Saturday, December 29, 2012

Jakarta!




Judul    :      Jakarta! Sebuah Novel
Pengarang:  Christophe Dorigne-Thomson
Penerjemah: Caecilia Krismariana
Penerbit:      GPU
Tahun   :       2012, Des
Tebal    :       367  hal



Ditulis dalam bentuk fiksi, Jakarta! menceritakan seorang pemuda Prancis lulusan sekolah bisnis elit yang mengalami shock setelah kematian adik laki-lakinya, sehingga kemudian mengubah haluan hidupnya, dengan melakukan profesi hampir seperti James Bond dan bertugas di Tokyo, California, Mumbai, Krakow, Marakesh, Johannesburg, Shanghai, Abu Dhabi, Rio de Janeiro, Aberdeen, Havana, berlibur di empat negara Asia Tenggara, dan akhirnya jatuh cinta pada Indonesia.
Meskipun demikian, mengharapkan novel Jakarta! mengisahkan banyak hal tentang kota Jakarta atau Indonesia akan berakibat pada kekecewaan, karena ternyata novel ini adalah tentang kritik kepada Prancis dan perjalanan seorang pemuda Prancis dalam mencoba menemukan jati dirinya.

Dari sisi fiksi, kisahnya agak membosankan, karena tidak ada dialog sama sekali dan batas antara pikiran tokoh utama (yang diceritakan sebagai pihak ketiga) dengan pengarang nyaris tidak ada, sehingga buku ini bisa dibilang setengah fiksi dan esai. Maksud pengarang sebenarnya adalah mengemukakan pendapat tentang keadaan di wilayah-wilayah di atas serta membandingkannya dengan benua Eropa, khususnya Prancis, yang baginya sangat mengecewakan karena tidak memberi kesempatan kepada generasi muda untuk berkembang dan membangun negerinya sebagaimana negeri-negeri lain, anti imigran sehingga menghambat kemajuannya sendiri, dan bersikap diskriminatif kepada kaum minoritas, yang sebenarnya adalah korban akibat penjajahan Prancis sendiri di masa lalu. Kritiknya yang cukup tajam terhadap generasi tua Prancis sangat terasa pada banyak bab.

Buku ini membuat pembaca lebih memahami kondisi Eropa saat ini, yang menghadapi masalah penuaan penduduk,  pengangguran generasi muda yang cukup tinggi, meningkatnya imigran, konflik nilai dan budaya dengan imigran muslim, disamping krisis ekonomi.  Khusus di Prancis, masalah tersebut ditambah dengan dominannya generasi tua, birokrasi, kurangnya keberpihakan pada kaum miskin dan diskriminasi ras. Negara Eropa lainnya seperti Inggris dan Jerman lebih baik, karena memberikan kesempatan dan kebebasan lebih besar kepada generasi muda serta kaum minoritas.

Tampaknya berdasarkan hal di atas maka pengarang merasa pesimis akan masa depan Eropa, apalagi Prancis, sebaliknya merasa sangat optimis bahwa Asialah yang akan menjadi harapan kemajuan di masa depan, disamping Amerika yang masih akan tetap penting. Dan salah satu negara Asia yang memiliki potensi untuk menjadi negara besar adalah Indonesia, karena orang Indonesia kreatif, memiliki kebebasan, dan suka teknologi.
Namun kisah tentang Jakarta dan Indonesia hanya terdapat dalam 14 halaman terakhir, lebih sedikit dari negara-negara lain yang berkisar antara 21 s.d 36 halaman.  

Seseorang yang jatuh cinta pada umumnya memang tidak begitu memperhatikan kekurangan pada apa yang dicintainya. Penulis menyatakan cinta pada Jakarta dan Indonesia. Mungkin itu pula sebabnya ia tidak membahas atau menganggap penting kekurangan-kekurangan atau masalah yang dimiliki Jakarta dan Indonesia (di dalam kisah fiksinya, tokoh utama tidak mendukung upaya pencegahan perusakan hutan) yang membuat penduduknya merasa pesimis, sebagaimana halnya kebanyakan orang Indonesia juga tidak dapat melihat kekurangan Prancis dengan jelas - yang membuat pengarang merasa pesimis akan negerinya.

3 comments:

Belajar Gitar said...
This comment has been removed by a blog administrator.
aling said...

Benar2 buku dengan judul yang aneh :
1. Jakarta sebagai sebuah judul novel, hanya diceritakan pada 2 bab terakhir.
2. Ucapan terimakasih buat "indonesia" hingga berlembar2 sementara untuk negara lain hanya beberapa baris saja.
3. Mungkin di negara lain misal jepang, si christophe menjual buku dengan judul :Tokyo!

Rati said...

Mungkin pengarang merasa banyak orang Indonesia yg terlalu baik padanya, sehingga ia segan untuk mengkritik Indonesia, akibatnya ia tidak dapat bersikap kritis terhadap Indonesia dan novelnya diberi judul Jakarta.