Thursday, May 30, 2013

The Righteous Mind



Judul : The Righteous Mind - Why Good People are Divided by Religion and Politics
Pengarang: Jonathan Haidt
Penerbit: Pantheon Books, NY
Tahun : 2012
Tebal : 419 hal


Perbedaan pandangan dalam hal agama dan politik membuat berbagai pihak dalam suatu bangsa sulit untuk mencapai titik temu atau kesepakatan dalam pembuatan kebijakan maupun keputusan penting, sedangkan hal tersebut diperlukan untuk mengatasi masalah bersama. Perbedaan tersebut seringkali karena standar moralitas yang digunakan masing-masing pihak berbeda. Untuk itu, psikolog moral Jonathan Haidt berusaha menelusuri asal mula moralitas dan bagaimana cara bekerjanya.

Menurut penulis, berdasarkan pendekatan psikologi moral, moralitas tidak berasal dari alam (nature) atau nurture (pelajaran), namun dari banyak dan besarnya peran yang pernah dilakukan oleh individu sejak dari kecil dalam berbagai kegiatan bersama dengan orang lain, dimana mereka mempelajari penegakan aturan, penyelesaian perbedaan pendapat, keadilan, dan lainnya. Pengalaman ini akan banyak diperoleh bila kondisi masyarakat bersifat egaliter, sebaliknya dalam lingkungan yang bersifat hirarkis, otoriter dan tradisional, peran individu semakin kecil, sehingga kurang mendukung nilai moralitas yang berdasarkan penghargaan terhadap hak individu dan keadilan (fairness). Hal ini pula yang mengakibatkan perbedaan antara moralitas Barat yang bersifat individualistic atau menempatkan individu sebagai pusat, dan Timur, yang bersifat sociocentric atau mengutamakan kepentingan kelompok. Itu pula sebabnya pada yang terakhir moralitas bisa mencakup hal yang lebih luas dari sekedar keadilan dan perlindungan individu.

Penulis menerangkan bahwa pertimbangan moral adalah proses kognitif,yang terdiri dari intuisi dan penggunaan akal budi. Ia mengibaratkan hal tersebut sebagai gajah dan penunggang. Gajah mengambil keputusan berdasarkan emosi, intuisi dan persepsi secara otomatis. Penunggang adalah akal budi, yang muncul belakangan dalam evolusi, dengan mengendalikan proses tersebut, karena dapat melihat ke depan, mempelajari hal baru, dan bertindak sebagai juru bicara. Tidak mudah mengalahkan intuisi, karena manusia lebih terbiasa dengannya. Bahkan seringkali akal budi digunakan untuk membela pendapat yang diperoleh berdasarkan intuisi. Oleh karena itu kita tidak dapat mengubah pandangan seseorang dengan penjelasan yang bersifat rasional belaka, melainkan dengan cara mengubah jalan atau lingkungan yang dilalui oleh gajah tersebut.

Selanjutnya penulis menjelaskan perbedaan antara moralitas kaum liberal dengan konservatif. Liberal menekankan pada otonomi individu, yaitu tiadanya penindasan, pelukaan atau penipuan, sedangkan pada masyarakat lainnya lebih luas, karena meliputi otonomi, komunitas dan divinity.

Teori landasan moral menyatakan bahwa terdapat enam sistem psikologi yang membentuk landasan moral matriks dunia. Politik kiri cenderung kepada care/harm dan kebebasan/penindasan (liberty/oppression). Landasan ini mendukung keadilan sosial yang menekankan perhatian kepada kaum miskin dan kesamaan politis diantara sub kelompok. Selanjutnya adalah landasan keadilan/kecurangan (fairness/cheating), kesetiaan/pengkhianatan (loyalty/betrayal), otoritas/subversi (authority/subversion) dan sanctity/degradation.

Berdasarkan penelitian, nilai-nilai care/harm dan liberty/oppresion adalah inti dari moralitas kaum liberal. Sedangkan nilai yang dijunjung kaum konservatif lebih luas, meliputi keenam nilai. Sebagai contoh, bagi konservatif, loyalty/betrayal memiliki arti yang cukup tinggi dibandingkan care/harm, sementara bagi liberal, nilai tersebut kurang penting. Oleh karena itu, untuk menjembatani perbedaan pandangan tersebut, liberal perlu memperhatikan hal-hal yang menjadi pertimbangan konservatif.

Buku ini memberikan penjelasan menarik tentang bagaimana moralitas dibangun dan faktor-faktor apa yang menjadi pertimbangan masing-masing golongan yang berbeda. Kesimpulannya adalah bahwa untuk menjembatani perbedaan tersebut masing-masing pihak perlu mempelajari dasar nilai-nilai yang dijunjung pihak lain agar dapat memahami pertimbangan pihak lainnya. Pengalaman berada dalam lingkungan atau masyarakat yang berbeda akan sangat membantu. Oleh karena itu pluralitas merupakan hal yang perlu agar hal tersebut dapat tercapai.

Bagi Indonesia, yang lebih bersifat sociocentric, berdasarkan penjelasan Haidt maka nilai-nilai liberal perlu lebih ditegakkan, karena individu masih kurang mendapatkan perlindungan.

No comments: