajat. Itu sebabnya dilakukan berbagai upaya untuk mengurangi pemanasan global, antara lain melalui perjanjian kerjasama antar negara dalam Protokol Kyoto, yang berusaha menekan kenaikan suhu menjadi 2 derajat.  Namun demkian berdasarkan model yang dibuat, diperkirakan suhu dapat meningkat 6 sampai dengan 8 derajat apabila kondisi seperti saat ini tetap dibiarkan.

Berdasarkan model yang ada, maka pemanasan 2 derajat pada tahun 2100 akan menyebabkan lapisan es mulai hancur, tambahan 400 juta orang kekurangan air, kota-kota besar di khatulistiwa tidak layak huni, dan di utara gelombang panas akan menewaskan ribuan orang. 
Pemanasan 3 derajat akan mengakibatkan kekeringan permanen di Eropa Selatan dan  kekeringan lebih lama sembilan belas bulan di Amerika Tengah serta lima tahun di Afrika, dan kebakaran hutan enam kali lipat di AS.  Sementara itu pemanasan 4 derajat akan mengakibatkan delapan juta kasus demam berdarah di Amerika Latin dan krisis pangan global serta kerusakan akibat banjir dari sungai meningkat puluhan kali lipat di seluruh dunia. Terdapat peluang 11 persen untuk kenaikan di atas 4 derajat, sedangkan perkiraan terburuk adalah kenaikan 8 derajat, dimana permukaan laut akan naik enam puluh meter dan pantai dihancurkan badai dahsyat, hutan musnah dilalap api, dan sepertiga planet tak bisa dihuni karena terlalu panas (halaman 13).

Bukti-bukti kehancuran yang disajikan penulis memang cukup mengerikan, dibagi dalam beberapa bab, yaitu bencana berupa:
-       Panas Maut
Suhu udara di bumi akan semakin tinggi, terlihat dari data bahwa sejak tahun 2000-an terdapat lima musim panas terpanas di Eropa sejak tahun 1500 dan di Timur Tengah suhu tertinggi pernah mencapai 72 derajat celcius. Hal ini akan lebih buruk lagi jika perubahan iklim terus berlanjut. Pesatnya peningkatan penggunaan AC di seluruh dunia, pengoperasian pembangkit listrik di Cina, dan meluasnya beton serta aspal di masa mendatang yang disebabkan dua pertiga penduduk bumi akan tinggal di kota-kota pada 2050 akan menambah pemanasan global.
-       Kelaparan
Kenaikan suhu 1 persen akan menurunkan hasil panen 10 persen sedangkan pada 2050 akan diperlukan makanan dua kali lipat dari hari ini. Selain itu meningkatnya suhu telah menggeser sabuk gandum alami dunia 250 km ke utara setiap sepuluh tahun dan meningkatkan jumlah serangga, yang dapat mengurangi produktivitas hingga 4 persen, selain mengurangi gizi yang terkandung dalam tanaman. Masalah lain adalah berkurangnya tanah subur karena erosi, kekeringan ekstrim, dan banjir, yang akan semakin sering terjadi.
-       Tenggelam
Berdasarkan penelitian, laju pelelehan es di Antartika berlipat tiga selama sepuluh tahun terakhir atau 33 ribu kilometer persegi sejak 1950. Sementara itu banjir telah mengakibatkan terendamnya dua pertiga Bangladesh pada tahun 2017 dengan 41 juta korban. Es di kutub merupakan penyerap panas; jika es di Artika turut meleleh, selain kehilangan penyerap panas bumi juga akan mendapat tambahan metana, yang dilepas dari lelehnya es. Metana memiliki kekuatan beberapa lusin kali lipat dari karbon. Kehilangan total es akan sama dengan pemanasan yang dihasilkan emisi karbon selama 25 tahun terakhir. Sementara itu, pada 2100 bumi akan kehilangan sejuta km daratan, setara tempat hidup 375 juta orang hari ini, sedangkan dua pertiga kota-kota besar di dunia terletak di pantai.   
-       Kebakaran
Pemanasan global mengakibatkan kebakaran hutan semakin sering terjadi dan tidak terkendali, sehingga bahkan mengancam kota-kota. Kebakaran besar yang belum pernah terjadi di masa lalu antara lain terjadi di California pada 2017, menghanguskan 500 ribu hektar, di Greenland pada 2017 dengan luas sepuluh kali lipat dari tahun 2014, dan di lingkaran hutan Artika, Swedia. Abu kebakaran di utara dapat menghitamkan es, menyerap karbon dan mempercepat pelelehan. Penggundulan hutan Amazon - yang menyerap 25 persen karbon yang diserap oleh seluruh hutan di bumi – akibat dibukanya hutan untuk pembangunan meningkatkan penggundulan hutan dan menambah pelepasan karbon yang selama ini tersimpan pada pohon-pohon. 
-       Bencana Tak Lagi Alami
Rusaknya alam mengakibatkan percepatan bencana, yaitu terjadinya serangkaian bencana besar – yang dahulu hanya terjadi setiap beberapa ratus tahun sekali – hanya dalam dua puluh tahun terakhir. Sebagai contoh, pada musim panas 2018 terjadi sekaligus bencana gelombang panas global, enam badai, dan kebakaran hutan di Eropa dan Amerika. Dahulu hal-hal tersebut langka, namun kini menjadi suatu keadaan normal baru, karena sering terjadi. Di masa depan, bencana akan semakin sering terjadi.
-       Kekurangan Air
Kebutuhan air penduduk dunia separuhnya bergantung pada pelelehan musiman es dan salju di ketinggian, sehingga jika karena pemanasan global gletser di pegunungan meleleh dan kering, maka akan terjadi kekurangan air sangat besar. Sementara itu banyak danau besar di dunia telah mengering dan air tanah yang pembentukannya memerlukan jutaan tahun telah disedot sehingga sumur-sumur harus menggali lebih dalam, sedangkan di masa depan diperkirakan akan terdapat peningkatan kebutuhan air hingga 70 persen.
-       Laut Sekarat
Berdasarkan penelitian, laut yang belum mengalami kerusakan tinggal 13 persen. Laut menyerap 25 persen dari karbon yang dihasilkan manusia dan 90 persen panas berlebih akibat pemanasan global, separuhnya diserap sejak 1997. Namun hal itu menyebabkan pengasaman laut, yang akan menambah seperempat hingga setengah pemanasan. Akibat lain dari pemanasan laut ialah pemutihan karang, yaitu matinya protozoa zooxanthellae yang menghasilkan makanan bagi terumbu karang, yang mendukung seperempat seluruh kehidupan laut dan setengah miliar orang, serta melindungi dari banjir dan badai. Dampak lainnya adalah meningkatnya air laut tanpa oksigen karena meningkatnya suhu air dan pencemaran akibat pertanian dan industri, mengakibatkan kepunahan masal makhluk laut dan berkurangnya populasi ikan hingga lebih 30 persen. Selain hal tersebut, perubahan suhu mempengaruhi siklus arus laut, yang akan mempengaruhi keseimbangan iklim.
-       Wabah
Pemanasan serta penggundulan hutan mengakibatkan penyakit tropis seperti malaria dan demam berdarah menyebar ke Eropa dan demam kuning yang semula terbatas di lembah Amazon menyebar ke kota-kota besar di Amerika Latin. Melelehnya es di kutub dapat menyebarkan penyakit atau wabah pada puluhan hingga ratusan tahun lalu yang selama ini tertutup oleh es yang membeku.
-       Ambruknya ekonomi
Meningkatnya pemanasan sebesar 1 derajat celcius menurunkan pertumbuhan ekonomi sebesar 1 persen. Negara-negara yang akan paling terkena dari pemanasan global terutama adalah negera-negara Asia Selatan.
-       Konflik akibat iklim
Berdasarkan penelitian, terdapat kenaikan kemungkinan konflik bersenjata 10-20 persen untuk setiap setengah derajat kenaikan suhu. Kekeringan dan gagal panen meningkatkan radikalisasi, perang, dan migrasi besar-besaran ke negara tetangga, dimana saat ini terdapat tujuh puluh juta pengungsi di seluruh dunia. Dalam tiga puluh tahun ke depan, terdapat tiga puluh dua negara - yang bergantung pada pertanian -  menghadapi risiko konflik akibat perubahan iklim.
-       Sistem 
Di masa depan, kenaikan permukaan laut akan mengakibatkan jutaan orang kehilangan tempat tinggal dan menjadi pengungsi, misalnya di AS diperkirakan sebanyak 13 juta orang akan kehilangan tempat tinggal, dan 140 juta orang di Afrika, Asia Selatan dan Amerika Latin pada 2050 akan menjadi pengungsi. Bahkan PBB memperkirakan angka hingga satu miliar orang. Berdasarkan penelitian, meningkatnya suhu dan bencana juga berpengaruh pada meningkatnya stress, trauma dan bunuh diri.

Meskipun sebagian besar buku ini berisi data bukti-bukti kerusakan alam berupa berbagai bencana dahsyat akibat pemanasan global, namun penulis masih optimis bahwa hal tersebut dapat diatasi dengan tindakan politik, yaitu pengurangan emisi karbon secara kolektif melalui kebijakan negara, bukan hanya oleh kesadaran individu seperti sekarang. Khususnya pengurangan konsumsi oleh seluruh penduduk negara maju yang pemboros seperti Amerika. Sesuatu yang tampaknya sulit dilakukan. Anehnya, Wells merasa optimis bahwa kemauan politik negara-negara utama akan berhasil membatasi kenaikan pemanasan global menjadi hanya 2 derajat pada 2100, meskipun pengalaman selama ini menunjukkan tidak ada hasil berarti.

Buku ini cukup baik untuk menggugah kesadaran pembaca akan dahsyatnya akibat dari perubahan iklim baik pada masa kini maupun masa depan, dengan mengajukan banyak fakta berupa angka-angka dan prediksi hasil modeling para ilmuwan yang cukup mengerikan. Pembaca sendiri mungkin telah mengalami bahwa kini musim tidak lagi dapat diprediksi, bahwa banjir semakin sering dan tinggi, kebakaran semakin besar dan sulit dikendalikan, angin puting beliung yang dulu tidak pernah terjadi kini kerap terjadi, dan seterusnya. Padahal, itu baru peningkatan suhu sebesar satu derajat, sedangkan di tahun 2100 diperkirakan mencapai 3,5 hingga 4 derajat jika manusia tidak melakukan perubahan dalam mengkonsumsi bahan bakar fosil. Suramnya masa depan mengakibatkan timbulnya sekelompok orang yang menganut nihilisme lingkungan, yang dibahas juga dalam buku ini, yaitu orang-orang yang mengambil sikap ekstrim dengan mundur dari kehidupan modern atau menolak bereproduksi.
Namun sebagian besar orang di dunia adalah mereka yang tidak peduli dan berpikir bahwa dunia akan baik-baik saja, bahwa Tuhan akan selalu melindungi mereka, atau menghancurkannya sekaligus dalam satu kiamat besar, sehingga mereka tetap bereproduksi dengan kecepatan tinggi dan tidak peduli kerusakan lingkungan hidup yang ditimbulkannya. Itulah sebabnya buku semacam ini sangat penting untuk dibaca seluas mungkin.