Dinamika Aktivisme Mahasiswa Islam di UGM dan UI Pengarang: Mohammad Zaki Arrobi
Penerbit : Gadjah Mada Univ Press
Tebal : 166 hal
Tahun : 2020
Melacak Akar Pergerakan Mahasiswa Generasi Y
dan Z di Yogya
Pengarang: Muhammad Ridho Agung
Penerbit : UIN Sunan Kalijaga
Tebal : 254 hal
Tahun : 2019, April
Sebuah survey oleh Varkey Foundation pada tahun 2017 terhadap generasi Z global menyebutkan, bahwa generasi Z Indonesia menduduki peringkat teratas (98%) dalam komitmen terhadap agama sebagai salah satu faktor penting kebahagiaan. Sementara itu tempat berikut diduduki oleh Nigeria (86%) dan Turki (71%), sedangkan Jepang (9%) menduduki tempat terendah disusul oleh Prancis (18%), Jerman (21%), dan Inggris serta Korsel (25%), dan AS menduduki peringkat ke delapan (54%).
Generasi Y atau millenial (kelahiran 1980-1994) dan Z (kelahiran 1995-2015) merupakan generasi yang menjadi mahasiswa setelah masa reformasi, dimana pengaruh Islam radikal semakin kuat mencengkeram kampus-kampus Indonesia setelah runtuhnya rezim Orde Baru.
Kedua buku yang ditulis oleh Zaki dan Ridho ini merupakan hasil penelitian atas penyebaran Islam garis keras yaitu aliran Wahabi (Salafi), Tarbiyah (Ikhwanul Muslimin), dan HTI (dilarang tahun 2017) di kampus-kampus, khususnya UGM, UI dan UIN sejak awal tahun 1980-an sampai dengan 2017, yang selama ini tampaknya diabaikan oleh Pemerintah, sehingga kampus-kampus sekuler tersebut dibiarkan menjadi tempat persemaian Islam garis keras tanpa terkendali bahkan hingga ke para pengajarnya.
Ketiga aliran Islam di atas berbeda-beda caranya, namun semuanya memiliki tujuan tunggal, yaitu mendirikan Daulah Islamiyah atau negara Islam di Indonesia, dan anti Pancasila.Salafi Wahabi berkiblat pada penerapan Islam seperti di Saudi dan anti Pancasila secara diam-diam, Tarbiyah menyusun kekuatan melalui partai PKS, dan HTI secara terang-terangan menyatakan anti Pancasila dan berniat mendirikan khilafah.
Sebagai pengantar, Islamisme ala Kaum Muda Kampus membahas sejarah gerakan mahasiswa sejak tahun 1920, yang dibagi dalam empat periode, yaitu antara 1920-1965, 1966-1973, 1974-1980, 1980-1990, dan setelah 1990, yaitu masa gerakan keagamaan mulai mengarah ke politik.
Menurut Zaki, meningkatnya gerakan keagamaan pada tahun 1980-an merupakan kompensasi dari ditindasnya gerakan mahasiswa oleh rezim Orde Baru melalui normalisasi kehidupan kampus (NKK BKK) dan dikooptasinya beragam organisasi kemahasiswaan Islam seperti HMI, GMNI, GMII dan sejenisnya oleh KNPI. Selanjutnya pada tahun 1980-an, gerakan Islamisme mendapat kesempatan karena Orde Baru tidak menghabisi semua kekuatan politik Islam dan melakukan sekularisasi umat Islam, tetapi mendukung Islam yang bersifat spiritualistik dan moralistis (hal 33). Hal ini dimanfaatkan oleh gerakan dakwah kaum Islamis untuk menyusupi kampus dengan bertamengkan dakwah untuk kesalehan individu melalui gerakan Tarbiyah ala Ikhwanul Muslimin. Setelah reformasi, mereka mendirikan Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) pada Maret 1998 dan PKS pada Agustus 1998. Selanjutnya setelah runtuhnya Orde Baru gerakan mahasiswa Islam lama ditinggalkan karena kurang mampu merumuskan arah gerakan yang baru sehinggal posisi mereka segera diambilaih oleh gerakan mahasiswa Islam radikal.
Zaki menguraikan secara rinci kegiatan dan politik yang dilakukan oleh organisasi mahasiswa Islamis (Tarbiyah, Wahabi Salafi dan HTI) terhadap organisasi mahasiswa Islam lainnya. dalam merebut pengikut dan menanamkan pengaruh pada para mahasiswa UGM dan UI. Mereka menanamkan pengaruh melalui organisasi intra kampus (Lembaga Dakwah Kampus/LDK dan Tarbiyah) yang berada di bawah KAMMI dan melalui organisasi ekstra kampus, antara lain melalui kegiatan kajian agama secara intensif dalam kelompok-kelompok kecil untuk menanamkan doktrin, perekrutan kader, serta kajian-kajian umum. KAMMI merupakan organisasi untuk menyiapkan kader PKS di masa depan. Selanjutnya terdapat Forum Silahturami Mahasiswa Muslim (Foramil) yang didirikan Tarbiyah untuk menandingi KAMMI. Sementara itu di UI aktivis Tarbiyah menangani isu Palestina, hijab, dan RUU produk halal, HTI membahas politik Islam, hijab, anti Barat dan pembentukan khilafah, sedang Wahabi Salafi di UGM maupun UI mengajukan pemurnian Islam, akidah, anti Syiah dan Ahmadiyah. Organisasi yang mereka dirikan diarahkan sedemikan rupa untuk merebut kursi ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), sehingga sejak tahun 1998 sampai dengan 2013 semua ketua BEM di UGM berasal dari mereka. Dengan menguasai kampus mereka lebih mudah menyusupkan ideologi Islami dalam kegiatan-kegiatan kampus seperti penerimaan mahasiswa baru, yang digunakan untuk merekrut kader, memaksakan kegiatan agama yang bersifat wajib kepada semua mahasiswa, dan seterusnya.
