Thursday, September 27, 2012

Nyanyian Kematian Sirenes

Judul : Nyanyian Kematian Sirenes –
Etnografi Kritis Manusia-manusia Starbucks
Pengarang: Eduardo Erlangga Destranta
Penerbit: Bidik Phronesis Publishing
Tahun : 2012
Tebal : 122 hal

Tidak semua orang muda memiliki daya kritis terhadap konsumerisme dan kapitalisme. Eduardo, dengan pengalamannya sebagai pelanggan setia hingga menjadi pekerja Starbucks, masih memiliki hal itu, sehingga pengalamannya menjadi sebuah kritik terhadap jaringan kedai kopi tersebut. Namun sebenarnya kritiknya dapat juga berlaku untuk semua jaringan toko atau fast food lainnya yang sejenis.

Sebagai mahasiswa, dengan lugu semula Eduardo mengira bahwa para pekerja disana sangat ramah dan perhatian terhadap dirinya, dan segala sesuatu yang berada disana demikian menyenangkan, sehingga kedai kopi tersebut menjadi favoritnya, atau rumah ketiga, menurut istilah Starbukcs. Namun setelah beberapa waktu menjadi pekerja disana, ia menemukan hal yang sebaliknya.

Bertolak dari logo Starbucks, yaitu Sirenes – makhluk laut dalam mitologi Yunani yang dengan nyanyiannya membawa para pelaut yang melewatinya kepada kematian – penulis menyimpulkan bahwa kedai kopi tersebut tidak ada bedanya dengan sirenes: tujuannya adalah menyeret para pelanggannya dalam ilusi kenyamanan dengan tujuan mengeruk keuntungan sebanyak-banyaknya.

Mengapa semua itu ilusi, karena keramahan para pekerja (barista) kepada pelanggan tidak tulus – semua hanya kewajiban dan hafalan, pembuatan kopi dirancang sangat mekanis sehingga pekerja tak ubahnya robot, balas jasa kepada pekerja sangat rendah dibandingkan keuntungan yang didapat, dan pelanggan dimanipulasi sedemikian rupa sehingga tanpa sadar mereka mengikuti kemauan Starbucks melayani diri sendiri, membayar mahal untuk hal-hal yang dapat dihemat, dan menuruti semua promosi dengan patuh, yang semuanya sebenarnya hanya bertujuan untuk memaksimalkan keuntungan kedai. Untuk itu penulis memberikan saran bagaimana agar pembaca dapat tetap kritis menghadapi semua itu jika berada disana.

Saat ini jaringan Starbucks di Indonesia telah mencapai lebih dari 100 kedai, bahkan telah masuk kampus. Bagi saya dari generasi lama, yang ketika kuliah terbiasa hidup hemat dan sederhana, masuknya Starbucks ke kampus terasa kurang pas, bahkan sampai saat ini, saya tetap dapat mengambil jarak terhadap semua jaringan sejenis. Namun dari buku ini saya jadi mengetahui, bahwa tidak demikian halnya dengan generasi muda, yang rupanya lebih mudah terkesan dan mengikuti apapun yang disodorkan di depan mereka oleh jaringan kedai dan restoran asing dengan segala macam taktiknya, sehingga buku Eduardo ini tentunya cukup berguna untuk membuka kesadaran akan sisi buruk kapitalisme.

Monday, September 17, 2012

The Better Angels of Our Nature



Judul : The Better Angels of Our Nature – Why Violence Has Declined
Pengarang: Steven Pinker
Penerbit: Viking
Tahun : 2011
Tebal : 801 hal




Setiap kali habis membaca sejarah zaman dulu, saya selalu merasa sangat beruntung hidup di abad ke 20 dan 21. Mengapa? Karena kehidupan manusia di masa lalu penuh dengan kekejaman yang tak terperikan untuk ukuran manusia modern.

