Monday, January 25, 2016

The Black Swan




Judul        :    The Black Swan – The Impact of the Highly Improbable
Pengarang:   Nassim Nicholas Taleb
Penerbit:       Penguin
Tahun   :       2008
Tebal    :       366 hal


Masyarakat modern terbiasa dan merasa mampu memperhitungkan dan mengukur risiko, mentargetkan waktu penyelesaian pembangunan suatu proyek, membuat proyeksi keuangan atau ekonomi hingga beberapa tahun ke depan, bahkan kondisi politik suatu negara atau kawasan. Proyeksi atau perkiraan tersebut pada umumnya dibuat dengan melihat pada angka-angka atau kejadian di masa lalu, seringkali dengan asumsi bahwa tidak ada kejadian luar biasa di masa yang akan datang. Hal tersebut menyebabkan kita luput memperkirakan kemungkinan adanya kejadian luar biasa yang jarang terjadi namun memberikan dampak besar. Kita hanya melihat hal-hal kecil yang tampak di mata, terlalu optimis, dan melupakan bahwa terdapat kemungkinan adanya penyimpangan dari kejadian di masa lalu.  Kita melupakan black swan.

Black swan adalah kejadian yang memiliki atribut yaitu outlier, artinya di luar perkiraan biasa, kedua, berakibat ekstrim, dan ketiga, hanya dapat dijelaskan setelah kejadian atau setelah peristiwa terjadi. Contohnya adalah tsunami pada Desember 2004 dan penyerangan WTC oleh teroris pada September 2001.
                                                                  
Buku ini merupakan kritik atau pengingat, bahwa sebaiknya kita lebih memperhatikan black swan dan jangan terlalu mempercayai perkiraan, proyeksi, target atau kejadian di masa lalu sebagai dasar untuk bertindak, karena banyak hal di luar perkiraan yang dapat membuyarkan semua itu. Apalagi, prediksi ekonomi, sejarah atau politik tidak dapat dipercaya akurasinya, sekalipun dibungkus dengan matematika canggih. Hal ini karena ilmu sosial mengandung free will dari kumpulan individual, disamping itu selalu terdapat penemuan-penemuan baru yang dapat mengubah masyarakat secara drastis, yang tidak dapat kita ketahui sebelumnya karena pada umumnya penemuan-penemuan itu terjadinya secara kebetulan.                                                                                                                                                  
Jadi, meramal masa depan adalah mustahil. Jangankan masyarakat, bukankah nasib sendiri saja seringkali berasal dari kebetulan?  Apakah kita bisa merencanakan akan bekerja dimana, menikah dengan siapa? Seringkali kedua hal itu, yang akan memberi dampak besar pada kehidupan seseorang, tergantung pada kebetulan belaka atau kejadian-kejadian yang di luar perkiraan dan tidak dapat dilihat polanya di masa lalu.
Bukti bahwa banyak orang salah membuat perkiraan karena terlalu optimis, tidak dapat menerima kenyataan atau tidak memperkirakan black swan adalah banyaknya proyek-proyek besar yang tertunda lama penyelesaiannya, kecelakaan fatal, perang yang berlangsung hingga bertahun-tahun, pengungsi yang selalu berpikir akan segera pulang meski telah puluhan tahun di negeri orang, dan perceraian.

Mungkin pengalaman penulis buku sebagai trader, yaitu pialang saham yang harus mengambil keputusan di tengah kondisi ketidakpastian, membuatnya skeptik terhadap proyeksi atau perkiraan.
Taleb membagi dunia dalam dua bagian, yaitu mediokristan dan ekstrimitas untuk menerangkan semakin lebarnya kesenjangan di dunia. Mediokristan yaitu suatu kondisi yang terdapat pada masyarakat di masa lalu. Tanpa adanya teknologi, tidak ada seseorang yang dapat menguasai nyaris seluruh pasar, sebagaimana saat ini seorang pengarang, musisi, atau pembuat film dapat menjual ratusan ribu buku atau rekaman sementara ribuan pengarang atau musisi lainnya hanya dapat menjual beberapa ribu buku atau bahkan tidak memiliki rekaman. Suatu hal yang tidak mungkin tanpa adanya teknologi percetakan, perekam musik atau film. Namun kita tidak pernah bisa tahu sebelumnya, buku, musik atau film macam apa yang akan dapat menghasilkan keberhasilan semacam itu. Demikian pula halnya dengan desain dan pekerjaan kreatif lainnya. Ia menyebut pekerjaan-pekerjaan tersebut sebagai scalable, karena menghasilkan pengungkit, artinya, kita tidak dapat memperkirakan batas keberhasilan atau penjualannya, yang bisa sangat besar, nyaris tidak terbatas, dan hal itu kadang lebih disebabkan oleh keberuntungan.
Leverage atau pengungkit cukup dihasilkan dengan bekerja satu kali, namun tingkat keberhasilannya juga tidak pasti. Sebaliknya, pekerjaan sebagai dokter, akuntan, pembuat roti atau penjahit pakaian harus dikerjakan terus menerus dan tidak ada yang dapat menguasai nyaris seluruh pasar. Namun tingkat kepastian pekerjaannya lebih terjamin; tidak ada yang gagal sama sekali sebagaimana halnya dapat terjadi pada seorang penulis buku atau musisi.  Efek pengungkit dari pekerjaan yang bersifat scalable meningkat dengan adanya perkembangan teknologi, yang menjelaskan mengapa AS dan negara-negara Eropa yang memproduksi ide-ide baru dan desain - sementara pembuatan produknya dilakukan oleh insinyur dan pekerja di negara-negara berkembang, menghasilkan lebih banyak kekayaan daripada negara-negara lain dan dengan demikian meningkatkan kesenjangan.
Ide dan gagasan baru seringkali hanya dapat berhasil jika terdapat cukup trial and error. Oleh karena itu masyarakat yang dapat menerima kegagalan, seperti masyarakat AS, menghasilkan ide baru jauh lebih banyak dari masyarakat di belahan bumi lain yang trauma dalam menghadapi kegagalan.
     
Ketidakmampuan melihat black swan disebabkan beberapa hal, yaitu:
a.   Kesalahan konfirmasi, yaitu kita tidak terbiasa dengan ekstrimitas, sehingga tidak dapat membuat perkiraan yang akurat dan hanya memperhatikan hal-hal yang terlihat.
b.  Kesalahan naratif, yaitu tidak bisa melihat fakta sebagaimana adanya, namun selalu berusaha mencari penyebab atau penjelasan atas sejumlah fakta yang ada, meskipun akhirnya dapat berujung pada kesalahan.
c.   Bersikap seolah black swan tidak ada
d.  Distorsi dari silent evidence, yaitu berusaha mencari penjelasan dari kejadian yang telah menjadi sejarah. Hal tersebut tidak mudah, karena kita tidak pernah dapat mengetahui penjelasan yang sebenarnya, hanya berusaha memahami setelah kejadian berlalu.
e.   Berfokus hanya pada sekumpulan kecil ketidakpastian

Selain menghasilkan akibat negatif, black swan dapat memberi kesempatan-kesempatan baru dan keberuntungan jika kita tahu memanfaatkannya, karena pada dasarnya black swan adalah sesuatu yang tidak terduga, mungkin suatu kebetulan, namun memberi dampak besar. Jika hal tersebut bersifat positif, maka kita menyebutnya keberuntungan, luck. Tugas kita adalah selalu bersiap dan membuka diri sebanyak mungkin pada kemungkinan-kemungkinan yang mendatangkan keberuntungan atau kebetulan tersebut, karena keberuntungan bersifat random, tidak berdasar pada kemampuan semata. Berikut saran dari Taleb untuk memanfaatkan black swan:
a.     Perhatikan bidang-bidang yang dapat menghasilkan black swan positif. Bisnis bank bersifat negatif karena kemungkinan terbaik adalah kembalinya pinjaman sementara kemungkinan terburuk adalah tidak kembalinya seluruh pinjaman. Sebaliknya adalah bisnis penerbitan, riset ilmiah, dan modal ventura, karena kemungkinan terbaik nyaris tidak terbatas hasilnya.
b.    Bersiap untuk segala kemungkinan lebih baik dari pada fokus pada beberapa kemungkinan yang lebih dapat diprediksi.
c.     Ambil setiap kesempatan, atau apapun yang tampak seperti sebuah kesempatan. Bekerja keras untuk memburu kesempatan dan memaksimalkan paparan pada kesempatan.
d.    Bersikap hati-hati atau jangan terlalu percaya pada  prediksi yang dibuat oleh pemerintah. 

Inti dari pemahaman di atas adalah, oleh karena kita sulit memperkirakan probability terjadinya negatif black swan, maka lebih baik fokuskan pada konsekuensinya, yaitu bersikap hati-hati terhadap hal yang kita ketahui dengan jelas (saham blue chip,misalnya), sebaliknya bersikap lebih berani terhadap hal yang sulit untuk diketahui. 

 Banyak hal menarik lainnya  yang dikemukakan penulis dalam buku ini, yang dapat menjadi perenungan bagi pembaca. Taleb menulis dengan rasa humor, meskipun terkadang terasa kasar dan arogan, khususnya  bagi para ekonom dan ilmuwan sosial yang ia kritik habis dalam buku ini, antara lain karena ia tidak percaya sejarah dapat menjelaskan suatu peristiwa dan menjadi bahan pelajaran, dan ilmu sosial lainnya tidak dapat menjelaskan atau meramalkan apapun. Buku ini juga ditulis dengan tidak begitu teratur, ada bagian yang terlalu panjang kala penulis menguraikan beberapa ilmuwan atau filsuf yang dipujanya, atau cerita dan anekdot untuk memberi contoh, sehingga fokus pembaca terpecah dari topik utama yang sedang dibahas.  Namun demikian, secara keseluruhan penulis telah mengingatkan pembaca untuk mempertimbangkan hal-hal yang selama ini kurang diperhatikan dalam pengambilan keputusan sehari-hari, baik untuk kepentingan masyarakat maupun pribadi.