Judul : In Search of Memory – The Emergence of a New Science of Mind
Pengarang : Eric R. Kandel
Penerbit : Norton, NY
Tahun : 2007 (Cet.1 th 2006)
Tebal : 430 hal + 22 hal daftar istilah, paperback
Mengapa kita bisa mengingat suatu kejadian dengan jelas untuk seumur hidup, bahkan setelah puluhan tahun kejadian tersebut berlalu? Memori atau ingatan, kenangan, yang dimiliki seseorang mendasari dan menjadi bagian dari kepribadiannya. Bayangkan seorang teman yang kehilangan seluruh atau sebagian besar memorinya, maka kita juga akan kehilangan dia sebagai teman yang kita kenal sebelumnya, dengan kepribadian tertentu. Dengan demikian mengenali bagaimana memori terbentuk, juga akan turut menguak pembentukan kepribadian, sesuatu yang membentuk individualitas sehingga membedakan satu orang dengan lainnya.
Pertanyaan di atas menjadi obsesi yang mendorong Eric Kandel – penerima Nobel bidang kedokteran tahun 2000 – untuk menemukan mekanisme yang menyebabkan adanya memori. Hal ini dipicu oleh pengalaman pahitnya sewaktu kecil, ketika harus menghadapi anti semitisme sejak kedatangan Nazi di Austria – yang memaksa keluarganya bermigrasi ke Amerika – yang hingga puluhan tahun kemudian terus dapat diingatnya dengan jelas.
Buku ini menggabungkan biografi penulis, sejarah perkembangan neuroscience (ilmu syaraf) beserta penjelasan teknisnya yang cukup rinci, penelitian dan penemuan yang dihasilkan oleh penulis, dan perkembangan terakhir serta prospek neuroscience, sehingga memberikan banyak sekali informasi menarik, sebagai berikut:
1. Biografi
Biografi Eric Kandel menceritakan bagaimana pengalaman hidupnya mula-mula membuatnya tertarik kepada sejarah dan sastra, kemudian kepada psikoanalisa Freud, yang lalu membuatnya tertarik mempelajari neuroscience, untuk membuktikan teori tersebut dengan meneliti otak secara fisik. Dari biografinya kita juga dapat mengetahui bagaimana upaya yang harus dilakukan oleh seseorang yang ingin menjadi ilmuwan sejati, yaitu sebaiknya selalu mengejar ilmuwan terbaik dengan belajar langsung kepada mereka, antara lain bekerja di laboratorium mereka, membuat proyek bersama, berada di lingkungan akademis yang bersuasana kondusif, memiliki keyakinan untuk memulai penelitian di suatu bidang yang baru meskipun tampaknya sulit dan penuh tantangan, memiliki rasa ingin tahu yang besar untuk memecahkan misteri alam, dan tahu bagaimana membuat pertanyaan yang tepat dan menerjemahkannya dengan mencari cara terbaik untuk melakukan riset. Dari sini kita dapat pula mengetahui bahwa suasana akademis di AS yang bersifat egaliter dibandingkan dengan di Eropa dan tempat lain sangat mendukung perkembangan para ilmuwan muda, disamping adanya dana yang cukup besar dari lembaga swasta seperti Howard Hughest Institute, yang pada tahun 2004 mendukung riset 350 investigator, 10 diantaranya pemenang Nobel.
2. Sejarah Perkembangan Neuroscience
Neurology dimulai ketika Ramon y Cajal, ilmuwan Spanyol (pemenang Nobel 1906) menemukan 4 doktrin neuron sbb:
a. Sel syaraf, sebagai unit sinyal dan blok pembentuk dasar otak disebut neuron. Neuron terdiri dari dendrit, badan sel dan axon. Dendrit adalah tunas dari badan sel yang menerima sinyal dari sel lain. Badan sel berupa selaput (membran) yang berisi nukleus (DNA). Axon yang berbentuk garis panjang dari badan sel adalah elemen yang menyampaikan informasi ke dendrit sel lain melalui terminal axon.
b. Terminal axon menyampaikan informasi ke dendrit sel lain di sinapsi, yaitu celah antara terminal axon dengan dendrit sel lain. Sinapsi sebelum celah disebut presinaptik, dan sesudahnya disebut post sinaptik.
c. Neuron membentuk sinapsis dan berkomunikasi dengan sel syaraf tertentu saja.
d. Sinyal dalam neuron berjalan ke satu arah saja, yaitu dari dendrit ke badan sel, axon, presinaptik, menyeberang celah sinaptik, dan dendrit sel berikutnya.
Selanjutnya ditemukan bahwa neuron terdiri dari neuron (syaraf) sensorik, yaitu yang menerima rangsang dari luar, neuron motorik, yang mengendalikan kegiatan sel otot, dan interneuron, yang menjadi perantara diantara kedua neuron.
Charles Sherringon menemukan bahwa neuron tidak hanya dapat bersifat aktif (mengirimkan sinyal), tapi juga ada yang menggunakan terminal untuk menghentikan sel penerima menyampaikan informasi, atau bersifat penghambat (inhibitory), sehingga tindakan sistem syaraf ditentukan oleh integrasi kedua hal ini.
Selanjutnya Luigi Galvani (1791) dan kemudian Herman von Helmhotz (1859) menemukan bahwa terdapat aktivitas listrik pada sel-sel otot binatang dan bahwa axon menggunakan listrik sebagai alat untuk menyampaikan pesan berupa informasi sensorik dari luar ke spinal cord (urat syaraf tulang belakang) dan otak dan perintah dari otak ke otot. Pengukuran Helmhotz menunjukkan bahwa kecepatan kawat metal menyampaikan pesan (sinyal) 186 ribu/detik sedangkan axon 90 kaki/detik, namun bersifat aktif, untuk memastikan bahwa sinyal akan sampai dan tidak menurun kekuatannya. Hal ini disebut action potential atau energi potensial.
Edgar Douglas Adrian (pemenang Nobel 1932 dengan Sherringon) menemukan bahwa bentuk, amplitude dan kekuatan energi potensial yang dihasilkan satu sel syaraf adalah sama, yang membedakannya hanya intensitasnya. Dengan demikian suatu stimulus yang kuat dari info sensorik akan meningkatkan jumlah energi potensial per detik.
Bernstein (1920) menunjukkan bahwa energi potensial ditimbulkan oleh perbedaan voltase karena adanya perbedaan ion antara yang terdapat di dalam dan di luar selaput sel, karena selaput sel memiliki saluran (channel) yang memungkinkan ion potassium positif mengalir dari dalam sel sehingga sel dalam membran kebanyakan ion negatif.
Berdasarkan penelitian terhadap neuron cumi, Alan Hodgkin dan Huxley (pemenang Nobel 1963) dan Katz menemukan bahwa energi potensial terbentuk karena masuknya ion sodium positif mengubah voltase internal sel dan menghasilkan upstroke, pada saat hampir sama, saluran potasium terbuka dan ion potasium keluar dari sel, menghasilkan downstroke sehingga sel kembali pada voltase semula. Setiap energi potensial menjadikan sel punya lebih banyak sodium di dalam - namun dikurangi dengan adanya protein yang mengangkut kelebihn ion sodium keluar. Setiap energi potensial menghasilkan aliran yang mengaktifkan wilayah sebelahnya secara berantai, dengan cara ini maka sinyal dari pengalaman visual, motorik, pikiran atau memori dikirim dari satu neuron ke neuron lainnya.
Terdapat 2 jenis saluran ion:
a. Voltage-gated channels: energi potensial yang membawa informasi dalam neuron.
b. Chemical transmitter-gated: meneruskan informasi antar neuron, yaitu sinyal kimia dari neuron motor diubah menjadi sinyal listrik di sel otot.
Informasi yang disampaikan ke neuron berikut adalah dalam bentuk asam amino glutamate (excitatory transmitter/pemancar pembangkit) dan GABA atau gamma-aminobutyric acid (inhbitory trans/ penghambat).