Pada tahap manusia masih menjadi pemburu peramu, kehidupan penuh kecemasan, karena setiap waktu dapat terjadi penyerangan mendadak secara diam-diam dan balas dendam.
Selanjutnya pada seribu tahun pertama Masehi kehidupan juga tidak lebih baik, karena sewaktu-waktu musuh dapat melakukan penyerangan, dan penjarahan, perbudakan perkosaan serta hukuman dengan penyaliban, mutilasi atau penyiksaan lainnya merupakan hal biasa yang menyertai penyerangan tersebut.

Keadaan ini berlanjut hingga zaman pertengahan. Pada zaman ini kekerasan dan kekejaman mencapai puncaknya, khususnya di Eropa. Selain perang terus menerus antara para ksatria juga terdapat perang agama yang berlangsung selama puluhan tahun tanpa henti, inkuisisi, dan pembakaran terhadap mereka yang dituduh sebagai tukang sihir. Menurut Pinker, zaman pertengahan merupakan zaman dimana seni penyiksaan mencapai puncaknya, dengan diciptakannya berbagai alat penyiksaan yang dapat memperlama dan memaksimalkan tingkat kesakitan para korbannya
Salah satu peninggalan kekejaman itu misalnya tampak pada kitab-kitab suci, yang menggambarkan hukuman dengan pembakaran, mutilasi, berbagai penyiksaan tiada akhir, genosida, dan mentolerir perbudakan. Bagi masyarakat zaman kini, hal-hal tersebut merupakan kekejaman dan tidak patut. Namun dahulu hal itu merupakan hal yang biasa.

Steven Pinker dalam bukunya yang terbaru mencoba menjelaskan hal-hal yang menyebabkan menurunnya kekerasan dalam peradaban manusia hingga sampai pada tahap seperti saat ini, yang bahkan tidak mentolerir kekejaman terhadap binatang, dan mencoba meyakinkan pembaca, bahwa kualitas dan kuantitas kekerasan menunjukkan tren semakin menurun, meskipun pada abad 20 terdapat dua perang dunia, gerakan komunisme, dan terorisme.

Dalam bab pertama, penulis menunjukkan contoh-contoh kekejaman di masa lalu, sejak dari zaman prasejarah, zaman Yunani, Romawi, abad pertengahan hingga awal Eropa modern, dan membandingkannya dengan kondisi abad 20 yang telah sangat jauh berbeda, hingga kehidupan di zaman dulu menurutnya tampak seperti “sebuah negara lain.”

Bab selanjutnya penulis mencoba untuk menemukan asal mula timbulnya kekerasan, baik dari sisi logika maupun sejarah. Dari sisi biologi, kekerasan adalah konsekuensi dari survival of the fittest dan manusia sebaga survival machine, yang dalam usahanya untuk bertahan selalu berusaha menggunakan survival machine lainnya semaksimal mungkin baik dari spesies yang sama maupun berbeda. Hal ini sejalan dengan pendapat Hobbes yang menyatakan bahwa penyebab kekerasan terdiri dari kompetisi - untuk memperoleh milik orang lain, pertahanan, dan kemegahan.

Dari sisi sejarah, yang menentukan tingkat kekerasan adalah bentuk masyarakat. Semakin primitif suatu masyarakat, semakin tinggi tingkat kekerasan, karena tidak ada yang mengendalikan pertikaian di antara individu dan suku. Penulis menunjukkan data, bahwa tingkat kematian pria dewasa pada masyarakat pemburu peramu sebelum ada negara antara 0 - 60%, dengan rata-rata 15%, sedangkan pemburu peramu masa sesudahnya rata-rata 14% dan pemburu peramu yang berkebun, seperti di Amazon dan Papua Nugini 24%. Tingkat kematian menurun setelah negara muncul sebagai penguasa, misalnya pada masyarakat Inca dan Aztec menjadi 5%, Eropa pada masa perang agama 2%, masa dua perang dunia 3%, sedangkan pada empat dekade terakhir abad 20 menjadi kurang dari 1%.

Negara yang muncul mula-mula berupa teokrasi yang terstratifikasi, dan mengendalikan ekonomi dengan kekerasan, sehingga menurunnya kekerasan di antara individu dalam masyarakat menimbulkan masalah baru, yaitu pemimpin despotik yang memiliki kewenangan tanpa batas dan dapat menerapkan hukuman kejam. Mereka terdiri dari tiran, klerik dan kleptokrat. Oleh karena itu diperlukan sistem untuk membatasi kekuasaan mereka, yang baru muncul sekitar dua ratus tahun terakhir.

Bab selanjutnya menguraikan tentang hal-hal yang menyebabkan menurunnya kekerasan. Merujuk pada teori Norbert Elias, penulis berpendapat bahwa Civilizing Process memegang peranan penting sebagai faktor endogenous, sedangkan yang menjadi faktor exogenous adalah konsolidasi unit-unit politik menjadi negara dan revolusi ekonomi dari berbasis tanah dan petani (zero sum game) menjadi ekonomi yang bergeser ke perdagangan dengan penjualan surplus (positive sum game).

Civilizing Process adalah perubahan psikologis dan perilaku dari masyarakat. Elias melihat bahwa masyarakat Eropa abad pertengahan bersifat temperamental: impulsif, kekanakan, tidak beretika, kurang memiliki rasa malu, kejam, dan kotor, yang tampak dari buku-buku serta gambar yang dibuat pada zaman tersebut. Misalnya, para pengrajin berlomba membuat mesin penyiksa yang lebih kejam efeknya, penyiksaan terhadap binatang merupakan hiburan sehari-hari, para ksatria terus menerus melakukan peperangan tidak jelas yang merusak, dan perjalanan merupakan hal yang sangat berbahaya karena banyaknya perampok di jalan. Namun perlahan-lahan semua ini berubah. Mereka mulai mengendalikan perilaku impulsive, mengantisipasi akibat jangka panjang, dan mulai mempertimbangkan pikiran dan perasaan orang lain.
Apa yang menyebabkan terjadinya proses ini?

Penulis mengemukakan tiga hal, yaitu: penurunan kekejaman di kalangan elit, yang kemudian diikuti oleh kelas-kelas di bawahnya, peningkatan kesempatan kerja di pabrik dan perdagangan, dan peningkatan sistem hukum.
Civilizing process berlanjut menuju revolusi kemanusiaan (humanitarian revolution), yang dimulai sejak Abad Akal Budi (The Age of Reason) pada abad 17 ke Abad Pencerahan (The Enlightenment) pada akhir abad 18, dengan lenyapnya hukuman badan dan hukuman mati.

Selama ribuan tahun, sejarah mencatat kekerasan berikut berlangsung di seluruh bagian dunia: pembunuhan karena takhyul – pengorbanan manusia, guna-guna atau sihir, pembunuhan terhadap kaum penghina agama, heretik dan murtad; hukuman mati, perbudakan, kekerasan politik dan pemimpin despot, serta peperangan besar.  Kini semua itu hampir tidak ada lagi. Apa yang menyebabkannya?

Menurut penulis, perang agama di Eropa yang berlangsung selama 30 tahun, adanya kebiasaan untuk mengidentifikasi keadaan pihak lain, dan perubahan moral dari menghargai jiwa menjadi lebih menghargai kehidupan, yang dipengaruhi oleh Abad Akal Budi - yang menekankan bahwa kepercayaan harus didasari oleh pengalaman dan logika, serta mulai berkembangnya sains yang membuktikan bahwa apa yang selama ini dipercaya ternyata dapat salah, membuat manusia menjadi lebih menghargai nyawa sesamanya

Selanjutnya para penulis Pencerahan yang memiliki motif kemanusiaan mendorong dilenyapkannya perbudakan. Sedangkan despotisme dan kekerasan negara diatasi oleh pemisahan tugas yang jelas, positive sum cooperation, dan demokrasi. Akhirnya peperangan besar tidak menarik lagi dan berubah menjadi perdagangan tanpa kekerasan, karena invasi lebih mahal daripada membeli barang dari negara lain.

Berdasarkan hal di atas, maka perdamaian tergantung pada: penyebaran demokrasi, ekspansi perdagangan dan niaga, serta pertumbuhan organisasi internasional.

Pertanyaan selanjutnya adalah, apa yang menyebabkan revolusi kemanusiaan tersebut?
Menurut Pinker ada tiga hal utama, yaitu:
1. Civilizing Process
Perubahan unit-unit politik menjadi negara dengan kerajaan sebagai pusat kekuasaan baru membuat semua pihak berupaya menampilkan diri dengan sebaik-baiknya, dengan meningkatkan pengendalian diri, kebersihan dan tata krama. Meningkatnya kebersihan dan penampilan orang-orang membuat mereka tampak lebih baik sehingga lebih mudah untuk menghargai mereka. Peningkatan kemakmuran setelah revolusi industri juga membuat orang merasa bahwa kehidupan adalah sesuatu yang baik sehingga patut dihargai, sehingga mereka mulai menilai hidup orang lain lebih tinggi pula

2. Produksi Buku
Dua ratus tahun setelah ditemukannya mesin cetak pada tahun 1492, produksi buku meningkat lebih dari dua puluh kali lipat. Pada akhir abad 18 perpustakaan beredar telah meluas di Inggris dan pada awal abad 19 sebagian besar pria di Eropa Barat dapat membaca. Penulis menyebut hal ini sebagai revolusi membaca, karena bahan bacaan tidak lagi hanya buku-buku agama, tetapi juga bacaan sekuler, termasuk terbitan berkala. Masa ini adalah juga masa dimana penemuan-penemuan berarti di bidang sains dan penjelajahan ke Amerika, Afrika, India dan Asia dimulai, yang hasilnya dipublikasikan dan dibaca oleh masyarakat luas.

3. Meningkatnya Empati dan Perhatian terhadap Hidup Manusia
Sebagai akibat dari kemajuan percetakan, pada pertengahan abad 18, muncul penerbitan novel-novel yang kemudian dibaca dan mempengaruhi masyarakat luas. Masa ini adalah masa kejayaan epistolary novel, yaitu novel yang ditulis dalam bentuk surat, yang menggambarkan pikiran dan perasaan tokoh utama dari sudut pandangnya sendiri. Kebiasaan membaca novel seperti ini memungkinkan seseorang mampu menempatkan diri dari sudut pandang orang lain, sehingga dapat menimbulkan rasa empati. Dengan empati timbul pemahaman atau pengertian atas perasaan dan kondisi orang-orang lain.

Selain ketiga hal di atas, bangkitnya kota-kota dengan munculnya demokrasi liberal, fIlsafat yang koheren selama Abad Akal Budi dan Pencerahan, dimulai dengan skeptisisme, yang bermula dari sains, dan humanisme pencerahan juga berperan penting untuk mengubah perilaku dan psikologi masyarakat sehingga kekerasan dan kekejaman semakin menurun.

Pertanyaannya, mengapa pencerahan hanya muncul di Barat? Tidak di negara-negara Islam, misalnya? Berdasarkan hal di atas, menurut penulis kemungkinannya adalah karena penguasa Islam tidak segera mengambil teknologi percetakan dan menerbitkan buku-buku di luar bidang agama, yang dapat membangkitkan pemikiran bebas.

Bab selanjutnya mencoba untuk membuktikan bahwa abad 20 bukanlah abad terkejam, meskipun terdapat 70 juta korban perang dunia I dan II serta 60 juta korban rezim totaliter (komunis). Namun dengan membandingkan antara jumlah penduduk pada suatu masa dengan korban perang pada masa tersebut, Pinker menemukan bahwa perang yang memakan korban terbanyak sepanjang sejarah manusia adalah revolusi An Lushan yang terjadi pada abad 8 dengan 36 juta korban, disusul oleh penaklukan Mongol pada abad 13 dengan korban 40 juta orang, dan perdagangan budak Timur Tengah pada abad 7 s.d 19 dengan 19 juta korban. Selain itu, merujuk pada hasil penelitian Richardson, data statistik menunjukkan bahwa waktu perang terjadi secara acak, dan kekuatannya mengikuti power law.
Sementara itu semakin ke masa kini interval perang semakin jarang dan korbannya semakin sedikit, sehingga ia berani menyebutnya sebagai masa perdamaian yang panjang.

