Pengarang : Yuval Noah Harari
Penerbit : Vintage, UK
Tebal : 513 halaman
Tahun : 2017
Sebagaimana sedang kita alami saat ini, dunia mengalami perubahan yang sangat cepat karena pesatnya kemajuan sains dan teknologi, sehingga banyak orang tidak mampu lagi mengikuti perkembangannya. Bahkan sejumlah ilmuwan mengungkapkan kekhawatiran akan ketidakmampuan manusia melawan kekuasaan artificial intelligence di masa depan.
Melalui Homodeus, Harari mencoba untuk melihat arah yang akan dituju manusia di masa depan, dengan berdasarkan pada sejarah di masa lalu dan perkembangan ilmu pengetahuan di saat ini. Pokok yang hendak disampaikan oleh penulis adalah, tujuan manusia atau homo sapiens di masa mendatang ialah untuk meraih imortalitas dan kesempurnaan.. Hal tersebut dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu secara organik, misalnya dengan modifikasi DNA sehingga sangat cerdas dan selalu muda; menggabungkan mesin dengan tubuh, misalnya pemasangan implan yang meningkatkan kemampuan penglihatan, dan penggunaan mesin sebagai kepanjangan dari fungsi tubuh, misalnya melakukan operasi dari jarak jauh. Hal-hal tersebut, ditambah penggunaan robot dan artificial intelligence yang menggantikan jutaan pekerja, akan memperlebar kesenjangan antara elit dengan massa lebih daripada masa-masa sebelumnya, sehingga muncul superhuman dan useless society. Perubahan yang dibawa oleh teknologi ini merupakan tantangan bagi aliran humanisme, yang selama ini mendasari tercapainya peningkatan kesejahteraan manusia di seluruh dunia.
Pembahasan dibagi dalam tiga bagian.
Bagian pertama mencoba menjawab pertanyaan mengapa homo sapiens (manusia)
dapat menguasai dan mengubah dunia dan apakah hal tersebut karena homo sapiens
mempunyai keistimewaan yaitu memiliki jiwa. Berdasarkan sejarah, homo sapiens
ketika masih menjadi pemburu peramu memandang dan memperlakukan hewan hampir
sebagai makhluk yang setara, karena kehidupan mereka tergantung pada kemurahan
alam. Namun munculnya kemampuan bertani atau revolusi pertanian mengubah
hubungan tersebut, karena homo sapiens telah mampu mengendalikan pertumbuhan
tanaman dan menjinakkan binatang untuk kepentingannya. Seiring dengan itu
animisme digantikan oleh agama yang bersifat vertikal: homo sapiens memuja
dewa-dewa atau Tuhan agar hasil pertanian melimpah dan agama digunakan untuk mensahkan eksploitasi
hewan guna kepentingan homo sapiens. Namun ketika perkembangan ilmu pengetahuan
memungkinkan homo sapiens memproduksi hasil pertanian dan peternakan secara
lebih efisien, pemujaan kepada dewa dewa atau Tuhan tidak lagi diperlukan. Homo
sapiens menjadi tuhan bagi dirinya sendiri.
Mengapa homo sapiens dapat menguasai dan mengubah dunia? Apa yang
membedakannya dari hewan? Apakah jiwa, sebagaimana masih dipercaya sebagian
besar manusia? Ilmu pengetahuan tidak dapat membuktikan adanya jiwa, tulis
Harari. Homo sapiens dapat menaklukkan dunia karena ia memiliki kemampuan untuk
bekerja sama dalam jumlah besar secara fleksibel, tidak seperti semut yang
kemampuan kerjasamanya terbatas oleh instink. Hal yang mendasari kerjasama itu
adalah imajinasi atau fiksi yang dipercaya bersama (inter subjective level)
sebagai sesuatu yang nyata, yaitu agama, dewa atau tuhan, uang, korporasi,
bangsa atau negara. Namun disini tampaknya penulis tidak membedakan fiksi murni
dan fiksi, imajinasi atau kepercayaan yang harus didasari fakta tertentu. Agama
atau dewa dapat diciptakan atau diimajinasikan sesuai kehendak pengikutnya
tanpa berdasarkan fakta apapun, namun uang, korporasi dan bangsa harus didasari
oleh fakta atau realitas tertentu untuk dapat dipercaya sebagai alat
pembayaran, entitas usaha, dan bangsa, yaitu kekayaan yang dimiliki penerbit uang,
aktivitas dan kemampuan ekonomi, sekelompok orang yang memiliki
kepentingan atau tujuan bersama.