Bagaimana proses listrik di terminal presinaptik menghasilkan pelepasan transmitter kimiawi? Ketika energi potensial merambat sepanjang axon ke presinaptik terminal, hal itu membuat saluran voltage-gated terbuka, yang memungkinkan masuknya kalsium, yang membentuk serangkaian langkah molekuler menuju pelepasan neurotransmitter. Dari sini dimulai proses translasi sinyal listrik menjadi sinyal kimia.
Penemuan di atas menunjukkan bahwa bekerjanya otak – kemampuan untuk berpikir, belajar, menyimpan informasi – terjadi melalui sinyal listrik dan kimia. Dengan demikian belajar, memori dan berpikir dapat dijelaskan berdasarkan proses fisika dan kimia.
Jauh sebelumnya, Franz Joseph Gall pada sekitar tahun 1800 telah menyatakan bahwa semua proses mental bersifat biologis dan muncul dari otak, dan fungsi mental spesifik diatur dalam suatu wilayah tertentu di otak. Berdasarkan pengalaman pasiennya, Paul Broca dan kemudian Carl Wernicke pada tahun 1879 menemukan aphasia, yaitu adanya ketidakmampuan membuat atau mengerti kalimat, yang disebabkan kerusakan pada bagian sebelah kiri otak. Juga diketahui bahwa otak bekerja pada bagian yang berseberangan dan antara bagian kiri dan kanan dihubungkan oleh neural pathway.
Penelitian Kandel banyak diilhami oleh penemuan Brenda Milner berdasarkan penelitiannya terhadap H.M selama 30 tahun, seorang pasien yang karena epilepsi kemudian mengalami pengangkatan hippocampus. Sejak kehilangan hipocampus, HM tidak dapat menyimpan memori baru lebih dari 10 menit. Ia masih bisa mengingat semua hal yang terjadi sebelum saat dilakukan pembedahan, namun ia tak dapat mengingat apa yang dilakukannya kemarin atau beberapa jam yang lalu. Meskipun demikian, kemampuan motoriknya tidak hilang; ia dapat meningkatkan kemampuan menggambar.
Dari sini disimpulkan bahwa:
a. Memori adalah fungsi mental yang berbeda
b. Memori jangka pendek dan jangka panjang dapat disimpan secara terpisah; hilangnya hippocampus menghancurkan kemampuan mengubah memori jangka pendek baru menjadi memori jangka panjang baru.
c. Paling sedikit satu jenis memori dapat dilacak pada suatu tempat tertentu di otak.
d. Ada 2 jenis memori: memori sadar, atau eksplisit/deklaratif memori, terletak di hippocampus merupakan ingatan yang berkaitan dengan orang, tempat, obyek, fakta, peristiwa.; dan memori tak sadar, atau implisit/undeklaratif memori, meliputi kemampuan persepsi dan motorik, kebiasaan, sensitization dan clasical conditioning, tidak memerlukan hippocampus.
Kandel mengambil kesimpulan bahwa belajar merupakan eksplisit dan implisit memori, pengulangan terus menerus mengubah eksplisit memori menjadi implisit memori.
3. Penelitian dan Penemuan Penulis
Kandel ingin meneliti bagaimana stimuli sensorik yang beragam mempengaruhi pola aktivitas neuron piramidal di hippocampus. Untuk itu ia melakukan percobaan dengan aplysia, yaitu siput laut yang memiliki hanya 20 ribu neuron dan neuronnya cukup besar. Penulis melihat bahwa siput yang diberikan stimuli berupa kejutan (shock) pada ekornya memberi respons dengan menutup insang. Oleh karena itu untuk mengukur kekuatan sinaptik ia memberikan tiga jenis situasi kepada siput sesuai percobaan Pavlov, yaitu pembiasaan (habituation), sensitization, dan classical conditioning. Pada pembiasaan, Kandell memberikan stimuli lunak secara berulang, pada sensitization diberikan stimuli keras, dan pada classical conditioning keduanya dipasangkan. Hasilnya menunjukkan bahwa pada pembiasaan kekuatan sinaptik berkurang, karena neuron (syaraf) sensorik melepaskan lebih sedikit transmitter kimiawi yaitu glutamate, sedangkan pada sensitization dan classical conditioning sebaliknya. Sensitization memperkuat energi potensial di syaraf motorik namun syaraf sensorik melemah, karena syaraf sensorik mengaktifkan syaraf antara. Syaraf antara ini mengeluarkan serotonin dan meningkatakan pelepasan glutamate oleh syaraf sensorik ke syaraf motorik. Dengan demikian pelepasan serotonin meningkatkan refleks penarikan insang oleh siput.
