Friday, September 22, 2006

BURNED ALIVE



Pengarang : Souad
Penerbit : Pustaka Alvabet
Tebal : 296 halaman
Tahun : Juli 2006

Setelah My Hidden Face diterjemahkan dalam bahasa Indonesia, Burned Alive turut menambah pengetahuan kita tentang kehidupan perempuan di negara-negara Timur Tengah, yang selama ini tidak kita ketahui benar-benar.
Burned Alive merupakan sebuah kisah nyata seorang perempuan Arab di Tepi Barat (Palestina) yang terjadi pada akhir tahun 1970-an, namun tidak mustahil kejadian serupa masih terjadi pada hari-hari ini di pedesaan negara-negara Arab dan sekitarnya seperti Jordania, Pakistan, Afghanistan, Maroko, Sudan, dll, mengingat buku tulisan jurnalis-jurnalis Barat seperti Price of Honor (1995) masih menceritakan hal yang tidak jauh berbeda.
Membaca kisah perempuan dalam buku ini seperti kembali ke zaman 1400 tahun yang lalu, dan hampir sulit dipercaya bahwa masih ada kehidupan seperti itu di abad 20.
Pembunuhan karena kehormatan merupakan hal biasa di negara-negara Arab. Perempuan yang dianggap menimbulkan aib bagi keluarga karena berteman atau memiliki hubungan dengan seorang laki-laki, diperkosa, hamil di luar nikah, bahkan hanya digosipkan dengan disebut pelacur, akan dibunuh oleh keluarganya untuk mengembalikan kehormatan keluarga itu. Bentuk pembunuhan bermacam-macam; bisa dengan pukulan, cekikan, tabrakan seolah kecelakaan, atau seperti dalam buku ini.. dibakar hidup-hidup. Biasanya hal ini dilakukan oleh saudara laki-laki, sementara orang tua sengaja bepergian agar tidak berada di rumah pada saat pembunuhan terjadi dan berpura-pura tidak tahu, namun sebenarnya hal tersebut telah direncanakan dengan rapi oleh keluarga.
Dalam buku ini kita diberitahu kehidupan penulis sejak masa kanak-kanak, sebagai anak ketiga dari lima bersaudara, yang empat diantaranya adalah perempuan. Sebagai anak perempuan, ia tidak pernah bersekolah, harus bekerja keras sepanjang hari menggembalakan domba, memerah susu, membuat keju, memetik buah ara dan tomat, membersihkan rumah, mencuci dan memasak namun masih mendapatkan pukulan setiap hari dari ayahnya yang kejam. Sebaliknya saudara laki-lakinya tidak perlu bekerja di rumah, disekolahkan dan dapat pergi kemana saja.
Betapa rendahnya nilai perempuan banyak digambarkan dengan cukup mengerikan; misalnya bagaimana ibunya melahirkan sebanyak empat belas kali dan sembilan diantaranya langsung dibunuh sendiri ketika lahir karena berjenis perempuan, bagaimana adik perempuannya dibunuh oleh adik laki-lakinya sendiri dengan kabel telepon, serta penyiksaan dan hinaan yang pernah diterimanya dari ayahnya, misalnya diikat kedua tangan dan kakinya pada kandang kambing sepanjang malam, ditendang, dijambak dan digunting rambutnya dengan gunting bulu domba, dipaksa menelan tomat hingga isinya berlumuran di wajahnya hanya karena ia lalai memetik sebuah tomat yang masih terlalu muda, dan siksaan lainnya. Bahkan binatang ternak lebih dihargai daripada seorang perempuan.
Penghinaan dan siksaan yang diterima setiap hari membuat penulis bertekad untuk segera menikah agar lepas dari kekejaman ayahnya, meskipun hal itu berarti akan menerima kekejaman suami. Namun ia tertipu oleh laki-laki tetangganya yang berpura-pura akan melamarnya sehingga ia hamil. Kemudian datanglah hukuman itu.. saudara iparnya membakarnya di halaman rumah. Bahkan ketika di rumah sakit ibunya masih ingin membunuhnya, karena bagi mereka ia lebih baik mati. Beruntung kisahnya didengar oleh seorang pekerja sosial Prancis, yang kemudian menolongnya serta membawanya ke Eropa untuk berobat dan memulai hidup baru dengan identitas baru pada umur 19 tahun. Dengan susah payah ia kemudian belajar bahasa baru, membaca, menulis, ketrampilan sederhana dan bekerja.
Bahkan setelah bertahun-tahun di Eropa dan memiliki keluarga, Souad masih merasa depresi. Misalnya ketika musim panas dimana semua orang dapat berenang atau berjalan-jalan dengan pakaian ringkas, ia merasa depresi karena harus selalu berpakaian tertutup rapat untuk menutupi kulitnya yang rusak. Tidak mudah meneruskan hidup yang telah dirusak kekejaman di waktu muda.
Demikianlah, buku ini penuh dengan penderitaan kaum perempuan yang sungguh tak terbayangkan, yang juga menunjukkan betapa terbelakangnya adat istiadat negara-negara Arab dan sekitarnya, seolah selama ribuan tahun waktu tak bergerak. Sistem patriarki yang dalam, kebodohan, kemiskinan dan agama yang dikuasai dan ditafsirkan oleh sistem tersebut jalin menjalin menindas perempuan, sehingga buku ini perlu dibaca oleh kaum perempuan lainnya, agar mereka lebih menyadari keberuntungannya dan waspada akan penindasan yang mungkin secara tidak disadari ikut didukungnya.
Ketika membaca buku ini saya teringat pada perempuan-perempuan di tanah air, yang telah memiliki semua kebebasan namun secara perlahan-lahan, dengan suka rela memilih jalan untuk hidup seperti wanita zaman ribuan tahun yang lalu di Arab: menutup kembali tubuhnya rapat-rapat, membatasi diri, dan berpedoman erat-erat pada hukum yang dibuat sekitar dua ribu tahun yang lalu untuk masyarakat yang digambarkan dalam buku ini.

No comments: