Pengarang: Dalphine & Nujood
Penerbit: Alvabet, Jakarta
Tahun : 2011 (Cet.1 th 2010)
Tebal : 210 hal
Buku ini adalah kisah seorang gadis kecil dari Yaman korban perkawinan anak-anak yang berhasil membebaskan diri dari suaminya dengan usahanya sendirii.
Berlainan dengan gadis-gadis lain seusianya yang menerima nasibnya dengan pasrah di tangan suami, ayah atau keluarga yang kejam, Nujood berani melarikan diri dari rumah dua bulan setelah perkawinan dan pergi ke pengadilan sendirian untuk menuntut perceraian. Beruntung ia bertemu dengan hakim-hakim yang baik serta seorang pengacara perempuan dan feminis yang pernah menangani kasus perkawinan anak-anak, yaitu Shada Nasser, sehingga usahanya untuk mendapatkan kebebasan dan kembali ke sekolah dapat berhasil. Yang unik, ia mendapatkan ongkos taksi serta nasihat untuk pergi ke pengadilan dari isteri kedua ayahnya, yang mencari nafkah sendiri dengan cara mengemis, meskipun memperoleh lima anak dari ayahnya yang sangat miskin. Sementara itu ibunya tidak berani berbuat apapun untuk membelanya.
Keberanian dan keberhasilannya kemudian memberi inspirasi bagi gadis-gadis lain seusianya di wilayah Arab yang bernasib sama untuk turut melawan, dan membuat Nujood serta pengacaranya mendapat penghargaan sebagai Women of the Year dari majalah Glamour pada tahun 2008, karena ia gadis pertama yang berani mengajukan haknya dengan meminta cerai ke pengadilan. Namun demikian perjuangan membebaskan perempuan Yaman dari penindasan tidak mudah, karena pengacara Nujood mendapat ancaman dari kaum konservatif yang berpendapat bahwa kemenangan Nujood merupakan pengaruh buruk dari dunia Barat yang merusak moral, “kehormatan” dan agama.
Di Yaman tidak ada pembatasan usia minimum untuk menikah. Pernikahan di bawah umur biasanya disertai perjanjian bahwa si gadis tidak akan disentuh sebelum usia pubertas. Namun dalam pelaksanaannya hal tersebut seringkali dilanggar, karena gadis-gadis tersebut tidak berdaya dan keluarga mereka umumnya mendukung suami si gadis, sebagaimana halnya yang terjadi pada Nujood. Dalam kasus Nujood, maka perceraian dimungkinkan karena suaminya telah melakukan tindakan seksual, yang seharusnya belum boleh dilakukan. Namun mahar yang telah diterima harus dikembalikan.
Pernikahan di bawah umur dan tindakan seksual serta kekerasan yang menyertainya masih banyak terjadi hari ini di pedesaan negara-negara seperti Yordania, Mesir, Libya, Syria, Palestina, Aljazair, Oman, Arab Saudi dan negara Arab lainnya Usaha untuk memberantasnya tidak mudah, karena selalu mendapat tantangan dari kaum konservatif yang berpikir masih seperti ratusan tahun lalu. Misalnya di Yaman, mereka berpendapat bahwa pernikahan di bawah umur wajar karena Nabi menikahi Aisyah ketika ia berumur sembilan tahun.
Yaman adalah salah satu negara Arab yang masih memegang tradisi dengan teguh. Negeri berpenduduk dua puluh tiga juta jiwa ini masih mewajibkan perempuan memakai cadar, disunat ketika kecil, dipisahkan di ruang publik, dan menganut hukum syariah yang menilai kesaksian dan warisan bagi perempuan setengah dari laki-laki. Selain itu, dengan system patriarkat yang menilai kehormatan suatu keluarga tergantung kepada adanya anak laki-laki dan nilai seorang perempuan hanya dari kemampuannya menghasilkan anak laki-laki, maka perempuan Arab akan berusaha sekuat tenaga untuk memiliki sebanyak mungkin anak lelaki serta mempertahankan hubungan dekatnya dengan anak lelakinya dengan menindas istrinya.
Kondisi di Yaman merupakan cermin kondisi negara-negara lain di wilayah tersebut. Berdasarkan hasil survey Freedom House terhadap kondisi perempuan di 16 negara Arab dan Afrika Utara, yang diukur berdasarkan lima kategori antara lain non-diskriminasi dan akses terhadap hukum, otonomi, keamanan dan kebebasan, hak ekonomis dan persamaan kesempatan, yang terburuk dalam memberikan hak-hak kepada perempuan adalah Arab Saudi, Kuwait dan UEA, sedangkan yang terbaik adalah Tunisia dan Maroko disusul Aljazair dan Mesir, meskipun di keempat negara inipun kondisi perempuan tidak sebaik negara-negara lain di luar wilayah tersebut.
Kisah Nujood memberi informasi bahwa perjuangan melawan penindasan terhadap perempuan, yang disebabkan oleh kemiskinan, kebodohan dan sistem patriarkat serta ideologi yang menyertainya masih jauh dari selesai dan tidak mudah, bahkan di abad ke dua puluh satu.
No comments:
Post a Comment