Berdasarkan hal di atas maka terdapat 2 sirkuit syaraf otak dalam belajar dan perilaku:
1. Sirkuit mediasi : menghasilkan perilaku secara langsung, terdiri dari syaraf sensorik dan syaraf motorik.
2. Sirkuit modulatory: syaraf antara, yang mengaur respons perilaku dalam belajar dengan memodulasi kekuatan koneksi sinaptik antara syaraf sensorik dan motorik.
Berdasarkan penemuan Earl Sutherland diketahui bahwa terdapat reseptor di permukaan sel yang berespons terhadap hormon, yaitu ketika reseptor mengikat pengirim pesan kimiawi di luar sel (1st messenger), mereka mengaktifkan enzim dalam sel yang disebut aderytyl cyclose, yang membuat ribuan molekul cyclic AMP (2nd messenger) selama beberapa menit. Cyclic AMP kemudian mengikat protein utama yang memicu respons seluruh molekul dalam sel. Karena berlangsung beberapa menit, metabotropic reseptor lebih kuat, meluas dan bertahan dari ionotropic reseptor. Bagaimana caranya? Cyclic AMP mengikat dan mengaktifkan protein Kinase A, yang meningkatkan molekul fosfat, disebut fosforilasi. Protein Kinase A sendiri terdiri dari 4 molekul, yaitu dua molekul bertindak sebagai regulasi (penghambat) dan dua lainnya sebagai katalis.
Dengan demikian terdapat 3 bahan yang berperan dalam pembentukan memori jangka pendek dengan meningkatkan neurotranmitter glutamate, yaitu serotonin, cyclic AMP dan protein Kinase A.
Maka stimuli pada ekor yang menghasilkan respons berupa penutupan insang dapat dijelaskan sebagai berikut: stimuli pada ekor mengaktifkan neuron antara yang melepaskan serotonin ke sinapsi, setelah melewati celah sinaptik, serotonin menempel pada reseptor syaraf sensorik, yang menghasilkan cyclic AMP, yang kemudian melepaskan unit katalis protein Kinase A, yang meningkatkan pelepasan neurotransmitter glutamat ke syaraf motorik.
Penelitian pada lalat buah menunjukkan bahwa mekanisme sel yang sama juga terdapat pada semua spesies binatang, termasuk manusia, dan pada banyak bentuk belajar yang lain karena mekanisme tersebut telah dipelihara selama evolusi. Selain itu, cyclic AMP juga digunakan untuk menghasilkan perubahan metabolik yang persisten pada usus, ginjal, hati dan merupakan molekul paling primitif yang juga ditemukan juga pada organisme satu sel seperti E.coli. Hal ini menegaskan prinsip evolusi:
1. Evolusi tidak memerlukan molekul atau proses biokimia baru yang khusus untuk menghasilkan mekanisme adaptif yang baru (memori) melainkan merekrut yang ada.
2. Evolusi adalah tinkerer: menghasilkan sesuatu dari apa yang tersedia, tidak dirancang khusus.
Menurut Kandell, secara mengejutkan sains hanya menemukan sedikit protein yang unik pada otak manusia dan tidak ada sistem sinyal yang unik.
Sementara itu, dalam pembentukan memori jangka panjang, pelepasan serotonin menyebabkan protein kinase A dan MAP bergerak ke nukleus sel dan mengaktifkan CREB, yang membuat gen memproduksi protein sesuai informasi genetik tertentu yang disandi oeh DNA, yang menghasilkan pertumbuhan sinapsis baru dan dengan demikian akan menghasilkan lebih banyak glutamat.
Secara terpisah, Arvid Carlsson menemukan bahwa dopamine adalah transmitter dalam sistem syaraf, dan kekurangan dopamine dapat menimbulkan gejala Parkinson. Sedangkan Paul Greengard menemukan bahwa dopamine merangsang enzim dan meningkatkan cyclic AMP serta mengaktifkan protein kinase A di otak. Sinyal pembawa pesan kedua cyclic AMP ini diaktifkan oleh serotonin (modulatory antar neuron) selama sensitization.
Penemuan Carlsson dan Kandel memungkinkan dibuatnya obat untuk penyakit yang disebabkan kehilangan memori atau kejiwaan, misalnya Parkinson dan schizophrenia. Penemuan ini dan penelitian selanjutnya juga mengungkapkan, mengapa depresi sering diikuti dengan kehilangan memori, karena ternyata depresi ditandai oleh kurangnya serotonin, yang diperlukan untuk pembentukan memori.
4. Prospek
Perkembangan neurology yang berkaitan erat dengan biologi menimbulkan tumbuhnya industri bioteknologi untuk menghasilkan obat-obatan bagi penyakit kejiwaan termasuk peningkatan memori, dan para ilmuwan menjadi terlibat baik dalam penelitian murni maupun produksi obat-obatan baru. Kandell sendiri dan beberapa pemenang Nobel lainnya kemudian mendirikan perusahaan bioteknologi yang memproduksi obat-obatan. Namun disamping memberikan harapan kesembuhan bagi para penderita penyakit kejiwaan, di masa depan hal ini juga dapat menimbulkan masalah etika: misalnya, kapan seseorang boleh menggunakan obat untuk meningkatkan memori?
Pada bagian akhir, penulis menguraikan usaha Francis Crick, penemu DNA, yang selama 30 tahun terakhir hingga beberapa jam sebelum akhir hayatnya (2004) masih berupaya memecahkan misteri kesadaran dengan mencarinya di suatu bagian tertentu di otak. Maka usaha yang akan dicoba dipecahkan oleh para ilmuwan berikutnya adalah menemukan dari mana munculnya kesadaran. Penemuan akan hal ini tentu akan mengubah pandangan umat manusia tentang kehidupan. Misalnya, mungkinkah free will (kehendak bebas) hanya ilusi?
Uraian penulis dalam buku ini semakin menegaskan kembali bukti teori evolusi. Kita melihat bahwa pendekatan secara genetika dan reduksionis dengan kerangka evolusi mampu mengungkap banyak hal yang dapat menambah pemahaman kita mengenai bagaimana memori, yang merupakan landasan pikiran dan kesadaran terbentuk. Dengan kemajuan yang terdapat dalam biologi dewasa ini, tidak dapat dielakkan lagi bahwa di masa depan, neuroscience akan terus maju untuk berupaya membuktikan bahwa pikiran, watak, moralitas, kehendak bebas, dapat ditelusuri asalnya dari benda material yang disebut otak, dan tidak ada lain di luar itu. Jika hal tersebut dapat dibuktikan lebih lanjut, maka pemahaman kita akan arti hidup akan kembali harus ditata ulang, dan ah, lagi-lagi akan banyak yang tetap tidak percaya dan semakin membenci sains.
Dari sini kita juga dapat mengerti, mengapa diperlukan pemikiran naturalistik untuk memajukan ilmu pengetahuan, karena apabila sebelumnya ilmuwan telah berpendapat bahwa memori, perilaku, kepribadian, moralitas berasal dari jiwa dan tidak dapat diselidiki asalnya secara materalistik, maka tidak akan ada penelitian mengenai hal-hal tersebut. Padahal penelitian-penelitian yang pada mulanya tampak seperti hanya untuk memuaskan rasa ingin tahu dan bahkan tampak demikian sulit atau tidak mungkin, di kemudian hari ternyata dapat bermanfaat untuk menyembuhkan berbagai macam penyakit kejiwaan atau kehilangan memori.
