Sunday, August 12, 2012

Perempuan Berbicara Kretek



    Judul:   Perempuan Berbicara Kretek
    Pengarang: Abmi Handayani dkk
    Penerbit: Indonesia Berdikari
    Tahun : 2012
    Tebal : 320 hal





Melengkapi novel Gadis Kretek, ada baiknya membaca Perempuan Berbicara Kretek dan Membunuh Indonesia: Konspirasi Global Penghancuran Kretek, sekaligus merayakan hari kemerdekaan yang sebentar lagi tiba, karena kedua buku ini akan mengingatkan kita tentang arti penjajahan, yang bisa dalam beragam bentuk tanpa sungguh-sungguh kita sadari.

Kampanye anti merokok dengan alasan kesehatan sudah menjadi hal sehari-hari, dan kini perokok, apalagi perokok kretek, telah menjadi kaum paria. Apalagi jika yang merokok adalah perempuan, maka semakin lengkaplah pandangan rendah itu. Tapi benarkah merokok sedemikian buruknya? Adakah sesuatu dibalik kampanye anti rokok yang demikian gencar? Diluar semua itu, mengapa masih ada diskrimasi terhadap perempuan – yang terlihat jelas kala perempuan merokok di tempat umum.
Ada dimensi feminisme, pembelaan terhadap budaya, ekonomi dan kemandirian bangsa disini.
Bagian pertama berisi argumen bahwa bahaya rokok terlalu dibesar-besarkan. Saya setuju bahwa merokok satu pak atau lebih setiap hari tidak baik. Namun apakah orang juga harus dilarang jika hanya merokok sedikit-sedikit atau sesekali - misalnya ketika bertemu teman-teman di tempat umum - sehingga semua tempat umum harus dibebaskan dari rokok? Hal ini tengah diupayakan oleh banyak pihak pendukung anti rokok untuk menjadi kenyataan dalam waktu dekat.

Bagian kedua membahas tentang pandangan rendah terhadap perempuan perokok. Mungkin kedengarannya seperti pembelaan. Namun saya setuju dengan para penulis dalam buku ini bahwa perempuan perokok adalah perempuan pemberani atau pemberontak, karena ia harus mengatasi stigma buruk yang melekat pada perempuan perokok, yaitu perempuan nakal dan sejenisnya. Saya memiliki teman-teman dekat (perempuan) yang perokok, bos perempuan saya dulu di kantor (di bidang yang bersifat sangat konservatif) juga perokok. Dan mereka adalah orang-orang baik yang paling menyenangkan, kompeten dalam pekerjaan, dan memiliki anak-anak yang sehat. Merokok atau tidak adalah pilihan. Dan perempuan memiliki hak yang sama untuk memilih apa yang ingin ia lakukan dalam hidupnya.

Bagian ketiga, dan ke empat tentang budaya dan kemandirian bangsa. Kretek adalah ciptaan asli bangsa Indonesia, ia telah menjadi bagian dari budaya. Kretek juga menjadi penopang hidup jutaan pekerja perempuan dan petani tembakau serta cengkeh dan penyumbang pajak yang sangat berarti. .

Mengenai hal yang terakhir ini, dibahas lebih baik dalam buku Membunuh Indonesia, karena disusun secara sistematis disertai data-data, sedangkan buku pertama berupa kumpulan 45 artikel yang seluruhnya ditulis oleh perempuan.

Membunuh Indonesia selain menguraikan sejarah kretek, juga menguraikan sejarah tersingkirnya produk-produk lokal Indonesia yang sebagian diantaranya dilakukan dengan menggunakan dalih kesehatan. Pertama yaitu minyak kelapa, yang wajib dilabeli “kaya akan lemak yang menyebabkan sumbatan pembuluh darah,” dan persyaratan menurunkan kadarnya lemaknya, kemudian industri garam, dengan alasan kurang yodium. Semua ini terjadi berdasarkan tekanan asing, yang langsung dituruti oleh pemerintah tanpa berusaha memperbaiki industri kecil dalam negeri, sehingga industri minyak kelapa mati dan kini 70% kebutuhan garam diimpor. Pelopor kampanye di atas adalah pemerintah asing dan perusahaan garam multinasional.

Kini yang menjadi sasaran adalah kretek. Dengan menggunakan isu kesehatan, pabrik-pabrik kretek diminta untuk menurunkan kadar nikotinnya hingga pada titik yang sulit dilakukan oleh pabrik kecil, kemudian peningkatan cukai, pembatasan ruang bagi perokok, dan kampanye anti rokok terus menerus. Namun itu hanyalah alasan, karena tujuan utamanya adalah penguasaan industri kretek oleh asing. Perusahaan asing yang telah mengakuisisi dua perusahaan kretek besar Indonesia, misalnya, juga telah mengakuisisi perusahaan-perusahaan rokok besar di negara-negara lain, dengan tujuan untuk menguasai pasar di seluruh negara tersebut. Sedangkan sponsor utama dari kampanye anti rokok adalah perusahaan farmasi asing. Nah, apakah pemerintah dan rakyat Indonesia sadar akan hal tersebut? Bersediakah kita dijajah kembali dengan cara yang lebih halus? Setelah seluruh kekayaan alam Indonesia dikeruk asing dengan murah, akankah industri kretek (dan tembakau) juga direlakan untuk dikuasai asing?

Saya suka kedua buku ini. Mungkin nadanya seperti propaganda, tetapi apa yang disampaikan penting untuk kita sadari. Setelah sekian puluh tahun merdeka, dan banyak hal tampak tidak berjalan baik, para penulis kedua buku ini membantu mengingatkan hal-hal tersebut.

No comments: