Tuesday, December 30, 2008

ARUS BARU ISLAM RADIKAL

Judul : Arus Baru Islam Radikal – Transmisi Revivalisme Islam Timur Tengah ke Indonesia
Pengarang : M. Imdadun Rahmat
Penerbit : Erlangga
Tahun : 2007, Agustus
Tebal : 166 hal

Seberapa besarkah kebangkitan Islam di Indonesia dipengaruhi dari luar? Apakah tujuan akhirnya? Bagaimana kemungkinan perkembangannya di masa mendatang?

Penulis mendefinisikan revivalisme Islam sebagai kebangkitan Islam dalam segala bentuk, dari moderat hingga radikal dan apolitis hingga politis, meskipun dari pembahasan tampak bahwa pada dasarnya semua adalah radikal.

Bagian pertama membahas sebab timbulnya revivalisme di Timur Tengah, yaitu karena negara-negara di wilayah tersebut merasa berada dalam krisis akibat tekanan budaya Barat, yang menimbulkan pencarian identitas dan otentisitas bangsa Arab, antara lain dengan kembali kepada nilai-nilai agama yang murni.

Terdapat tiga organisasi/aliran utama, yaitu:
Ikhwanul Muslimin, didirikan di Mesir pada tahun 1928
Hizbut Tahir, didirikan di Palestina tahun 1952
Salafi, yang kemudian condong menjadi seperti Wahabi

Pada prinsipnya, ketiganya memiliki tujuan sama, yaitu pemurnian agama berupa kembali kepada Qur’an dan Sunah, penerapan syariat Islam, menentang sekularisasi dan hukum Barat lainnya, ketaatan total kepada hukum Tuhan.

Penulis menjelaskan bahwa penyebaran ketiga aliran pemikiran di atas dari Timur Tengah dilakukan oleh alumni lulusan Timteng khususnya Mesir ke kampus-kampus di Indonesia, dimulai dari ITB pada tahun 1974 (Ikhwanul Muslimin) di mesjid Salman, IPB pada tahun 1982 (Hizbut Tahir), yang kemudian secara sistematis disebarkan ke seluruh kampus di Indonesia sehingga kelak melahirkan Partai Keadilan Sejahtera pada tahun 1998. Sedangkan aliran Salafi/Wahabi disebarkan oleh Lembaga Ilmu Islam dan Sastra Arab (LIPIA), yaitu cabang Univ. Islam Muh. Ibnu Saud Univ. di Riyadh.
Menurut penulis, keadaan di atas terutama berkat upaya Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII), khususnya oleh M. Natsir (tokoh Masyumi). Peran DDII adalah hal-hal sebagai berikut:
1. Mengusahakan pengiriman mahasiswa ke Timteng
2. Menjadi penggagas dan mediator berdirinya LIPIA
3. Meletakkan landasan awal gerakan dakwah kampus
4. Mendorong penerjemahan pemikiran Ikhwanul Muslimin

Target dari dakwah DDII adalah pesantren (a.l. Gontor, Ngruki), masjid (bantuan Timteng) dan kampus.
Penyebaran ini semakin kuat dengan munculnya banyak penerbit Islam yang menerbitkan buku-buku terjemahan karya para pemikir fundamentalis IM, a.l. Sayyid Qutb, yang kemudian dilanjutkan dengan penerbitan majalah seperti Sabili dll. Bahkan menurut penulis, penerbit umum pun menerbitkan karya para fundamentalis ini karena demikian larisnya. Gerakan revivalisme ini tidak berhenti sampai disini, karena mereka masih dan akan terus berdakwah sampai tujuannya tercapai.
Demikianlah, maka tanpa benar-benar disadari banyak pihak, selama dua puluh tahun lebih dalam kampus-kampus kita telah disemai bibit-bibit fundamentalisme asli dari Timteng. Selama sepuluh tahun Orba dengan penanaman slogan salah arah atheisme sama dengan komunisme dan sensor ketat bacaan, serta sepuluh tahun reformasi tanpa arah, maka kampus tidak menjadi tempat yang tercerahkan dengan rasionalitas dan pemikiran kritis, tetapi sebaliknya, semakin menjauh ke belakang, menuju irasionalitas dan dogma, dan bermaksud membawa seluruh rakyat bersamanya.
Isn’t it ironic, that our universities fail in nurturing reason and critical thinking, but very successful in spreading religion fundamentalism?
Buku ini – hasil penelitian untuk tesis S2 - memberi informasi yang cukup baik dan lumayan lengkap, sehingga membacanya cukup menimbulkan rasa khawatir akan masa depan keberagaman dan sekularisme di negeri ini.

