Saturday, May 09, 2009

POSREALITAS



Judul : Posrealitas – Realitas Kebudayaan Dalam Era Posmetafisika
Pengarang : Yasraf Amir Piliang
Penerbit : Jalasutra
Tahun : 2009, Maret, cet. kedua
Tebal : 483 hal

Buku ini terdiri dari 17 bab yang dibagi dalam 4 bagian:
1. Pososial, terdiri dari :
- Pososial: Menuju Kematian Sosial,
- Posekonomi:Berpacu dalam Konsumerisme
- Posmedia: Simbiosis Realitas dan Fantasi,-
- Posestetik: Antara Realitas dan Seni.

2. Poshorosisme - Poskriminalitas: Ketika Kejahatan Begitu Sempurna,
- Posrealitas Perang: Simbiosis Realitas dan Fantasi Perang
- Posteror: Theatrum Simulacrum-
- Poshororisme: Ketika Horor Menjadi Hiburan.

3. Posdemokrasi
- Posdemokrasi:Bersatunya Demokrasi dan Anarki
- Posotonomi: Egopolitik dan Mikrofasisme
- Posrealitas Hukum: Fatamorgana Hukum dan Ilusi Kebenaran

4. Posmoralitas.
- Pospiritualitas: Simbiosis Hasrat dan Kesucian
- Posmoralitas: Simbiosis Kebenaran dan Kepalsuan
- Poseksualitas
- Pospornografi: Melampaui Batas-batas Hasrat
- Poshumanitas: Homo Sapiens Electronicus
- Posfeminitas: Teknopolitik dan Masa Depan Relasi.

Sebagai kajian kebudayaan, penulis berusaha melakukan tinjauan kritis terhadap berbagai aspek budaya kini, terutama berdasarkan filsafat posmodern, sehingga banyak mengutip Jean Baudriliard, Michel Foucault, J. Lacan, P. Virilio dan lainnya.
Pembahasan pada bagian pertama, yaitu pososial cukup menarik, dimana penulis melakukan analisa terhadap beralihnya ruang sosial dari ruang fisik ke ruang maya, yang mengakibatkan keterbukaan dan kebebasan namun menurunkan kontrol, sehingga dapat mengarah pada anarki; konsumerisme dan kapitalisme yang menimbulkan halusinasi ruang, yaitu tercabutnya kebudayaan dari ruangnya; terlalu banyaknya informasi sampah, sementara masyarakat tidak memiliki daya kritis, sehingga menjadi massa yang diam; dan meluasnya ekspresi seni dalam cyberspace.
Bagian kedua membahas bagaimana kejahatan menjadi sempurna jika dilakukan oleh negara, dan realitas dibentuk oleh simulasi yang dibuat oleh pemerintah/negara tertenu beserta media yang dikuasai, untuk membentuk opini publik sesuai yang dikehendaki penguasa, melalui simulasi, sehingga kejahatan tersebut tersembunyi dari masyarakat, apalagi jika masyarakatnya kurang kritis.
Bagian ketiga menganalisa bagaimana demokrasi dan otonomi menimbulkan anarki dan fasisme di daerah-daerah, sehingga bertentangan dengan prinsip demokrasi itu sendiri.
Posrealitas cukup menarik untuk dibaca pada awalnya, karena dapat membuat pembaca lebih menyadari dan memahami fenomena budaya yang ada di sekitarnya dengan lebih kritis. Namun struktur buku ini yang membahas setiap topik dengan cara yang sama sebanyak 17 bab, membuat pembaca seperti mengulang hal-hal yang mirip sepanjang sekitar 400 halaman, apalagi hampir pada setiap bab terdapat kutipan dari Baudriliard.
Selain itu meskipun di setiap akhir bab penulis menguraikan sedikit saran mengenai cara mengatasi permasalahan yang diungkapkan di depan, namun tidak mendalam, mungkin karena tekanannya adalah pada kritik atau analisis budayanya. Disamping itu, sudut pandang yang hanya berdasarkan pemikiran postmodern, kurang memberikan tempat untuk sudut pandang lainnya, seperti rasionalisme atau humanisme.
Setelah menguraikan panjang lebar tentang berbagai hal, bagaimanakah kesimpulan dan saran penulis? Tanpa analisis mendalam, penulis hanya menyarankan untuk kembali kepada nilai-nilai ketuhanan atau agama, tanpa uraian mengapa dan bagaimana caranya.
Suatu kesimpulan dan saran yang terasa klise dan cukup mengecewakan setelah membaca analisis dan tinjauan penulis sepanjang lebih dari 400 halaman.