Bagian kedua menguraikan ideologi yang memungkinkan homo sapiens
mencapai kemajuan sebagaimana saat ini. Menurut Harari, fiksi, yaitu agama,
uang, korporasi dan negara, memiliki kemampuan untuk memaksa mayoritas tunduk,
sehingga semua aktivitas dapat berjalan secara efisien. Efisiensi dicapai
melalui algoritma, yaitu serangkaian tahapan tertentu yang harus dilakukan
untuk setiap kegiatan.
Dalam perkembangannya, muncul konflik antara agama - yang
berkepentingan dengan terpeliharanya keteraturan sosial melalui pengaturan
moralitasnya - dengan ilmu pengetahuan, yang mementingkan kekuatan, yaitu
kemampuan untuk memperbaiki kondisi manusia dan menaklukkan alam. Kekuatan ilmu
pengetahuan membawa modernitas, yang memaksa seluruh homo sapiens tunduk pada
system jika ingin hidup layak, antara lain dengan mengikuti pendidikan, tunduk
pada hukum, dan seterusnya. Modernisme dibangun oleh kapitalisme, yang berjalan
berdasarkan invisible hand and tidak peduli.
Namun kapitalisme murni menuntut pertumbuhan terus menerus dan cenderung
mendorong keserakahan, sementara dunia memerlukan kerjasama, sehingga muncul
Humanisme.
Uraian tentang Humanisme cukup mendalam. Humanisme didasari oleh
prinsip pengakuan atas individualisme,
kebebasan berekspresi, kepercayaan bahwa manusia memiliki kemampuan
untuk menentukan yang baik bagi dirinya maupun masyarakat tanpa bersandar pada
perintah Tuhan atau agama, dan bahwa kemajuan dan kesejahteraan manusia dapat
diperoleh dengan kerja sama, ilmu pengetahuan, dan partisipasi aktif setiap
orang untuk kebaikan. Pandangan humanisme mendasari draft konvensi hak asasi
manusia yang diratifikasi 130 negara anggota PBB tahun 1947.
Dominasi humanisme terutama sejak berakhirnya Perang Dunia II membuat
negara-negara di dunia memperbaiki kondisi rakyatnya dengan program-program
pertanian, kesehatan, dan pendidikan, sehingga taraf hidup jauh meningkat.
Humanisme tidak selalu sejalan dengan agama, yang meminta ketundukan total,
namun meningkatnya radikalisme serta jumlah pemeluk agama tersebut tidak
dianggap penting oleh penulis, dengan pertimbangan bahwa mereka tidak mengerti
sains dan teknologi, miskin dan terbelakang, sementara dunia masa depan akan
dibentuk dan diubah oleh segelintir elit yang menguasai teknologi tersebut.
Mungkin benar, tetapi jika segelintir militant dari mereka dapat merampas sistem
teknologi tinggi, maka kerusakan yang ditimbulkan akan lebih berbahaya. Sebagai
liberal Harari juga tidak memperhitungkan bahaya dari meningkatnya jumlah imigran
atau penduduk beraliran radikal pada negara-negara sekuler, yang dapat mengubah
ideologi Humanisme menjadi teokrasi, apakah kemajuan teknologi dapat membuat
mereka tidak berdaya, atau sebaliknya dapat menguasai negara-negara yang mereka
tumpangi.
Bagian ketiga menguraikan efek dari kemajuan teknologi yang demikian
pesat pada mayoritas homo sapiens.
