Pengarang :
David Walace-Wells
Penerjemah :
Zia Anshori
Penerbit :
GPU
Tebal : 330
halaman
Tahun : 2019
Masalah pemanasan global telah menjadi headline yang sering kita baca
sehari-hari. Berita yang muncul pada umumnya berupa melelehnya es di Antartika,
hilangnya beberapa pulau kecil karena kenaikan air laut, dan ramalan akan
tenggelamnya beberapa negara kepulauan dan kota besar yang terletak di pesisir
dalam beberapa puluh tahun mendatang.
Berita singkat yang terpencar-terpencar demikian membuat kita kurang
menyadari betapa berbahayanya membiarkan pemanasan global terus berlangsung. Buku
ini mencoba menyadarkan pembaca, bahwa pemanasan global bukan hanya akan membuat kehidupan lebih sulit untuk
generasi yang akan datang, namun telah mempengaruhi hidup kita pada hari ini,
dengan bencana yang semakin dahsyat dan sering, dengan tingkat yang belum
pernah terjadi sebelumnya sepanjang sejarah bumi. Oleh karena itu sepanjang buku
ini Wells menyajikan bukti-bukti kerusakan bumi akibat pemanasan global beserta
prediksinya untuk tahun 2050 dan 2100. Selain itu dikemukakan pula upaya yang
dapat mengurangi kerusakan tersebut.
Saat ini suhu di bumi telah
meningkat 1 derajat. Para ilmuwan memperkirakan bahwa bila tidak terdapat
tindakan untuk mengurangi emisi karbon, maka pada tahun 2100 suhu di bumi akan
meningkat 4,5 derajat. Itu sebabnya dilakukan berbagai upaya untuk mengurangi
pemanasan global, antara lain melalui perjanjian kerjasama antar negara dalam
Protokol Kyoto, yang berusaha menekan kenaikan suhu menjadi 2 derajat. Namun demkian berdasarkan model yang dibuat,
diperkirakan suhu dapat meningkat 6 sampai dengan 8 derajat apabila kondisi
seperti saat ini tetap dibiarkan.
Berdasarkan model yang ada, maka pemanasan 2 derajat pada tahun 2100 akan
menyebabkan lapisan es mulai hancur, tambahan 400 juta orang kekurangan air,
kota-kota besar di khatulistiwa tidak layak huni, dan di utara gelombang panas
akan menewaskan ribuan orang.
Pemanasan 3 derajat akan mengakibatkan kekeringan permanen di Eropa
Selatan dan kekeringan lebih lama
sembilan belas bulan di Amerika Tengah serta lima tahun di Afrika, dan
kebakaran hutan enam kali lipat di AS.
Sementara itu pemanasan 4 derajat akan mengakibatkan delapan juta kasus
demam berdarah di Amerika Latin dan krisis pangan global serta kerusakan akibat
banjir dari sungai meningkat puluhan kali lipat di seluruh dunia. Terdapat
peluang 11 persen untuk kenaikan di atas 4 derajat, sedangkan perkiraan terburuk
adalah kenaikan 8 derajat, dimana permukaan laut akan naik enam puluh meter dan
pantai dihancurkan badai dahsyat, hutan musnah dilalap api, dan sepertiga
planet tak bisa dihuni karena terlalu panas (halaman 13).
Bukti-bukti kehancuran yang disajikan penulis memang cukup mengerikan,
dibagi dalam beberapa bab, yaitu bencana berupa:
-
Panas Maut
Suhu udara di bumi akan semakin tinggi, terlihat dari data bahwa sejak
tahun 2000-an terdapat lima musim panas terpanas di Eropa sejak tahun 1500 dan
di Timur Tengah suhu tertinggi pernah mencapai 72 derajat celcius. Hal ini akan
lebih buruk lagi jika perubahan iklim terus berlanjut. Pesatnya peningkatan
penggunaan AC di seluruh dunia, pengoperasian pembangkit listrik di Cina, dan
meluasnya beton serta aspal di masa mendatang yang disebabkan dua pertiga
penduduk bumi akan tinggal di kota-kota pada 2050 akan menambah pemanasan
global.
-
Kelaparan
Kenaikan suhu 1 persen akan menurunkan hasil panen 10 persen sedangkan
pada 2050 akan diperlukan makanan dua kali lipat dari hari ini. Selain itu
meningkatnya suhu telah menggeser sabuk gandum alami dunia 250 km ke utara setiap
sepuluh tahun dan meningkatkan jumlah serangga, yang dapat mengurangi
produktivitas hingga 4 persen, selain mengurangi gizi yang terkandung dalam
tanaman. Masalah lain adalah berkurangnya tanah subur karena erosi, kekeringan
ekstrim, dan banjir, yang akan semakin sering terjadi.
-
Tenggelam
Berdasarkan penelitian, laju pelelehan es di Antartika berlipat tiga
selama sepuluh tahun terakhir atau 33 ribu kilometer persegi sejak 1950.
Sementara itu banjir telah mengakibatkan terendamnya dua pertiga Bangladesh
pada tahun 2017 dengan 41 juta korban. Es di kutub merupakan penyerap panas;
jika es di Artika turut meleleh, selain kehilangan penyerap panas bumi juga
akan mendapat tambahan metana, yang dilepas dari lelehnya es. Metana memiliki
kekuatan beberapa lusin kali lipat dari karbon. Kehilangan total es akan sama
dengan pemanasan yang dihasilkan emisi karbon selama 25 tahun terakhir.
Sementara itu, pada 2100 bumi akan kehilangan sejuta km daratan, setara tempat
hidup 375 juta orang hari ini, sedangkan dua pertiga kota-kota besar di dunia
terletak di pantai.
-
Kebakaran
Pemanasan global mengakibatkan kebakaran hutan semakin sering terjadi
dan tidak terkendali, sehingga bahkan mengancam kota-kota. Kebakaran besar yang
belum pernah terjadi di masa lalu antara lain terjadi di California pada 2017,
menghanguskan 500 ribu hektar, di Greenland pada 2017 dengan luas sepuluh kali
lipat dari tahun 2014, dan di lingkaran hutan Artika, Swedia. Abu kebakaran di
utara dapat menghitamkan es, menyerap karbon dan mempercepat pelelehan.
Penggundulan hutan Amazon - yang menyerap 25 persen karbon yang diserap oleh
seluruh hutan di bumi – akibat dibukanya hutan untuk pembangunan meningkatkan
penggundulan hutan dan menambah pelepasan karbon yang selama ini tersimpan pada
pohon-pohon.
-
Bencana Tak Lagi Alami
Rusaknya alam mengakibatkan percepatan bencana, yaitu terjadinya
serangkaian bencana besar – yang dahulu hanya terjadi setiap beberapa ratus
tahun sekali – hanya dalam dua puluh tahun terakhir. Sebagai contoh, pada musim
panas 2018 terjadi sekaligus bencana gelombang panas global, enam badai, dan
kebakaran hutan di Eropa dan Amerika. Dahulu hal-hal tersebut langka, namun
kini menjadi suatu keadaan normal baru, karena sering terjadi. Di masa depan,
bencana akan semakin sering terjadi.
-
Kekurangan Air
Kebutuhan air penduduk dunia separuhnya bergantung pada pelelehan
musiman es dan salju di ketinggian, sehingga jika karena pemanasan global
gletser di pegunungan meleleh dan kering, maka akan terjadi kekurangan air
sangat besar. Sementara itu banyak danau besar di dunia telah mengering dan air
tanah yang pembentukannya memerlukan jutaan tahun telah disedot sehingga
sumur-sumur harus menggali lebih dalam, sedangkan di masa depan diperkirakan
akan terdapat peningkatan kebutuhan air hingga 70 persen.
-
Laut Sekarat
Berdasarkan penelitian, laut yang belum mengalami kerusakan tinggal 13
persen. Laut menyerap 25 persen dari karbon yang dihasilkan manusia dan 90
persen panas berlebih akibat pemanasan global, separuhnya diserap sejak 1997.
Namun hal itu menyebabkan pengasaman laut, yang akan menambah seperempat hingga
setengah pemanasan. Akibat lain dari pemanasan laut ialah pemutihan karang,
yaitu matinya protozoa zooxanthellae yang menghasilkan makanan bagi terumbu
karang, yang mendukung seperempat seluruh kehidupan laut dan setengah miliar
orang, serta melindungi dari banjir dan badai. Dampak lainnya adalah
meningkatnya air laut tanpa oksigen karena meningkatnya suhu air dan pencemaran
akibat pertanian dan industri, mengakibatkan kepunahan masal makhluk laut dan
berkurangnya populasi ikan hingga lebih 30 persen. Selain hal tersebut,
perubahan suhu mempengaruhi siklus arus laut, yang akan mempengaruhi
keseimbangan iklim.
