Judul : The Prospector
Pengarang: J.M.G. Le Clezio
Penerjemah: Carol Marks
Penerbit: David R. Godine, Publisher
Tahun : 1993
Tebal : 338 hal
Kenangan masa kecil yang tak terlupakan, keindahan dan kecintaan pada laut, kesetiaan pada keluarga, kemurnian cinta, kekerasan hidup, pencarian harta karun, kekuatan takdir, yang seringkali diluar kekuasaan siapapun, dan realitas yang berbaur dengan mitologi Yunani, adalah yang kita dapat dari buku ini.
Alexis selalu terkenang akan rumah masa kecilnya, ketika ayahnya belum bangkrut dan masih hidup, ketika badai siklon belum menghancurkan rumah mereka beserta seluruh usaha ayahnya,dan ibunya masih dapat memberi pelajaran kepada ia dan Laure, adik perempuannya setiap sore. Bersama Laure ia akan berlari melintasi ladang tebu, memandangi laut, menembus hutan, dan menatap bintang-bintang di malam hari. Khususnya laut. Laut adalah bagian dari dirinya,
“As far back as I can remember I have listened to the sea: to the sound of it mingling with the wind in the filao needles, the wind that never stopped blowing…It is the sound that cradled my childhood…it will come with me wherever I go: the tireless lingering sound of waves breaking in the distance of coral reef… Every day I went to the beach…Here, the sound of the sea was like a beautiful music…I will never forget that day when I went to sea for the first time, a day that seemed to last months, or years. I wanted it never end, I wanted it to go on forever…”
Setelah ayahnya meninggal dan mereka jatuh miskin mereka harus tinggal di kota, dan Alexis harus bekerja di perusahaan milik pamannya, yang mengambil alih tanah dan rumah masa kecilnya untuk memperluas perkebunan dan pabrik gula, yang dikerjakan oleh para bekas budak dan pendatang dari India. Namun kenangan indah masa kecil dan ketakpedulian pamannya membuat ia berusaha meneruskan usaha terakhir ayahnya: mencoba menemukan harta karun yang tersimpan di pulau Rodriguez, untuk mengembalikan kejayaan keluarganya, untuk menyenangkan hati Laure dan ibunya.
Alexis meninggalkan semuanya, berteman dengan kapten Bradmer dalam kapal yang membawanya ke Rodriguez. Ia tidak menemukan harta karun, namun bertemu Ouma, gadis yang akan dicintainya, namun kemudian harus ia tinggalkan untuk pergi ke medan perang dunia pertama.
Ketika ia pulang kembali, semua sudah berubah. Pamannya semakin kejam, terdapat pemberontakan pekerja pabrik. Bagaimana dengan Laure, Ouma dan ibunya? Karena nasib akhirnya memisahkannya dengan mereka semua, juga dengan kapten Bradmer, yang tidak ditemukan setelah kapalnya tenggelam.
Akhir kisah memang terasa sedih, karena akhirnya ia sendiri dan tidak memiliki apa-apa, namun
“I’ll go to the port to choose my ship. It is called the Argo….Soon it will be sailing under the stars, following its destiny written in the sky. I am on the deck…enveloped in wind, listening to the waves slapping against the hull and the wind cracking in the sails…We are the only ones on the sea, the only living beings. Ouma is with me again…to the place where we need fear neither signs in the sky nor the wars of men…Now night has fallen. To the depths of my being I hear the living sound of the rising sea.”
Pengarang seolah ingin mengatakan, kenangan masa kecil selalu mengikuti seseorang, dan keluarga, serta kekasih yang baik akan membuat seseorang berusaha melakukan apapun untuk mereka, namun kadang nasib tidak mengizinkan hal-hal baik terwujud, antara lain karena kejahatan, keserakahan berada di sekitar kita, bahkan sangat dekat, demikian pula kejadian buruk dapat datang tanpa diduga, sehingga nasib kadang begitu absurd. Namun alam yang masih terjaga keasliannya adalah sesuatu yang berarti.
Mungkin benar, bahwa kenangan masa kecil selalu mengikuti kita. Saya suka buku ini, yang hampir tiap halamannya ada gambaran mengenai pantai, laut, angin, langit, yang ditulis hampir seperti puisi, karena mengingatkan pada masa kecil saya sendiri yang pernah tinggal di tepi laut. Mungkin tidak mudah dimengerti orang lain, tetapi sampai sekarang bagi saya tempat yang paling menyenangkan adalah rumah di tepi laut.
The Prospector berlokasi di Mauritius pada tahun 1892 s.d. 1922. Mauritius, kepulauan yang terletak di dekat Madagaskar, Afrika Timur. pernah menjadi koloni Belanda pada tahun 1630-1710, kemudian diambil-alih Prancis pada tahun 1710-1810, sebelum akhirnya menjadi koloni Inggris s.d. tahun 1968. Belanda, yang juga membawa kepunahan burung dodo, membawa tanaman tebu dari Jawa. Prancis kemudian membawa budak untuk dipekerjakan di perkebunan. Pada tahun 1835 Inggris menghapus perbudakan di Mauritius dan pekerja diisi oleh para imigran, terbanyak dari India.
Tentang Penulis
Jean Marie Gustave Le Clezio yang berdarah Inggris dan Prancis adalah pengarang kelahiran Prancis tahun 1940. Ia mendapat hadiah Nobel pada tahun 2008 untuk “new departure, poetic adventure and sensual ecstasy, explorer of a humanity beyond and below the reigning of civilization.”
Bukunya yang sudah diterjemahkan dalam bahasa Inggris antara lain The Interrogation (1963), pemenang Prix Renaudot, War (1973), Desert (1980), dengan tema konflik kultural masyarakat asli Afrika dengan peradaban Eropa, dan mendapat penghargaan dari Akademi Prancis, Onitsha (1992), The Wandering Star, dan karya non fiksi Mexican Dream. Karya-karya awalnya menunjukkan ia pengarang yang memperhatikan lingkungan hidup, jauh sebelum hal tersebut menjadi kesadaran umum.
Le Clezio merupakan pengarang terkemuka di Prancis dan telah menulis sekitar 40 buku, juga menjadi pengajar pada Universitas di New Mexico. Ia pernah tinggal di Prancis, Mauritius, Thailand, Meksiko dan Panama. Le Clezio disebut juga sebagai Steve McQueen sastra karena parasnya.
The Prospector adalah buku pertama karya Le Clezio yang saya baca. Dengan novel lirisnya yang halus dan mengharukan, tampaknya buku-bukunya yang lain cukup menarik untuk menjadi bacaan berikutnya.
Posting ini adalah untuk posting bersama Blogger Buku Indonesia, dengan tema buku karya pemenang Nobel.