Revolusi humanisme mendorong munculnya sifat-sifat baik homo sapiens,
yaitu kebebasan individu, kerja sama, perhatian pada perasaan. Humanisme
mendorong negara menyelenggarakan pendidikan massal, vaksinasi, pemeliharaan
kesehatan, karena negara memerlukan pekerja dan tentara untuk memajukan negara.
Hal ini mendorong meningkatnya kesejahteraan rakyat miskin pada abad 20. Namun hal ini belum tentu terjadi pada abad
21, karena pada masa mendatang robot dan mesin-mesin dapat melakukan jauh lebih
baik dan murah hal-hal yang selama ini dilakukan oleh manusia, misalnya mobil
tanpa pengemudi akan menghilangkan kebutuhan akan jutaan pekerja transportasi,
drone dan pesawat tanpa awak akan mengurangi jumlah tentara secara signifikan.
Hilangnya pekerjaan-pekerjaan tersebut tidak akan dapat diimbangi dengan
kemampuan pekerja untuk selalu belajar hal-hal baru, sehingga akan muncul
segolongan pekerja yang tidak dapat dipekerjakan atau useless society. Sementara itu segolongan kecil elit menguasai
mayoritas alat produksi, kekuasaan, dan kecerdasan serta fisik yang lebih baik.
Perubahan ini dapat mengubah ideologi yang dianut homo sapiens. Humanisme
memandang semua manusia sama dan memberi penghargaan terhadap hidup dan
kontribusi yang diberikan setiap warga. Jika artificial intelligence telah demikian cerdas sehingga kontribusi
manusia tidak diperlukan lagi karena kualitasnya di bawah AI, apakah humanisme
akan tetap dianut? Apakah kaum elit tidak akan lebih mementingkan peningkatan
performa kaumnya sendiri dan tidak mempedulikan lagi massa yang miskin atau
tidak beruntung karena mereka tidak lagi diperlukan oleh negara? Hal ini
terutama untuk negara-negara miskin berpenduduk ratusan juta atau miliar yang
harus berkompetisi dengan negara-negara maju, mengingat biaya pendidikan dan
kesehatan ratusan juta penduduk sangat besar.
Konsekuensi dari uraian mengenai perkembangan teknologi di masa depan
terhadap homo sapiens mengingatkan pada novel Brave New World, dimana manusia direproduksi oleh mesin, dan
segolongan elit superior merencanakan jumlah dan tingkat kecerdasan serta
kondisi fisik untuk masing-masing kelas yang akan mengisi pekerjaan-pekerjaan
yang diperlukan. Manusia kembali dikuasai oleh segelintir elit yang kini
merupakan superhuman hasil rekayasa biologi.
Alternatif lainnya adalah manusia terserap dalam Internet of All Things dan kehilangan arti. Humanisme yang mengutamakan perasaan,
kebebasan, privacy, dan individualisme, di era Internet dan digitalisasi berubah
menjadi Dataisme seiring dengan melimpahnya data dan informasi. Sebagaimana
ekonomi liberal yang menekankan pentingnya informasi dan pergerakan barang secara
bebas untuk kemajuan ekonomi, Dataisme berpendapat bahwa kemajuan akan berjalan
secara optimal jika terdapat kemudahan akses terhadap informasi. Semakin banyak
data yang terhubung dalam internet yang dapat diakses secara bebas, semakin
bermanfaat bagi manusia. Sebagai contoh, adanya informasi mengenai kendaraan
yang tidak dipakai seseorang pada jam-jam tertentu dapat meningkatkan efisiensi
karena di luar jam tersebut kendaraannya dapat digunakan oleh orang lain.
Semakin pentingnya data dalam internet mendorong orang untuk berpartisipasi
dengan membagikan informasi dan pengalaman pribadinya, sehingga berlawanan
dengan humanisme yang menekankan privacy, penganut Dataisme merasa tidak
berarti jika tidak membagikan informasi dan pengalamannya dalam internet.
Tujuan dari Dataisme adalah menggabungkan seluruh data dan informasi
di dunia untuk diolah dalam internet guna memaksimalkan penggunaannya. Saat ini
sistem tersebut masih memerlukan data dari manusia. Namun terdapat kemungkinan
bahwa suatu hari nanti sistem tersebut menjadi demikian maju sehingga tidak
lagi memerlukan data dari manusia dan berjalan sendiri. Pada saat itu maka
manusia hanya akan menjadi chip atau komponen tak berarti dari Internet of All Things.