Sunday, December 28, 2008

OVER THE EDGE OF THE WORLD



Judul : Over the Edge of the World - Magellan's Terrifying Circumnavigation of the Globe
Pengarang : Laurence Bergreen
Penerbit : Harper Perrenial
Tahun : 2004
Tebal : 430 halaman


Over the Edge of the World adalah kisah tentang keberanian, kepemimpinan dan kekerasan hati Magellan dalam usaha mencari rute baru ke pulau rempah-rempah, atau Maluku, yang berakhir cukup tragis bagi para awak kapalnya, namun membuka sejarah baru bagi dunia.

Magellan adalah perwira Portugis yang semula sangat loyal pada raja, namun karena merasa tidak dihargai dengan semestinya, ia kemudian mengabdi raja Spanyol, dan menawarkan ekspedisi mencari pulau rempah untuk berdagang dan mendapatkan koloni bagi Spanyol, namun melalui rute timur, yaitu melewati selat di Amerika Selatan yang belum jelas keberadaannya, agar tidak melalui wilayah kekuasaan Portugis.
Dengan lima kapal dan 257 awak kapal, selama tiga tahun (1519 – 1522) Armada de Molucca berlayar dari Seville, Spanyol, menemukan selat Magellan, menjadi kapal Eropa pertama yang menyeberangi Samudra Pasifik, sampai ke Filipina, Maluku, kemudian menyusuri Samudra Hindia dan Tanjung Harapan kembali ke Spanyol. Melewati badai, suku-suku kanibal, pemberontakan tiga kapten kapal, pembantaian dari penduduk asli, pengkhianatan, kelaparan, penyakit, dan kejaran kapal Portugis, ekspedisi Magellan berakhir dengan kembalinya satu kapal beserta 18 awak kapal yang membawa rempah-rempah dari Tidore dan Ternate ke Seville.
Magellan sendiri terbunuh sewaktu bertempur dengan kepala suku Mactan (Filipina) yang tidak bersedia dipaksa dikonversi menjadi Katolik. Sesuatu yang disayangkan awak kapal lainnya, karena Magellan seharusnya tidak perlu melakukan hal tersebut. Namun semangat religius serta keberhasilan-keberhasilan sebelumnya mengatasi maut dan bahaya membuat Magellan terlalu berani, yang justru berakhir dengan tragis tidak saja bagi dirinya namun juga bagi awak kapal yang ditinggalkannya.
Pelayaran Magellan merupakan pelayaran penting, karena saat itu Eropa mengira bahwa Hindia tidak jauh dari sebelah timur Amerika. Dengan demikian Magellan tidak mengira bahwa Samudra Pasifik sangat luas sehingga harus dilayari selama beberapa bulan sebelum sampai ke Asia. Ini juga pelayaran pertama yang membuktikan bahwa dunia itu bulat, meningkatkan kesadaran untuk mengandalkan pada fakta dan pengalaman serta menandai awal dominasi Eropa di lautan, karena pelayaran armada China telah dihentikan sejak tahun 1431 dan kapal Arab tidak bersedia beranjak lebih jauh dari sekitar Samudra Hindia. Padahal dibandingkan dengan Cina, armada Eropa sangat kecil dan tidak memadai, sementara teknologinya sebagian dicontoh dari kapal Arab.

Buku ini sangat menarik karena penulis membawa kita seolah berada dalam kapal Magellan dan mengalami bermacam hal seru, kejam maupun menyedihkan yang tidak mungkin lagi terjadi di masa kini.