Berbeda dari organisasi Islam lama, sIfat dari organisasi mahasiswa Islamis ialah kecenderungan untuk berdakwah secara aktif mendesakkan keislaman mereka kepada kelompok muslim yang lain, dengan Tarbiyah sebagai Islamis yang dominan di UGM maupun UI.
Kesuksesan gerakan Islamisme menguasai kampus menurut Ridho dapat dijelaskan melalui teori pemasaran, yang menyatakan bahwa strategi pemasaran dapat dilakukan melalui marketing mix, yang terdiri dari product, price, place, promotion, people, physical evidence, dan process. Hal ini juga menjelaskan mengapa organisasi mahasiswa lokal lama seperti HMI, GMNI, bahkan NU dan Muhammadiyah maupun organisasi lokal lainnya sulit bersaing dengan mereka, karena tidak didukung sumber daya yang cukup untuk pemasaran.
Namun demikian Islamisme tidak begitu menarik bagi mahasiswa yang pernah belajar di pesantren atau dari universitas Islam seperti UIN, karena mereka telah memahami Islam yang berbeda, yang lebih toleran dan sesuai dengan budaya lokal, sedangkan mahasiswa yang berasal dari sekolah umum dan belajar teknis di UGM atau UI sangat tertarik belajar agama namun tidak memiliki cukup pemahaman sebelumnya sehingga mudah diindoktrinasi oleh kaum Islamis.
Produk
Produk yang ditawarkan kaum Islamis ialah Islam aliran Wahabi Salafi, Tarbiyah, dan HTI. Aliran ini mudah dipahami khususnya oleh mahasiswa jurusan Teknik, karena cenderung bersifat hitam putih dan tegas. Gambetta dan Hertog dalam buku Para Perancang Jihad menjelaskan, bahwa mahasiswa teknik memiliki karakter terentu yang mebuat mereka mudah menerima aliran radikal, sehingga banyak teroris Islam berlatar belakang teknik.
Price
Arab Saudi sebagai sponsor gerakan ini memiliki banyak dana untuk menduung kegiatan penyebaran Wahabi Salafi. Mereka menyediakan secara gratis makanan untuk kegiatan kajian, buku-buku, bahkan kos-kosan atau asrama di sekitar kampus, hingga biaya tes bahasa Arab dan bea siswa ke Arab Saudi.
Place
Kaum Islamis dengan bantuan biaya dari Saudi membangun belasan mesjid di sekitar kampus untuk kegiatan kajian-kajian Islamisme dan ceramah, serta mendirikan beberapa pesantren di sekitar kampus yang tidak saja mempengaruhi pandangan keagamaan para mahasiswa namun juga masyarakat di sekitarnya.Mereka juga menggunakan asrama dan kontrakan para mahasiswa sebagai tempat untuk menyebarkan ajaran serta menerapkan gaya hidup Islamis.
Promotion
Ideologi Islamis disebarkan melalui radio, sembilan situs web yang menjangkau ratusan ribu pembaca, media sosial, pamflet, mesjid-mesjid dan para agen/kader yang menyusup melalui pelajaran agama Islam yang wajib diikuti semua mahasiswa baru, yaitu Asistensi Agama Islam (AAI) selama tahun 2012-2017. Pelajaran agama Islam melalui AAI oleh agen Islamis digunakan untuk menyusupkan pemikiran radikal dari Sayd Qutb dan sejenisnya. AAI dihentikan oleh UGM sejak 2017, namun khusus fakultas teknik tetap dilanjutkan karena mereka mengajukan banding dan Islamisme paling sukses di fakultas teknik.
People
Kaum Islamis memiliki kader-kader yang berada di kampus maupun di luar kampus yang menjadi contoh sebagai warga teladan yang berceramah di mesjid-mesjid dan bekerja di pemerintahan.Mereka bertugas mempengaruhi mahasiwa dan masyarakat untuk mengikuti ajaran Islamisme.
Physical Evidence
Mereka memiliki kantor dan yayasan untuk mendukung gerakan mereka.
Proses
Mereka menawarkan beasiswa untuk para mahasiswa melanjutkan studi di universitas-universitas Arab Saudi dan Timur Tengah, sebagai kader-kader yang kelak akan disusupkan di pemerintahan, kampus-kampus, dan masyarakat untuk menanamkan ideologi mereka dan mengubah ideologi negara menjadi ideologi berlandaskan syariat Islam.