Setelah menguraikan sejarah kekerasan dan sebab penurunannya, penulis mencoba melihatnya dari sisi psikologi, yaitu mengapa kekerasan tidak dapat dipisahkah dari manusia. Penulis mencatat ada delapan motif yang membuat kekerasan tidak dapat begitu saja dilenyapkan, antara lain sisi gelap psikologi manusia, balas dendam, sadisme dan ideologi.

Buku ini sangat menarik karena Pinker adalah penulis yang memikat; referensinya luas dan tulisannya mengalir, sangat menyenangkan untuk dibaca. Kedua, argumennya dilengkapi dengan banyak data – ada lebih dari seratus tabel - yang banyak diantaranya merupakan pengetahuan baru bagi pembaca, karena berasal dari banyak sumber. Ketiga, uraian penulis membantu pembaca memahami lebih baik posisinya dalam sejarah dan kondisi dunia saat ini, bahwa baru pada zaman inilah kekerasan dan kekejaman benar-benar jauh berkurang sehingga kita patut bersyukur.

Pinker adalah ilmuwan yang optimis. Ia yakin bahwa pada akhirnya demokrasi liberal akan menyapu seluruh dunia, karena tidak akan ada masyarakat manapun yang mampu menolak teknologi, sains dan perdagangan yang dibawa bersamanya, termasuk masyarakat teokratis seperti negara-negara Timur Tengah. Ia yakin bahwa kaum ekstrim kiri maupun kanan pada akhirnya akan menerima liberalisme dan kapitalisme, termasuk Indonesia, yang menurutnya merupakan salah satu negara Islam yang mengarah pada demokrasi liberal.

Keyakinannya ini belum tentu disukai semua orang. Pembaca beraliran kiri menganggap bahwa kapitalisme adalah ketidakadilan dan kekerasan serta kekejaman bukan saja terjadi dalam bentuk perang tetapi juga kesusahan hidup buruh-buruh dan orang miskin di seluruh dunia. Pembaca beraliran kanan menganggap bahwa liberalisme merupakan ideologi yang tidak sesuai dengan kehendak Tuhan sehingga mereka akan tetap terus berjuang untuk meniadakannya.

Apakah kedua aliran ini akan hilang begitu saja? Ekstrim kiri mungkin kurang menarik lagi karena telah terbukti gagal, namun ekstrim kanan masih menarik. Sebagaimana kita lihat di Afrika, Eropa, Asia Tengah dan Indonesia, mereka tidak menyerah begitu saja. Sebaliknya, teknologi dan demokrasi digunakan untuk menyebarkan aliran ini. Apakah mereka akan berhasil, tergantung pada kekuatan pemerintah masing-masing negara mempertahankan nilai-nilai liberalisme. Bahkan di abad ke 21, liberalisme tetap harus diperjuangkan di banyak bagian dunia, karena jika tidak, ideologi lain yang bersifat totaliter masih mengancam dan menarik banyak pengikut dengan mudah.

Disamping hal-hal di atas, terdapat beberapa hal yang menjadi catatan. Penulis cenderung terlalu optimis, sehingga tidak memberi tempat untuk membahas hal-hal yang menjadi kelemahan sistem demokrasi di negara berkembang dan terbelakang dan sangat yakin bahwa demokrasi, pasar bebas, liberalisme murni, otomatis akan membawa kebaikan di segala tempat, budaya, tingkat ekonomi dan pendidikan, dan akan menurunkan kekerasan lebih jauh lagi. Hal ini tentu tidak sepenuhnya benar, karena untuk berhasil, sistem tersebut memerlukan beberapa prasyarat, yang tidak selalu dimiliki oleh suatu negara. Kedua, uraian mengenai sejarah kekerasan terlalu panjang sedangkan uraian dari sisi psikologi terlalu sedikit