Thursday, May 30, 2019

Gadis Pesisir



Judul                     :   Gadis Pesisir
Pengarang             :   Nunuk Y. Kusmiana
Penerbit                :   Gramedia Pustaka Utama
Tebal                    :   321 halaman
Tahun                   :   2019, Januari


Gadis Pesisir adalah kisah tentang kehidupan seorang gadis remaja anak seorang nelayan miskin yang menjadi pendatang di wilayah Jayapura, Irian Jaya (Papua) untuk mencari kehidupan yang lebih baik pada awal tahun 1970-an. Kampung nelayan ini berdekatan dengan tempat pendidikan dan pelatihan calon polisi, yang instrukturnya tertarik untuk menikahi salah satu gadis nelayan, serta jatuh cinta kepada Halijah, gadis paling tidak menarik dan tidak diperhitungkan di kampung tersebut.  Berhasilkah keluarganya mendapatkan kehidupan lebih baik? Apakah ia sama seperti gadis-gadis lain, yang mencoba melepaskan diri dari kemiskinan dengan menikahi laki-laki yang bisa memberi makan cukup dan mengangkat derajat keluarga?   

Kisah dari novel ini sebenarnya sederhana, namun pengarang berhasil membuatnya nyata. Kehidupan masyarakat nelayan, yang merupakan pendatang dari berbagai daerah di Maluku dan Sulawesi digambarkan oleh pengarang dengan sangat baik melalui dialog yang meyakinkan dan konflik yang muncul dari perbedaan kekayaan, kecantikan, kenalan yang dimiliki, persaingan antar keluarga, dan upaya masing-masing untuk diperhitungkan dalam masyarakat atau keluar dari jeratan kemiskinan. Digambarkan pula bagaimana sistem patriarki, dengan dukungan konservatisme agama, membuat perempuan miskin semakin menderita karena laki-laki yang menjadi suaminya tidak memiliki belas kasihan.

Sebagai novel yang berlatar belakang masa awal Orde Baru, terdapat sedikit kisah mengenai peran tentara dan kondisi Papua di masa tersebut. Tentara diwakili oleh tokoh Bapak dan Ibu Jawa, yang masih memegang teguh adat Jawa, termasuk cara berpakaian adat Jawa, yang kini sudah nyaris punah dikalahkan budaya Timur Tengah.
     
Hal yang agak mengecewakan mungkin adalah cara pengarang mengakhiri novelnya, yang terasa tiba-tiba, serta tampak tidak konsisten dengan pendirian Halijah yang menyatakan akan mengambil kesempatan apapun untuk membalas penghinaan kepada keluarganya. Hal ini membuat karakter tokoh utama yang telah dibangun cukup baik di bagian sebelumnya menjadi tidak jelas. Pembaca mengira ia memikirkan harga diri keluarga, namun ternyata ia mencari kebebasan pribadi dan bagi keluarga cukup ketersediaan makanan saja. Jika penulisnya ingin tokohnya menjadi contoh tentang perempuan yang  dapat membebaskan diri dari tekanan lingkungan yang mengitarinya, maka hal itu kurang tergambar dengan baik dalam karakter tokohnya.  

Wednesday, May 29, 2019

A Crack in Creation



Judul                     :   A Crack in Creation: Gene Editing and  
                                 the  Unthinkable  Power  to  Control 
                                 Evolution
Pengarang          :    Jennifer A. Doudna & Samuel Sternberg
Penerbit              :    Mariner Books, NY
Tebal                     :  280 halaman
Tahun                   :   2018

Buku ini memberi informasi tentang perkembangan terakhir dalam biologi, yang tidak saja telah dapat melakukan sekuensing  DNA, namun juga telah mampu mengubah ataupun memperbaiki susunan DNA yang terdapat pada makhluk hidup dengan cara yang relatif mudah, sehingga dengan teknik baru ini tidak saja penyakit yang berkaitan dengan kelainan gen dapat disembuhkan, namun juga dapat digunakan untuk menciptakan bentuk fisik serta karakteristik tertentu sesuai yang diinginkan, bahkan perubahan tersebut dapat dilakukan sejak masih berupa embrio, sehingga dapat diturunkan kepada generasi berikutnya. Perubahan melalui penyuntingan atau editing gen ini dapat dilakukan pada semua makhluk hidup, sehingga memiliki potensi dapat memusnahkan sifat  yang berbahaya dari suatu spesies, misalnya virus malaria atau virus Zikka pada nyamuk, jika perlu bahkan memusnahkan spesies itu sendiri. Meskipun demikian sampai saat ini penggunaan teknik tersebut pada manusia masih dalam penelitian untuk menguji keamanannya.

