Pengarang: Jose Rizal
Penerjemah: Tjetje Jusuf
Penerbit: Pustaka Jaya
Tahun : 1975
Tebal : 643 hal
Sebagaimana bangsa Indonesia dijajah selama 350 tahun, demikian pula Filipina, yang dijajah Spanyol selama 327 tahun (1571 – 1898). Membaca roman yang ditulis oleh pejuang kemerdekaannya yang paling terkenal akan mengingatkan pada kisah perjuangan bangsa sendiri.
Noli Me Tangere berkisah tentang penindasan Spanyol terhadap bangsa Filipina. Namun tidak seperti Belanda, gereja memiliki peran jauh lebih besar daripada pemerintahnya.
Cerita dibuka dengan kepulangan Don Crisostomo Ibarra dari pendidikan di Madrid. Ibarra adalah putra Don Rafael, yang meninggal di penjara karena membela seorang anak miskin.. Don Rafael, seorang peranakan Spanyol yang kaya, namun tidak disukai oleh penguasa gereja, Pater Damasio, karena tidak pernah melakukan pengakuan dosa sehingga dianggap bukan penganut Katolik yang taat. Oleh karena itu ketika Don Rafael menyebabkan kematian seorang penjahat secara tidak sengaja, Pater Damasio berusaha keras menjebloskannya dalam penjara. Demikian besar kekuasaan gereja sehingga sehingga pemerintah – walikota, polisi dan sekolah – takluk di bawahnya. Begitu pula seluruh rakyat, karena mereka percaya bahwa menentang atau meragukan para pendeta akan membawa mereka ke neraka.
Melihat kondisi bangsanya, terutama setelah mendengar penjelasan seorang guru sekolah yang menceritakan bahwa anak-anak hanya mendapat pendidikan agama yang tidak berguna – menghafalkan doa-doa dalam bahasa Latin yang tidak mereka mengerti, dilarang mempelajari bahasa Spanyol atau pelajaran lainnya – dan pater Damasio sangat menghinakan kaum pribumi yang dianggapnya bodoh dan malas, Ibarra bermaksud mendirikan sekolah sendiri. Namun mengingat kekuasaan gereja, maka sesuai nasihat Tasio yang bijaksana. gurunya waktu kecil, ia tetap meminta restu mereka, dengan mengundang para pendeta dan pemerintah untuk menghadiri pembangunan sekolah.
Ibarra mendapat dukungan Kapten Tiago, seorang pengusaha Cina yang anak perempuannya, Maria Clara adalah teman Ibarra semasa kecil dan menjadi tunangannya. Namun rupanya Pater Damasio juga ingin menghancurkan Ibarra dan tidak rela Maria menikah dengannya. Ketika diundang menghadiri pembangunan sekolah, ia menghina Ibarra. Tidak lama kemudian, terjadi pemberontakan yang seolah-olah digerakkan oleh Ibarra. Namun seorang yang pernah diselamatkan Ibarra - seorang pejuang kemerdekaan, yaitu Elias, menyelamatkan Ibarra dengan perahu, dengan mengorbankan nyawanya sendiri.
Sementara itu Kapten Tiago diancam oleh Pater Damasio agar menikahkan Maria Clara dengan kerabatnya yang baru tiba dari Spanyol. Maria yang patah hati terpaksa memutuskan Ibarra karena ternyata Pater Damasio mengancam ayahnya.. Namun ia merasa telah berkhianat kepada Ibarra, karena telah memberikan surat Ibarra kepada Pater Damasio – sehingga bentuk tulisannya dapat menjadi barang bukti untuk menuduhnya sebagai pemberontak – sebagai penukar surat rahasia mengenai ayahnya sebenarnya. Rasa bersalah menyebabkan Maria tidak bersedia menikah dan menjadi putus asa setelah mendengar bahwa Ibarra tewas dalam pelariannya.
Benarkah Ibarra tewas, sedangkan Elias telah merelakan nyawanya agar ia dapat melarikan diri, meneruskan perjuangan untuk menghentikan penindasan penjajah? Bagaimana dengan nasib Maria, teman-teman Ibarra, seperti Kapten Tiago, Tasio, dan orang-orang miskin yang dibelanya?
Ada belasan tokoh dalam roman ini, yang mungkin mewakili masing-masing kalangan yang ada di Filipina saat itu. Meskipun demikian, jalinan cerita yang menarik membuat kisahnya mudah diikuti. Membaca buku ini mengingatkan saya pada novel-novel Eropa klasik zaman tersebut yang mengesankan dan mengharukan. Mungkin Jose Rizal adalah orang Asia (Melayu) pertama yang menulis novel seperti sastrawan Eropa, dan yang mengagumkan, ia menulisnya pada saat masih berusia 23 tahun.
Tidak mengherankan jika dikatakan bahwa roman ini menimbulkan inspirasi bagi para pejuang kemerdekaan di Asia.
Jose Rizal dilahirkan pada tahun 1861. Ia mulai menulis romannya sewaktu mengikuti pendidikan di Madrid pada tahun 1884, yang diselesaikan pada tahun 1886 dan diterbitkan di Berlin pada 1887. Pada umur 23 tahun ia menyelesaikan pendidikan filsafat dan sastra serta dokter. Kemudian ia pulang ke Filipina untuk membuka klinik, dan sempat menulis lanjutan buku ini yaitu El Filibusterismo (Merajalelanya Keserakahan). Namun bukunya menyebabkan ia dicurigai pemerintah Spanyol sehingga ia berkelana ke Eropa. Tidak lama kemudian setelah kembali ke tanah airnya, ia ditahan dan akhirnya dihukum tembak mati pada tahun 1896 dalam usia 35 tahun.
El Filibusterismo, yang diterjemahkan Pustaka Jaya pada tahun 1996, masih relatif mudah didapat, namun buku ini baru berhasil saya peroleh dalam pameran buku tahun ini.
5 comments:
Thanks sudah berbagi. Saya baca novel ini waktu SMA dan suka banget.
wah saya baru mau dapet buku ini dari teman. saya coba cari el filibusterismo di bbrp toko buku tua online, tapi tampaknya sudah tak ada lagi. mbak Rati nemu dimana?
El Filibusterismo saya dapet dari sale Gramedia di Permata Hj beberapa tahun lalu. Kalau mei tinggal di Jkt bisa ooba cari di BSM atau toko buku langka Samudra di Ps Festival.
.. saya terkesan sekali atas novel ini yg saya baca kala smp...sampai sekarang, noli me tangere joze rizal...
ada yg tahu dimana membeli kedua novel itu kini ? terimakasih.
Post a Comment