Judul : Hot, Flat and Crowded – Mengapa dunia memerlukan revolusi hijau dan bagaimana kita memperbarui masa depan global kita
Pengarang: Thomas L. Friedman
Penerjemah: Alex Tri Kantjono
Penerbit: GPU
Tahun : 2009
Tebal : 582 hal
Melanjutkan buku sebelumnya The World is Flat, Friedman kali ini mencoba menggugah kesadaran pembaca akan betapa berbahayanya pemanasan global, sehingga diperlukan tindakan konkrit segera dalam bentuk kebijakan pemerintah yang berani untuk mengatasi masalah tersebut.
Pokok dari buku ini adalah, dunia yang panas, rata dan penuh sesak mengakibatkan timbulnya masalah berikut:
1. Meningkatnya permintaan atas energi dan sumberdaya alam yang makin langka
2. Perpindahan kekayaan secara besar-besaran ke negara kaya minyak dan para diktator mereka
3. Terganggunya perubahan iklim
4. Kemiskinan energi – terutama bagi negara tidak mampu
5. Percepatan luar biasa penurunan keaneka-ragaman hayati
Yang dimaksud dengan sesak adalah jumlah penduduk dunia saat ini (2007) sebanyak 6,7 miliar akan menjadi 9,2 miliar pada tahun 2050, sebagian besar akan berada di negara kurang berkembang, yaitu dari 5,4 miliar menjadi 6,7 miliar pada tahun 2050. Dunia yang rata yaitu lebih banyak orang dapat turut serta dalam ekonomi global dan memperoleh manfaat berupa perbaikan ekonomi, yang semua ini dimungkinkan oleh meningkatnya kepemilikan komputer dan adanya internet, world wide web, web browser, revolusi work flow, dan runtuhnya komunisme. Sedangkan panas, ialah pemanasan global yaitu dari CO2 yang dihasilkan manusia dari bermacam kegiatan, a.l. dari kendaraan, pembangkit listrik berbahan batu bara, minyak dan gas, penebangan dan pembakaran hutan (20% dari total), metana (CH4) dari ternak, pengeboran minyak, penambangan batubara, kotoran hewan, termasuk ternak yang bersendawa.
Selanjutnya Friedman mengemukakan bahwa keengganan negara-negara maju terutama negerinya dalam menurunkan konsumsi minyak mengakibatkan dana yang mengalir ke negara-negara Timur Tengah penghasil minyak demikian besarnya, sehingga mereka dapat menggunakannya untuk menyebarkan faham keagamaan yang bersifat radikal dan ekstrim serta terorisme. Sementara itu, ketergantungan AS dan negara-negara Barat membuat mereka menutup mata tehadap kediktatoran penguasa negeri-negeri tersebut, termasuk penindasan yang mereka lakukan terhadap perempuan.Oleh karena itu dunia harus segera menurunkan penggunaan minyak bumi agar keamanan dunia menjadi lebih stabil. Ia mengambil contoh Cina sebagai negara yang serius menangani penghematan energi.
Secara keseluruhan, meskipun isinya merupakan kampanye untuk penghematan energi dan menjaga lingkungan hidup, penulis dapat menguraikannya secara menarik dengan banyak contoh, data dan kutipan. Namun buku ini ditulis dari sudut pandang seorang Amerika dan ditujukan terutama untuk bangsanya, karena itu contoh-contoh yang dikemukakan, kritik terhadap pemerintah, dan ajakan untuk melakukan tindakan atau perubahan yang diserukan adalah untuk masyarakat dan pemerintah Amerika. Oleh karena itu apabila terdapat kritik terhadap negara lain, belum tentu hal tersebut didasari oleh pengetahuan yang mendalam terhadap kondisi negara tersebut. Misalnya, penulis menyebutkan bahwa harga minyak dan pangan terdistorsi (lebih murah dari sebenarnya) karena harga tidak menunjukkan jumlah permintaan dan penawaran, sebab di negara-negara berkembang pemerintah selalu mensubsidi harga minyak untuk rakyatnya, sedangkan di negara maju pemerintah mensubsidi para petani. Namun tidak diuraikan, mengapa negara berkembang harus mensubsidi energi dan bagaimana jika tidak, apakah akan lebih baik bagi negara tersebut? Apa yang dapat dilakukan negara maju untuk membantu negara berkembang (miskin) dalam mengatasi masalah pemanasan global jika negara tersebut (seperti Indonesia) dianggap salah satu penyumbang utama masalah? Hal-hal tersebut tidak diuraikan, karena fokusnya adalah apa yang dapat dilakukan Amerika untuk memimpin dunia dalam revolusi hijau.
Namun secara keseluruhan, pesannya berlaku universal, sehingga masih bermanfaat untuk dibaca.