Di masa depan, jika teknik ini telah teruji keamanannya untuk dilakukan pada manusia, maka manusia dapat mengubah susunan gen-nya sendiri, sehingga  ia dapat  mengarahkan sendiri jalannya evolusi, yang selama jutaan tahun sebelumnya dilakukan melalui proses evolusi yang berjalan lambat. Hal ini menimbulkan masalah etis: kapan editing gen diperlukan? Seberapa jauh hal tersebut layak dilakukan? Apabila teknik ini telah menjadi umum, bolehkah menghapus gen tertentu yang berpotensi menyebabkan penyakit – pada saat masih menjadi embrio, agar anak yang lahir kelak selalu sehat? Apakah kelak hal ini bahkan menjadi suatu kepatutan, sehingga apabila tidak dilakukan akan menjadi suatu tindakan tidak bermoral? Masalah etis inilah yang mendorong Jennifer Doudna, sebagai penemu utamanya, untuk menulis buku ini, agar menjadi perhatian semua pihak, mumpung teknik ini masih dalam tahap awal perkembangan.    

Sebelum menyatakan concern-nya akan masalah etis, pada bab pertama sampai dengan ke empat  Doudna menguraikan tentang pengetahuan dasar terkait gen, cara bekerjanya, teknik mengubah gen yang selama ini digunakan, serta kisah penemuan CRISPR sebagai teknik editing gen yang efisien, yaitu dapat dilakukan dengan murah, mudah, dan akurat.

Sebagaimana diketahui, genome terdiri dari molekul yang disebut deoxyribonucleic acid atau DNA, yang tersusun dari empat blok pembangun yaitu A, G, T dan C yaitu adenine, guanine, cytosine, dan thymine, yang berpasangan membentuk double helix. A selalu berpasangan dengan T, dan G dengan C, yang disebut pasangan dasar (base pair). Setiap sekuens huruf ini merupakan instruksi untuk menghasilkan protein tertentu dalam sel, yang prosesnya dibantu oleh RNA sebagai penghantar, membawa informasi dari inti sel (nucleus), dimana DNA disimpan,  ke bagian luar sel, dimana protein diproduksi. Setiap tiga huruf RNA sama dengan satu asam amino, yang menjadi blok pembangun protein. Gen dan protein yang dihasilkan berbeda satu sama lain berdasarkan sekuens nukleutida dan asam amino-nya. Virus hanya memiliki beberapa ribu huruf DNA dan beberapa genome, bakteri memiliki ribuan genom  dan jutaan huruf, nyamuk  terdiri dari 14 ribu gen dan ratusan juta base pair, sedang genom manusia memiliki 3,2 miliar huruf DNA serta 21 ribu gen kode protein. Genom manusia tersusun dari 23 kromosom, yang terdiri dari 50 sd 250 juta huruf, masing-masing dari ayah dan ibu, total 46 kromosom. Setiap sel memiliki satu set kromosom. Mutasi pada satu dari 23 pasang kromosom dapat menyebabkan penyakit genetik. Mutasi paling sederhana adalah substitusi, yaitu penggantian satu nukelotida oleh lainnya, misalnya dari A menjadi T, sebagaimana penyakit sel sabit, yang mengubah bentuk sel darah, sehingga korban mengalami anemia, meningkatnya risiko stroke dan infeksi.

Sejak selesainya Human Genome Project, dketahui terdapat lebih dari empat ribu mutasi DNA yang dapat menyebabkan penyakit genetik. Namun demikian belum terdapat teknik yang memadai untuk mengubah mutasi tersebut.
Beberapa teknik yang dilakukan yaitu menggunakan rekombinan DNA, yaitu kode genetik yang diciptakan di lab. Selanjutnya pada tahun 1970 dan 80-an ilmuwan dapat memotong dan memindahkan segmen DNA ke genome dan mengisolasi sekuens gen tertentu, yang memungkinkan mereka menyisipkan gen terapi ke virus dan memusnahkan gen berbahaya sehingga virus tidak lagi merusak sel yang terinfeksi. Namun teknik terapi gen ini tidak efektif untuk kondisi genetik yang tidak disebabkan oleh adanya gen yang hilang atau defisien, karena dalam kondisi demikian gen harus diperbaiki.
Teknik berikutnya yaitu  Zinc Finger Proteins (ZFN). Teknik ini menggunakan protein alami ZPN untuk memotong DNA dan telah diterapkan antara lain untuk mengedit gen pada genome manusia dan memperbaiki sifat tanaman maupun hewan. Namun demikian teknik ini sulit dan mahal, sehingga hanya segelintir lab yang dapat melakukannya Selanjutnya pada 2009 ditemukan teknik transcription. activator-like effectors atau TALEs. Protein yang terdapat pada Xanthomonas, yaitu bakteri penginfeksi tanaman yang bersifat pathogen dapat memotong DNA lebih akurat dari ZFN.

