Judul : How God Changes Your Brain
Pengarang : Andrew Newberg & Mark Robert Waldman
Penerbit : Ballantine Books
Tahun : 2010, cet. I th. 2009
Tebal : 333 hal
Penelitian mutakhir dalam ilmu syaraf (neuroscience) menunjukkan bahwa kesadaran berasal dari otak atau bahwa pikiran, akal dan akhirnya jiwa sebenarnya berasal dari benda material yaitu syaraf-syaraf yang terdapat di otak.
Bagaimana persisnya kesadaran muncul belum diketahui secara pasti, namun demikian diketahui bahwa kerusakan bagian tertentu di otak dan kekurangan atau kelebihan hormon atau zat tertentu dapat menimbulkan perubahan berarti dalam kepribadian, memori, kemampuan berbahasa, emosi atau bahkan perasaan religius yang dalam. Selain itu, setiap bagian otak memiliki fungsi dan peran tersendiri.
Sebagaimana bagian tubuh lainnya, otak manusia merupakan hasil dari evolusi selama jutaan tahun, sehingga disamping memiliki kemampuan berpikir rasional yang berasal dari bagian otak yang berkembang belakangan (frontal cortex, yaitu di lapisan paling atas, kepala bagian depan) juga masih memiliki sifat-sifat primitif makhluk hidup lain yang telah eksis sejak zaman reptil, yang terdapat pada amygdala atau limbic system. Bagian ini terdapat pada lapisan terbawah di otak, dan mengatur emosi seperti rasa takut, marah, agresivitas dan sejenisnya, yang digunakan untuk keperluan survival. Sedangkan lapisan di atasnya atau di tengah-tengah adalah thalamus, yang menjembatani sistem limbic (emosi) dengan frontal cortex (akal budi).
Frontal cortex sendiri terdiri dari tiga bagian, yaitu frontal lobe (FL), parietal-frontal circuit (PFC) dan occipetal-parietal circuit (CPC). Dalam kaitan dengan Tuhan, FL menciptakan dan menyatukan semua gagasan tentang Tuhan, termasuk logika untuk menilai keyakinan agama dan spiritual, PFC membentuk hubungan antara seseorang dengan Tuhan, dan CPC menjadikan Tuhan sebagai obyek yang eksis di dunia.
Thalamus memberikan arti emosional atas konsep Tuhan sehingga terasa nyata, sedangkan peningkatan aktivitas amygdala atau limbic membuat Tuhan sebagai sesuatu yang menakutkan. Sebaliknya, anterior cingulate memungkinkan seseorang merasakan Tuhan sebagai sesuatu yang penuh kasih, karena bagian ini menekan aktivitas amygdala.
Berdasarkan pengetahuan di atas, Newberg dan Waldman melakukan penelitian untuk melihat bagaimana doa dan meditasi mempengaruhi syaraf di otak dan selanjutnya ke perilaku. Apakah doa dan meditasi dapat mengubah bekerjanya syaraf otak dan mempengaruhi emosi serta kesehatan pelakunya? Bagian otak mana yang dipengaruhi oleh doa dan meditasi? Apakah kemampuan otak untuk merasakan religiusitas merupakan bukti bahwa terdapat dunia transenden? Sebaliknya, apakah religiusitas atau skeptisisme juga disebabkan oleh susunan syaraf otak yang berbeda?
Dalam kaitan ini, doa merupakan bagian dari meditasi, dan Tuhan yang dimaksud Newberg sangatlah luas, bukan Tuhan sebagaimana dimaksud dalam agama samawi yang memiliki sejumlah atribut atau sifat yang jelas, namun apapun yang bersifat transenden. Sedangkan yang termasuk meditasi diantaranya adalah yoga.
Dari penelitian, doa atau meditasi akan menurunkan aktivitas parietal lobe, yaitu bagian dari cortex yang berkaitan dengan pembentukan rasa diri (sense of self). Ketika hal ini terjadi, seseorang akan merasa bersatu dengan obyek kontemplasinya - misalnya Tuhan, sedang bagi biarawan Budha adalah kesadaran murni – sehingga batas antara diri dengan alam semesta atau Tuhan dirasakan hilang, atau terjadi kesatuan dengan Tuhan atau alam semesta.
Menurut penulis, pengalaman spiritual ini mengubah pandangan seseorang tentang dunia, dan selalu muncul sepanjang sejarah manusia, namun kemampuan bahasa untuk menggambarkan pengalaman ini secara tepat tidak memadai, sehingga menimbulkan bermacam gagasan dan teologi. (hal 79).
Berdasarkan penelitian terhadap para budhis dan biarawati yang telah melakukan kegiatannya selama lebih dari 15 tahun, aktivitas FL meningkat sedangkan limbic menurun, yang menimbulkan adanya rasa damai dan serene.
Selain itu, bagian thalamus mengalami asimetri. Bagian ini berperan dalam mengidentifikasi yang real dan tidak real, dan memberi arti emosional pada pikiran yang muncul di FL. Artinya, semakin kuat fokus seseorang kepada Tuhan atau sesuatu, semakin Tuhan atau sesuatu tersebut dirasakan sebagai nyata, sehingga realitas akan tampak berbeda, dan asimetri menjadi bentuk kesadaran yang normal. Asimetri juga ditemukan pada penderita epilepsi dan schizophrenia.