Kesimpulan ini diperoleh Harari setelah melihat cara bekerja sistem
informasi di internet. Sistem algoritma Google dibuat oleh sebuah tim besar
yang masing-masing mengerjakan bagiannya sendiri. Setelah itu sistem berjalan
sendiri namun masing-masing tim tidak tahu persis keterkaitan maupun hasil
akhirnya karena sistem tersebut akhirnya demikian kompleks. Kecanggihan sistem
dalam menghasilkan informasi juga dapat terlihat dari lengkapnya informasi yang
dimiliki perusahaan-perusahaan financial
technology yang menggabungkan semua data (data supplier, buyer, penjualan,
dll), yang mampu menghasilkan informasi sangat rinci hingga jam terjadinya
penjualan tertinggi, wilayah penjualan terbanyak, dan lain-lain secara
otomatis.
Telah banyak buku yang mencoba menguraikan kemungkinan-kemungkinan
yang dapat terjadi di masa depan berdasarkan perkembangan teknologi saat ini. Michiio Kaku menulis beberapa buku berdasarkan
wawancara dengan puluhan ilmuwan yang sedang melakukan riset. Dalam The Future of the Mind, ia menceritakan
bahwa para ilmuwan sedang melakukan penelitian untuk mencatat mimpi,
memindahkan pikiran ke dalam komputer, komunikasi melalui sejenis telepati, dan sebagainya.
Homodeus melangkah lebih jauh, yaitu mencoba membayangkan perubahan
ideologi atau struktur masyarakat yang akan terjadi di masa depan sejalan dengan
adanya perubahan teknologi.
Sebagian berpendapat, bahwa setiap terjadi revolusi teknologi manusia
selalu merasa khawatir akan hilangnya
banyak pekerjaan dan meningkatnya pengangguran, namun kekhawatiran tersebut
tidak pernah menjadi kenyataan, karena selalu ada pekerjaan-pekerjaan baru.
Apakah perubahan yang terjadi saat ini tidak sama saja sehingga tidak perlu
dikhawatirkan? Namun banyak contoh dalam
buku ini yang menunjukkan bahwa AI dapat bekerja jauh lebih baik dari manusia
dalam banyak bidang, sehingga pada akhirnya kelebihan yang dimiliki manusia
hanyalah perasaan. Kita juga dapat melihat hal-hal yang sedang terjadi pada
saat ini: penutupan cabang-cabang bank dan pengurangan karyawan karena digitalisasi,
toko-toko tanpa kasir, mobil tanpa pengemudi, diagnosa oleh AI yang lebih
akurat dari dokter berpengalaman, drone yang sukses membunuhi para teroris. Apabila
prediksi kemajuan teknologi terasa berlebihan, masa lalu mungkin perlu diingat.
Dua puluh lima tahun yang lalu ponsel berukuran sebesar handy talky dan
harganya seperlima sedan mahal, sedang kemampuannya hanya untuk menelpon. Saat ini seorang tukang kebun pun memiliki ponsel saku yang bisa digunakan untuk
internet, foto, video, dan lain-lain. Siapa yang bisa meramalkan masa depan?
Homodeus jauh lebih menarik dari Sapiens, buku Harari sebelumnya.
Namun untuk menyimpulkan apa yang hendak disampaikannya pembaca harus membaca
dengan teliti, karena cara pembahasan yang meluas sehingga pokok yang hendak
disampaikan tidak tertulis secara tegas. Secara keseluruhan buku ini dapat meningkatkan
kesadaran pembaca bahwa perubahan semakin cepat, sehingga kita tidak dapat
mengabaikannya begitu saja jika tidak ingin menjadi korban perubahan.
Buku ini telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, begitu pula Sapiens, buku pertama Harari.
Buku ini telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, begitu pula Sapiens, buku pertama Harari.