Selanjutnya penulis menguraikan tentang riset yang membawanya pada penemuan CRISPR.  Semula ia meneliti RNA, untuk mempelajari struktur ribozymes guna mengetahui cara bekerjanya, yaitu bagaimana RNA dapat berfungsi sebagai gudang instruksi genetik dan molekul kimiawi yang dapat mengubah bentuk dan perilaku biologisnya. Penelitian ini diilhami oleh penemuan pemenang Nobel Tom Cech, yang menemukan bahwa ribozymes yang membelah sendiri menunjukkan bahwa kehidupan di bumi muncul dari molekul RNA yang dapat mengkode informasi genetik dan mereplikasi informasi tersebut pada sel-sel primitif. 
Dalam perjalanan, Jill, seorang peneliti CRISPR mengajak Duudna bekerja sama. CRISPR adalah singkatan dari clustered regularly interspaced short palindromic repeats. CRISPR terdapat dalam sel bakteri. Keunggulan dari CRISPR adalah efektivitasnya dalam memotong DNA dengan akurat, sehingga gen mudah diubah dan diperbaiki, misalnya diganti dengan DNA yang seharusnya.
RNA adalah partisipan kunci dalam sistem imun mikro organisme satu sel seperti bakteria, sedangkan CRISPR adalah bagian dari sistem imun archaea dan bakteri, adaptasi yang memungkinkan mikroba melawan virus. Sejak tahun 1970-an ilmuwan telah menemukan enzim yang disebut restriction endonucleases, yang dapat direkayasa untuk memotong fragmen DNA sintetis dalam  eksperimen sederhana pada tabung, Dengan mengkombinasikan enzim ini dengan enzim lain yang diisolasi dari sel (bakteri) phage yang terinfeksi, ilmuwan dapat merancang dan mengklon molekul DNA artifisial di lab.  
Bacteriophage (virus bakteri) merupakan entitas yang tersebar dimana-mana di bumi, terdapat di udara, tanah, pada kotoran, air, intestine, air panas, es, dan dimana saja yang mendukung kehidupan. Ada lebih banyak phage (virus) daripada bakteri yang akan mereka infeksi, virus bakteri lebih banyak sepuluh kali lipat dari bakteri. Pada saat Doudna melakukan penelitian terdapat empat sistem pertahanan bakteri (dari virus). Apakah CRISPR merupakan sistem pertahanan yang lain lagi?

Berdasarkan penelitiannya bersama Jill, Doudna menemukan bahwa pada saat phage atau virus menyerang, CRISPR merekam sekuens DNA phage. Selanjutnya dengan molekul RNA dari CRISPR, dimana (rekaman) potongan phage telah disimpan, enzim protein Cas9 memotong sekuens DNA (phage) yang dituju dengan akurat. Cas9 bertindak sebagai pengarah tujuan.
Hasil dari penemuan di atas kemudian disempurnakan kembali sehingga Doudna dapat menggunakan CRISPR untuk memotong, menghilangkan dan memindahkan sekuens DNA makhluk hidup lainnya sesuai yang diinginkan secara akurat dengan prosedur yang jauh lebih sederhana dari teknik-teknik sebelumnya dan lebih murah.

Kini teknik editing DNA dengan CRISPR dilakukan oleh ribuan ilmuwan di seluruh dunia untuk memperbaiki kualitas tanaman dan hewan. Penggunaan pada manusia masih dalam tahap uji coba, meskipun seorang ilmuwan Cina telah melakukan percobaan mengubah gen pada embrio manusia, yaitu memiliki anti HIV, yang menjadi berita besar di kalangan akademik berkaitan dengan masalah etika yang ditimbulkan.