Hal ini membenarkan pernyataan Taner Edis (lihat\: An Illusion of Harmony), bahwa selama suatu negara tidak melakukan riset ilmu murni berdasarkan suatu kerangka teori tertentu dan membebaskan ilmuwannya untuk berpikir dan meneliti apapun, apalagi melarang suatu teori hanya karena tidak sesuai dengan ideologi tertentu, maka selamanya negara tersebut hanya akan menjadi pengimpor teknologi dan semakin tertinggal dalam sains, meskipun telah mengeluarkan banyak dana.
Buku ini bagus, karena disamping berisi biografi, menguraikan secara cukup rinci sejarah neuroscience, cara melakukan penelitian, penemuan yang dihasilkan, dan implikasinya, disertai dengan gambar-gambar dan foto yang sangat menolong untuk memahami uraian penulis. Selain itu dilengkapi dengan daftar istilah, sehingga merupakan pengantar yang baik sebelum membaca buku-buku lain tentang neuroscience, yang menurut penulis, pada abad 21 akan menjadi seperti DNA dalam biologi pada abad 20.
Seperti biologi, maka neuroscience adalah ilmu yang sangat menarik, karena berupaya menjawab pertanyaan-pertanyaan besar dan mendasar tentang kehidupan.
Penelitian pada lalat buah menunjukkan bahwa mekanisme sel yang sama juga terdapat pada semua spesies binatang, termasuk manusia, dan pada banyak bentuk belajar yang lain karena mekanisme tersebut telah dipelihara selama evolusi. Selain itu, cyclic AMP juga digunakan untuk menghasilkan perubahan metabolik yang persisten pada usus, ginjal, hati dan merupakan molekul paling primitif yang juga ditemukan juga pada organisme satu sel seperti E.coli. Hal ini menegaskan prinsip evolusi:
1. Evolusi tidak memerlukan molekul atau proses biokimia baru yang khusus untuk menghasilkan mekanisme adaptif yang baru (memori) melainkan merekrut yang ada.
2. Evolusi adalah tinkerer: menghasilkan sesuatu dari apa yang tersedia, tidak dirancang khusus.
Menurut Kandell, secara mengejutkan sains hanya menemukan sedikit protein yang unik pada otak manusia dan tidak ada sistem sinyal yang unik.
Sementara itu, dalam pembentukan memori jangka panjang, pelepasan serotonin menyebabkan protein kinase A dan MAP bergerak ke nukleus sel dan mengaktifkan CREB, yang membuat gen memproduksi protein sesuai informasi genetik tertentu yang disandi oeh DNA, yang menghasilkan pertumbuhan sinapsis baru dan dengan demikian akan menghasilkan lebih banyak glutamat.
Secara terpisah, Arvid Carlsson menemukan bahwa dopamine adalah transmitter dalam sistem syaraf, dan kekurangan dopamine dapat menimbulkan gejala Parkinson. Sedangkan Paul Greengard menemukan bahwa dopamine merangsang enzim dan meningkatkan cyclic AMP serta mengaktifkan protein kinase A di otak. Sinyal pembawa pesan kedua cyclic AMP ini diaktifkan oleh serotonin (modulatory antar neuron) selama sensitization.
Penemuan Carlsson dan Kandel memungkinkan dibuatnya obat untuk penyakit yang disebabkan kehilangan memori atau kejiwaan, misalnya Parkinson dan schizophrenia. Penemuan ini dan penelitian selanjutnya juga mengungkapkan, mengapa depresi sering diikuti dengan kehilangan memori, karena ternyata depresi ditandai oleh kurangnya serotonin, yang diperlukan untuk pembentukan memori.
4. Prospek
Perkembangan neurology yang berkaitan erat dengan biologi menimbulkan tumbuhnya industri bioteknologi untuk menghasilkan obat-obatan bagi penyakit kejiwaan termasuk peningkatan memori, dan para ilmuwan menjadi terlibat baik dalam penelitian murni maupun produksi obat-obatan baru. Kandell sendiri dan beberapa pemenang Nobel lainnya kemudian mendirikan perusahaan bioteknologi yang memproduksi obat-obatan. Namun disamping memberikan harapan kesembuhan bagi para penderita penyakit kejiwaan, di masa depan hal ini juga dapat menimbulkan masalah etika: misalnya, kapan seseorang boleh menggunakan obat untuk meningkatkan memori?
Pada bagian akhir, penulis menguraikan usaha Francis Crick, penemu DNA, yang selama 30 tahun terakhir hingga beberapa jam sebelum akhir hayatnya (2004) masih berupaya memecahkan misteri kesadaran dengan mencarinya di suatu bagian tertentu di otak. Maka usaha yang akan dicoba dipecahkan oleh para ilmuwan berikutnya adalah menemukan dari mana munculnya kesadaran. Penemuan akan hal ini tentu akan mengubah pandangan umat manusia tentang kehidupan. Misalnya, mungkinkah free will (kehendak bebas) hanya ilusi?
Uraian penulis dalam buku ini semakin menegaskan kembali bukti teori evolusi. Kita melihat bahwa pendekatan secara genetika dan reduksionis dengan kerangka evolusi mampu mengungkap banyak hal yang dapat menambah pemahaman kita mengenai bagaimana memori, yang merupakan landasan pikiran dan kesadaran terbentuk. Dengan kemajuan yang terdapat dalam biologi dewasa ini, tidak dapat dielakkan lagi bahwa di masa depan, neuroscience akan terus maju untuk berupaya membuktikan bahwa pikiran, watak, moralitas, kehendak bebas, dapat ditelusuri asalnya dari benda material yang disebut otak, dan tidak ada lain di luar itu. Jika hal tersebut dapat dibuktikan lebih lanjut, maka pemahaman kita akan arti hidup akan kembali harus ditata ulang, dan ah, lagi-lagi akan banyak yang tetap tidak percaya dan semakin membenci sains.
Dari sini kita juga dapat mengerti, mengapa diperlukan pemikiran naturalistik untuk memajukan ilmu pengetahuan, karena apabila sebelumnya ilmuwan telah berpendapat bahwa memori, perilaku, kepribadian, moralitas berasal dari jiwa dan tidak dapat diselidiki asalnya secara materalistik, maka tidak akan ada penelitian mengenai hal-hal tersebut. Padahal penelitian-penelitian yang pada mulanya tampak seperti hanya untuk memuaskan rasa ingin tahu dan bahkan tampak demikian sulit atau tidak mungkin, di kemudian hari ternyata dapat bermanfaat untuk menyembuhkan berbagai macam penyakit kejiwaan atau kehilangan memori.
Hal ini membenarkan pernyataan Taner Edis (lihat\: An Illusion of Harmony), bahwa selama suatu negara tidak melakukan riset ilmu murni berdasarkan suatu kerangka teori tertentu dan membebaskan ilmuwannya untuk berpikir dan meneliti apapun, apalagi melarang suatu teori hanya karena tidak sesuai dengan ideologi tertentu, maka selamanya negara tersebut hanya akan menjadi pengimpor teknologi dan semakin tertinggal dalam sains, meskipun telah mengeluarkan banyak dana.
Buku ini bagus, karena disamping berisi biografi, menguraikan secara cukup rinci sejarah neuroscience, cara melakukan penelitian, penemuan yang dihasilkan, dan implikasinya, disertai dengan gambar-gambar dan foto yang sangat menolong untuk memahami uraian penulis. Selain itu dilengkapi dengan daftar istilah, sehingga merupakan pengantar yang baik sebelum membaca buku-buku lain tentang neuroscience, yang menurut penulis, pada abad 21 akan menjadi seperti DNA dalam biologi pada abad 20.
Seperti biologi, maka neuroscience adalah ilmu yang sangat menarik, karena berupaya menjawab pertanyaan-pertanyaan besar dan mendasar tentang kehidupan.