Judul : Our Inner Ape – A Leading Primaologist Explains Why We Are Who We Are
Pengarang : Frans de Waal
Penerbit : The Berkeley Publishing Group
Tahun : 2005
Tebal : 270 hal
Frans de Waal, psikolog sekaligus ahli primata Belanda terkemuka yang telah mempelajari perilaku simpanse dan bonobo selama lebih dari 30 tahun dan menulis beberapa buku tentang penelitiannya, menguraikan bagaimana pengetahuan tentang perilaku primata dapat membuat kita lebih memahami perilaku manusia, karena kedua jenis primata di atas paling dekat hubungannya dengan kita diantara mahkluk hidup lainnya. Apakah manusia pada dasarnya kejam dan kompetitif, seperti simpanse? Ataukah sebaliknya, kooperatif dan pencinta damai, seperti bonobo?
Selama ini simpanse lebih sering dihubungkan dengan manusia: masyarakat simpanse sangat hirarkis, kompetisi diantara jantan sangat ketat untuk menjadi alfa (pemimpin), mereka memiliki “politik” mirip manusia, setiap kelompok memiliki wilayah sendiri yang tidak boleh dilalui kelompok lainnya jika tidak ingin terjadi perang hingga pembunuhan, para jantan berburu monyet secara berkelompok dan membunuhnya dengan kejam, serta terdapat infanicide atau pembunuhan bayi jika jantan yang menang menggantikan kedudukan jantan yang kalah dan mengambil alih haremnya. Simpanse juga dapat menggunakan alat, misalnya menggunakan tongkat untuk mengeluarkan termite dari lubang pohon, batu untuk memecah kulit kacang, atau membersihkan kentang dengan air sebelum dimakan, yang dilakukan melalui belajar, artinya suatu kelompok yang tadinya tidak mengetahuinya kemudian dapat melakukannya setelah berinteraksi dengan kelompok lainnya yang telah melakukan lebih dulu.
Berlawanan dengan simpanse, kehidupan bonobo – yang baru belakangan diketahui ternyata berbeda spesies dengan simpanse - jauh lebih damai. Berbeda dengan lingkungan simpanse dimana jantan menjadi penguasa, kelmpok bonobo dipimpin oleh betina, yang cenderung kurang suka berebut kekuasaan dan menghargai senioritas, sehingga kehidupan kelompok bonobo lebih egaliter dan santai. Hasil penelitian menunjukkan, hal itu tampaknya berkaitan dengan lingkungan hidup mereka, yaitu lingkungan bonobo merupakan hutan yang menyediakan cukup banyak makanan, sehingga mereka tidak perlu mencari makan jauh-jauh dan merasa cukup dengan menjadi vegetarian. Hal ini memungkinkan para betina dapat berkumpul di satu tempat bersama-sama membesarkan keturunan mereka, dan dengan adanya kerjasama yang lebih baik diantara mereka, para jantan tidak memiliki banyak kekuasaan. Penulis mengemukakan bahwa perilaku seksual bonobo yang cenderung jauh lebih bebas dari simpanse merupakan strategi betina untuk mencegah infantisida, agar para jantan tidak dapat mengenali anak mereka masing-masing. Hal ini juga membuat mereka merasa tidak perlu berebut kekuasaan seperti simpanse, yang biasa menjatuhkan alfa jantannya setiap empat tahun sekali dan menyebabkan banyaknya infantisida pada kelompok simpanse. Melihat ke masyarakat manusia, penulis menyatakan bahwa ketika manusia masih berupa kelompok-kelompok kecil di hutan-hutan yang luas kehidupan cenderung egaliter, namun ketika kerjasama diantara para laki-laki semakin erat karena mereka harus menempuh bahaya berburu bersama-sama meninggalkan keluarga dalam jangka waktu lama, maka monogami menjadi penting untuk menjamin bahwa mereka memberi makan perempuan dan keturunan mereka sendiri. Selanjutnya ketika masyarakat mulai menetap dan memiliki kekayaan, hal ini semakin penting, agar kekayaan hanya diberikan kepada keturunannya sendiri, yang mengakibatkan pembatasan lebih ketat lagi kepada perempuan. Namun demikian, monogami memungkinkan manusia membangun kebudayaan dan menguasai dunia, karena dunia publik dan privat dipisahkan, tidak seperti bonobo.
Banyak hal menarik yang dikemukakan penulis dalam buku ini, yang merupakan salah satu hasil risetnya selama bertahun-tahun terhadap kedua jenis primata ini. Selain pengamatan mengenai sifat-sifat kedua jenis primata, juga renungan filosofis berdasarkan pengamatan tersebut. Menarik, karena mempelajari mereka dapat membantu kita untuk mencoba memahami bagaimana leluhur manusia berevolusi, yang berarti untuk lebih mengenal diri sendiri. Hal ini mungkin tidak banyak disadari banyak orang, karena banyak yang masih belum mengetahui atau dapat menerima evolusi, sehingga perburuan terhadap primata dan pembabatan hutan tempat mereka tinggal terus berlangsung, dan kepunahan mereka tinggal menunggu waktu. Jika demikian, maka manusia akan kehilangan kesempatan untuk mempelajari sebagian evolusinya dan akan menjadi satu-satunya spesies yang tersisa.