Selama ini kemajuan ilmu pengetahuan selalu lebih cepat dari kesiapan masyarakat atau regulator dalam menetapkan ketentuan, bahkan apabila ketentuan telah dibuat, selalu ada pihak yang diam-diam tetap melakukan penelitian atau percobaan untuk memuaskan keingintahuannya, sehingga kemungkinan besar dalam sepuluh atau dua puluh tahun mendatang teknik ini benar-benar dapat diaplikasikan pada manusia untuk menyembuhkan penyakit-penyakit genetik, mencegah penyakit genetik pada bayi yang akan dilahirkan serta keturunannya, bahkan memperbaiki performance fisik,  misalnya meningkatkan kemampuan atlit dengan mengubah gen yang berkaitan, atau bahkan menentukan bentuk fisik yang diinginkan, misalnya warna mata, dan lain-lain.  
                                                                                                                                                 
Buku ini terdiri dari delapan bab, dan empat bab di awal uraiannya cukup teknis sehingga bagi pembaca biasa harus dibaca dengan perlahan-lahan untuk dapat mengerti uraian yang dijelaskan penulis, namun cukup berguna untuk sedikit menambah pengetahuan tentang biologi.

Bagian kedua mengenai masalah etis merupakan ajakan penulis untuk dipikirkan bersama, cukup menarik. Ada beberapa hal dapat disimpulkan dari sini:
·   Penemuan-penemuan penting seringkali bersifat tidak sengaja dan murni berasal hanya dari rasa ingin tahu yang besar dari seorang ilmuwan yang kemudian melakukan riset. Oleh karena itu penting untuk mendukung riset dasar yang tidak didasari oleh tujuan praktis.
·   Apabila editing gen telah dapat digunakan secara aman bagi manusia untuk mencegah atau mengobati penyakit karena mutasi gen atau serangan virus, maka penggunaan CRISPR untuk tujuan tersebut merupakan suatu tanggung jawab moral untuk mengurangi penderitaan sesama manusia. Hal-hal ini belum pernah terjadi sepanjang sejarah, sehingga membawa tanggung jawab besar: apa yang akan terjadi pada ekosistem jika manusia menggunakan CRISPR untuk mengubah atau memusnahkan nyamuk pembawa virus malaria dan Zikka?
·  Apa yang terjadi pada keturunannya kelak jika manusia dapat menentukan sendiri genomnya? Di sisi lain, bagaimana pengaruh hal ini pada keyakinan teologis yang berpendapat bahwa penyakit, bentuk fisik, dan kecerdasan merupakan takdir Sang Pencipta? Pertanyaan sebaliknya: jika manusia saja dapat melenyapkan penderitaan-penderitaan tidak perlu itu, yang terasa kejam, mengapa Tuhan membiarkannya selama ribuan tahun? Hal ini membawa pertanyaan kepada moralitas dan kekuasaan Tuhan: jika manusia dapat mengubah gen dan melenyapkan penyakit baik penyakit genetik maupun yang dibawa virus (antara lain malaria, yang membunuh satu juta orang per tahun), dapatkah kita bertanya secara teologis: mengapa sang pencipta membiarkan kesengsaraan tersebut selama ribuan tahun jika sebenarnya hal tersebut dapat diatasi? Moralitas apa yang mendasari? Dapatkah kita mengatakan hal tersebut tidak bermoral?  
·  Seberapa jauh manusia dapat bertahan untuk tidak melakukan penyempurnaan terus menerus atas dirinya? Apa akibatnya jika manusia menentukan sendiri arah evolusinya?
·  Apa yang akan terjadi jika terdapat kesenjangan yang semakin lebar antar manusia, karena mereka yang memiliki kekayaan dapat membeli teknologi yang membuat mereka selalu sehat, lebih cerdas, dan menarik secara fisik?  Terdapat kesenjangan tidak hanya secara kekayaan tapi juga gen.

Dalam buku ini Doudna mengajak pembaca untuk turut memikirkan konsekuensi dari meluasnya penerapan editing gen dan potensinya dalam membuat manusia menjadi Tuhan bagi dirinya sendiri, namun ia tidak sampai pada renungan teologis. Sam Harrislah  yang menyinggung kejamnya virus Zikka dalam The Four Horsemen sebagai contoh untuk mempertanyakan moralitas Tuhan.  Sementara itu dalam tulisannya Doudna tidak dapat menyembunyikan kegembiraan dan kebanggaannya sebagai penemu utama teknik CRISPR untuk editing gen, serta agak mengulang-ulang concernnya tentang konsekuensi dari penerapan CRISPR bagi manusia.
Penjelasan dan perkembangan mengenai CRISPR dapat ditemukan di internet secara singkat - namun saya belum menemukan penerapannya di Indonesia, yang tampaknya masih jauh ketinggalan dalam sains – meski demikian buku ini menceritakan riwayat penemuan teknik tersebut serta renungan atas potensi dan konsekuensi dari penemuan tersebut lebih dalam, menyadarkan pembaca betapa pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan saat ini tanpa diketahui oleh sebagian besar masyarakat.