Peningkatan aktivitas FL dapat dilakukan dengan cara meditasi teratur minimal dua puluh menit per hari. Kegiatan ini dapat berupa doa atau meditasi secara umum tanpa didasari agama tertentu. Kegiatan meditasi yang dilakukan terus menerus akan mengubah syaraf otak dengan memunculkan sirkuit syaraf baru yang meningkatkan compassion, sehingga seseorang akan merasakan fokus, ketenangan, empati dan Tuhan yang bersifat pengasih, karena syaraf otak tidak bersifat tetap, tetapi dapat berubah, yang disebut neuron plascticity. Hal ini terjadi melalui bagian otak yang disebut anterior cingulate, yaitu bagian yang menjembatani otak baru dan lama, yaitu frontal lobe dan amygdala. Bagian ini menghubungkan emosi (di amygdala) dengan kemampuan kognitif (di frontal lobe), dan menyatukan semua kegiatan di bagian-bagian berbeda di otak yang memungkinkan munculnya kesadaran. Disini juga terdapat syaraf von Economo, yang hanya ditemukan pada manusia, primata dan paus, dan berkaitan dengan pengembangan kemampuan kesadaran sosial dan mengarahkan pada emosi positif.
Fungsi anterior cingulate adalah sebagai penyeimbang antara emosi dan akal budi/logika, yang diwakili oleh lymbic sistem dan frontal lobe. Apabila tingkat emosi terlalu tinggi, aliran darah mengalir ke sistem lymbic, menimbulkan perasaan marah atau takut, serta menurunkan empati. Sebaliknya, keaktifan frontal lobe mendorong anterior cingulate, yang akan menurunkan aktivias amygdala, sehingga akal budi mengatasi rasa marah dan takut.
Oeh karena bagian otak yang paling primitif dan untuk suvival, maka amygdala lebih sulit berubah dari frontal lobe.
Menurut Newberg, perkembangan spiritual manusia berkorelasi dengan evolusi syaraf otak. Tuhan yang bersifat penghukum dan otoriter berkaitan dengan amygdala, yaitu berdasarkan rasa takut dan emosi. Seiring dengan berkembangnya frontal lobe yang lebih menggunakan akal budi dan logika, Tuhan menjadi lebih ramah dan pengasih. Itu sebabnya pengajaran akan Tuhan yang bersifat otoriter dan didasarkan pada emosi semata akan menimbulkan ketiadaan empati, agresivitas dan intoleransi, karena lebih mengaktifkan amygdala.
Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Spiritualitas
Spiritualitas seseorang dapat dipengaruhi oleh neurotransmitter, yaitu dopamine, gamma-amynobutyric acid (GABA), dan tanaman obat (psychedelic drug), misalnya psilocybin, yaitu sejenis jamur. Latihan yoga tertentu dapat meningkatkan dopamine hingga 65% dan mendorong pikiran positif, perasaan aman di dunia dan pengalaman yang menyenangkan. Sementara itu, terlalu sedikit dopamine kemungkinan mendorong seseorang kepada skeptisisme atau ketidakpercayaan. Sedangkan peningkatan GABA 27% dapat menurunkan depresi dan kecemasan.
Fundamentalisme
Fundamentalisme memberi pengaruh yang buruk terhadap syaraf otak, karena biasanya dipenuhi kemarahan terhadap pihak lain yang memiliki keyakinan berbeda. Dengan demikian masalah dari fundamentalisme adalah kemarahan yang ditimbulkan pada penganutnya.
Menyatakan atau mendengarkan kemarahan dapat mengganggu fungsi normal syaraf, karena menstimulasi amygdala dengan cara yang menyerupai mengingat kenangan traumatik. Disamping itu, ceramah negatif memiliki pengaruh lebih kuat, karena lebih diingat di otak, dan kenangan negatif adalah yang paling sulit dihapus. Ini tidak dapat dilepaskan dari sifat otak yang dirancang untuk mengikuti (mimic) ekspresi emosional orang lain.(hal 141).
Berdasarkan hal ini, dapatkah seseorang yang telah menjadi fanatik diubah pandangannya? Menurut penulis, dari sisi neurologi, semakin kita menekuni/menghayati suatu ideologi, semakin otak merespons kepercayaan tersebut seolah hal tersebut adalah nyata.Oleh karena itu cara yang dapat mengurangi hal ini adalah dengan pendidikan dan pertemuan dengan ide-ide lain, karena semakin banyak seseorang mendengar, membaca dan memikirkan gagasan yang berbeda, semakin banyak yang dapat berakar.
Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Toleransi
Berdasarkan penelitian, praktek spiritual Timur (misalnya agama Budha), status sosial ekonomi yang lebih tinggi, kaum perempuan, tingkat pendidikan, dan pengalaman ”mengalami kesatuan dengan alam” merupakan hal-hal yang membuat seseorang lebih toleran terhadap kepercayaan yang berbeda.
.
Dari penelitian dalam buku ini dapat disimpulkan bahwa meditasi, doa dan pemahaman agama yang mendasarkan pada akal budi dapat membawa hal positif karena memberikan ketenangan jiwa, optimisme, empati dan toleransi. Agama Timur yang menekankan meditasi dan pemikiran merupakan bukti. Sebaliknya, pemahaman agama yang bersifat menakuti dan pemarah akan mengaktifkan syaraf primitif yang berdasarkan pada emosi, sehingga menghasilkan agresivitas dan intoleransi. Pengetahuan ini dapat menjelaskan mengapa meditasi secara umum bermanfaat bagi kesehatan jiwa dan manusia merasa nyaman memeluk suatu agama atau keyakinan tertentu dan mengapa agama yang bersifat dogmatis, kaku dan tertutup mendorong sikap negatif yang berujung pada kemarahan dan kekerasan
2 comments:
review yang bagus. memang otak kita memiliki area yang diberi nama dengan God Spot. inilah yang menyebabkan kita, sebenarnya, perlu bergantung kepada Tuhan. terima kasih
Buku yang bagus
Post a Comment