Masifnya stratagi pemasaran yang mereka lakukan tidak dapat dilepaskan dari dukungan dana yang sangat besar dari Arab Saudi demi menjadikan umat Islam Indonesia menjadi muslim seperti bangsa Arab, namun masyarakat tidak menyadarinya, termasuk para pejabat pemerintah yang membiarkan saja perilaku tersebut. Sementara itu Islam nasional tidak didukung dengan pendanaan maupun pengkaderan yang memadai sehingga kalah bersaing dari Islamis global.
Kedua buku ini hanya membahas penanaman ideologi Islam radikal di UGM, UI dan UIN terutama di Fakultas Teknik. Namun melihat kondisi masyarakat yang semakin konservatif khususnya pada kaum muda, tampaknya kondisi yang terdapat pada UGM dan UI dialami kampus-kampus lainnya di seluruh Indonesia, apalagi IPB yang dikenal sebagai tempat awal tumbuhnya HTI dan ITB dengan mesjid Salmannya. Apabila hal ini dibiarkan, entah apa yang akan terjadi pada 10 atau 20 tahun mendatang, Indonesia akan menjadi tiruan Arab Saudi atau Timur Tengah, dijajah secara ideologis karena begitu takutnya rakyat Indonesia untuk berpikir bebas, dan Pancasila hanya akan menjadi ideologi tanpa makna.
Penelitian yang dilakukan Zaki dan Ridho relatif baru, yaitu antara tahun 2014 sampai dengan 2017, sehingga pembaca dapat membayangkan bahwa penyebaran dan penanaman ideologi Islamisme di kampus-kampus dan masyarakt masih berlangsung sampai sekarang tanpa ada tindakan berarti dari Pemerintah untuk mengcounter atau mengatasinya. Masyarakat Indonesia demikian religius dan naifnya, sehingga tidak menyadari bahwa pemahaman agamanya yang semula toleran dan liberal serta budaya aslinya sedang dikikis habis oleh Arab Saudi dkk. Mereka bahkan berlomba-lomba menunjukkan ketaatan dan keterjajahan dengan berebut pergi umroh dan haji ke Arab Saudi, bangsa yang berusaha mengubah bangsa Indonesia menjadi bangsa yang serupa dengan Saudi/Arab: bangsa yang mendiskriminasi gender, intoleran, dan menafsirkan Quran secara tekstual, dengan mencampakkan budaya leluhurnya sendiri.
Buku Zaki dan Ridho memberi banyak informasi mutakhir secara cukup rinci mengenai gerakan Islamisme di kampus-kampus ternama Indonesia, meskipun tulisan Ridho dapat diedit lebih baik lagi, khususnya pada bagian tentang profil UGM dan UIN. Buku ini melengkapi literatur tentang penyebarab Islam radikal (lihar review buku Arus Baru Islam Radikal) pada mahasiswa. Entah apakah pemerintah cukup menyadari bahaya Islamisme? Sampai sekarang belum terdengar adanya upaya yang serius untuk mengcounter gerakan ini dengan memberi dukungan cukup kepada organisasi Islam lokal/ tradisional maupun nasionalis pembela Pancasila dan budaya lokal. Sementara kaum Islamis dengan bantuan Timur Tengah terus bekerja dengan kader-kader militan mereka berusaha mengubah rakyat Indonesia yang begitu memuja agama, sehingga begitu mudah ditaklukkan kaum Islamis.
Meskipun terlambat, masih ada yang bisa dilakukan pemerintah untuk memperbaiki keadaan. Misalnya mengubah pelajaran agama di universitas menjadi pelajaran yang bersifat filosofis, agar tidak disalahgunakan untk penyusupan ideologi Islam radikal (selain mengawasi pengajaran agama tingkat SD hingga SMA yang juga telah disusupi Islamis melalui kegiatan rohis dan sekolah Islam terpadu), karena bukankah sejak TK sampai SMA sudah diberikan pelajaran agama yang dianut? Pada tingkat universitas ada dua pilihan: menghapuskan pelajaran agama, atau memberikanpelajaran filsafat agama, yang membahas agama secara umum dengan kritis, dengan membandingkan agama satu sama lain, mempelajari sejarah munculnya agama secara rasional/ ilmiah, mengkritisi ajarannya, dan seterusnya. Selain itu juga membatasi kegiatan organisasi agama di kampus, khususnya dari pihak luar universitas. Kampus seharusnya menjadi tempat yang sekuler dan rasional, bukan sebaliknya, menjadi tempat pembibitan agama yang bersifat irasional dan dogmatis.Tapi siapa yang peduli bahaya yang terdapat pada kampus-kampus tersebut terhadap negara ini?
Kedua penulis buku ini lebih cinta tanah air daripada para pemimpin bangsa sekarang ini, sampai-sampai RIdho menulis,"Buku ini kupersembahkan untuk seluruh muslimin dan muslimat, yang masih sangat mencintai negeri ini."
No comments:
Post a Comment