-
Wabah
Pemanasan serta penggundulan hutan mengakibatkan penyakit tropis
seperti malaria dan demam berdarah menyebar ke Eropa dan demam kuning yang
semula terbatas di lembah Amazon menyebar ke kota-kota besar di Amerika Latin.
Melelehnya es di kutub dapat menyebarkan penyakit atau wabah pada puluhan
hingga ratusan tahun lalu yang selama ini tertutup oleh es yang membeku.
-
Ambruknya ekonomi
Meningkatnya pemanasan sebesar 1 derajat celcius menurunkan
pertumbuhan ekonomi sebesar 1 persen. Negara-negara yang akan paling terkena
dari pemanasan global terutama adalah negera-negara Asia Selatan.
-
Konflik akibat iklim
Berdasarkan penelitian, terdapat kenaikan kemungkinan konflik
bersenjata 10-20 persen untuk setiap setengah derajat kenaikan suhu. Kekeringan
dan gagal panen meningkatkan radikalisasi, perang, dan migrasi besar-besaran ke
negara tetangga, dimana saat ini terdapat tujuh puluh juta pengungsi di seluruh
dunia. Dalam tiga puluh tahun ke depan, terdapat tiga puluh dua negara - yang
bergantung pada pertanian - menghadapi
risiko konflik akibat perubahan iklim.
-
Sistem
Di masa depan, kenaikan permukaan laut akan mengakibatkan jutaan orang
kehilangan tempat tinggal dan menjadi pengungsi, misalnya di AS diperkirakan
sebanyak 13 juta orang akan kehilangan tempat tinggal, dan 140 juta orang di
Afrika, Asia Selatan dan Amerika Latin pada 2050 akan menjadi pengungsi. Bahkan
PBB memperkirakan angka hingga satu miliar orang. Berdasarkan penelitian,
meningkatnya suhu dan bencana juga berpengaruh pada meningkatnya stress, trauma
dan bunuh diri.
Meskipun sebagian besar buku ini berisi data bukti-bukti kerusakan
alam berupa berbagai bencana dahsyat akibat pemanasan global, namun penulis
masih optimis bahwa hal tersebut dapat diatasi dengan tindakan politik, yaitu
pengurangan emisi karbon secara kolektif melalui kebijakan negara, bukan hanya
oleh kesadaran individu seperti sekarang. Khususnya pengurangan konsumsi oleh
seluruh penduduk negara maju yang pemboros seperti Amerika. Sesuatu yang
tampaknya sulit dilakukan. Anehnya, Wells merasa optimis bahwa kemauan politik
negara-negara utama akan berhasil membatasi kenaikan pemanasan global menjadi
hanya 2 derajat pada 2100, meskipun pengalaman selama ini menunjukkan tidak ada
hasil berarti.
Buku ini cukup baik untuk menggugah kesadaran pembaca akan dahsyatnya
akibat dari perubahan iklim baik pada masa kini maupun masa depan, dengan
mengajukan banyak fakta berupa angka-angka dan prediksi hasil modeling para
ilmuwan yang cukup mengerikan. Pembaca sendiri mungkin telah mengalami bahwa
kini musim tidak lagi dapat diprediksi, bahwa banjir semakin sering dan tinggi,
kebakaran semakin besar dan sulit dikendalikan, angin puting beliung yang dulu
tidak pernah terjadi kini kerap terjadi, dan seterusnya. Padahal, itu baru
peningkatan suhu sebesar satu derajat, sedangkan di tahun 2100 diperkirakan
mencapai 3,5 hingga 4 derajat jika manusia tidak melakukan perubahan dalam
mengkonsumsi bahan bakar fosil. Suramnya masa depan mengakibatkan timbulnya
sekelompok orang yang menganut nihilisme lingkungan, yang dibahas juga dalam
buku ini, yaitu orang-orang yang mengambil sikap ekstrim dengan mundur dari
kehidupan modern atau menolak bereproduksi.
Namun sebagian besar orang di dunia adalah mereka yang tidak peduli
dan berpikir bahwa dunia akan baik-baik saja, bahwa Tuhan akan selalu
melindungi mereka, atau menghancurkannya sekaligus dalam satu kiamat besar,
sehingga mereka tetap bereproduksi dengan kecepatan tinggi dan tidak peduli
kerusakan lingkungan hidup yang ditimbulkannya. Itulah sebabnya buku semacam
ini sangat penting untuk dibaca seluas mungkin.